Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pajak dari Orang Kaya, Pakar: Penambahan Tarif PPh OP 35% Belum Cukup

A+
A-
3
A+
A-
3
Pajak dari Orang Kaya, Pakar: Penambahan Tarif PPh OP 35% Belum Cukup

Managing Partner DDTC Darussalam dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/7/2021). 

JAKARTA, DDTCNews – Pakar memandang penambahan lapisan penghasilan kena pajak dalam rezim pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, yang diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), harus dilengkapi dengan kebijakan lain.

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan untuk meningkatkan setoran pajak dari orang kaya, perlu ada perubahan perlakuan pajak atas penghasilan pasif yang selama ini banyak mendapat pengenaan PPh final di Indonesia.

"Apakah membuat bracket tersendiri dengan tarif 35% sudah menangkap orang kaya atau tidak? Ternyata tidak sepenuhnya karena struktur penghasilan orang kaya itu biasanya bukan gaji, tapi penghasilan pasif," ujar Darussalam dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/7/2021).

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Dengan demikian, menambahkan layer penghasilan kena pajak dengan tarif 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan setoran pajak dari mereka yang kaya. Penambahan layer tersebut harus dilengkapi dengan kebijakan lainnya.

"Mereka [wajib pajak kaya] sistem penerimaannya tidak dari gaji tapi dividen dan saham yang saat ini ketentuannya [menggunakan PPh] final. Dividen, dengan UU Cipta Kerja, sudah dikecualikan [dari pengenaan PPh]," ujar Darussalam

Oleh karena itu, Darussalam mengatakan skema pajak terhadap orang kaya perlu diperluas agar bisa benar-benar menangkap penghasilan yang bersumber dari orang kaya guna mengatasi ketimpangan.

Baca Juga: PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Tidak hanya itu, sambungnya, banyak negara yang menghitung pajak orang kaya berdasarkan harta yang dimilikinya melalui pajak kekayaan dan pajak warisan. Saat ini, Indonesia sama sekali tidak mengenal pajak kekayaan dan pajak warisan.

"Kita tidak mengenal pajak warisan sehingga akumulasi kekayaan para konglomerat berpindah ke ahli waris tanpa impact pajak apapun. Kekayaannya berputar saja di situ dan tidak bisa diredistribusikan," ujar Darussalam. Simak ‘Ternyata Banyak Negara yang Mengenakan Pajak Warisan’.

Oleh karena itu, menurutnya, pengenaan pajak kekayaan dan pajak warisan perlu dipertimbangkan untuk menciptakan redistribusi kekayaan. Pengenaan pajak berfokus pada orang-orang yang amat kaya yang menjadi target layer baru penghasilan kena pajak dalam RUU KUP.

Baca Juga: Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

DDTC juga sudah menerbitkan Working Paper bertajuk Prospek Pajak Warisan di Indonesia yang disusun oleh Managing Partner DDTC Darussalam, Partner Fiscal Research DDTC B. Bawono Kristiaji, dan Tax Researcher DDTC Dea Yustisia. (Unduh Working Paper di sini)

Dalam kesempatan tersebut, Darussalam juga mengapresiasi adanya rencana pengenaan fringe benefit tax. Selama ini, pemberian penghasilan dalam bentuk natura menjadi salah satu tax planning yang muncul. Terlebih, ada gap tarif PPh orang pribadi dengan PPh badan yang makin besar. Simak pula ‘Apa Itu Fringe Benefit Tax?’. (kaw)

Baca Juga: Apa Itu Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : revisi UU KUP, PPh OP, PPh final, penghasilan pasif, dividen, warisan, pajak kekayaan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Annisa Syahfitri Meizarini Zulkarnaini

Kamis, 08 Juli 2021 | 08:58 WIB
Semoga dengan adanya kebijakan ini bisa juga menerapkan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak di Indonesia
1

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 03 Juni 2024 | 12:15 WIB
LITERATUR PAJAK

Pajak Dividen, Pelajari Panduannya Sesuai Peraturan Terbaru di Sini

Sabtu, 01 Juni 2024 | 10:30 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Wah! Pengawasan Pajak Bakal Diperkuat, Prioritas untuk HWI dan WP Grup

Rabu, 29 Mei 2024 | 15:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

DJP Sebut UMKM Lebih Untung Buka Usaha di IKN, Ternyata Ini Alasannya

Rabu, 29 Mei 2024 | 13:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bisakah Perpanjang Jangka Waktu Tarif PPh Final UMKM 0,5 Persen?

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya