Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Penentuan Kewenangan Pemungutan Pajak atas Bunga Pinjaman Luar Negeri

A+
A-
1
A+
A-
1
Penentuan Kewenangan Pemungutan Pajak atas Bunga Pinjaman Luar Negeri

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang penentuan kewenangan pemungutan pajak atas bunga pinjaman luar negeri.

Sebagai informasi, wajib pajak telah melakukan pinjaman sejumlah dana kepada perusahaan yang berdomisili di Saudi Arabia (selanjutnya disebut X Co). Transaksi utang piutang yang telah disepakati wajib pajak dengan X Co diatur dalam short-term loan agreement pada 3 Januari 2006.

Otoritas pajak menyatakan nilai pinjaman wajib pajak dalam short-term loan agreement lebih besar dibandingkan dengan nilai yang telah dilaporkan kepada otoritas pajak. Dengan kata lain, terdapat pinjaman luar negeri wajib pajak yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak sehingga memengaruhi besaran DPP PPh Pasal 26 dan penghitungan pajak atas bunga pinjamannya.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Terhadap bunga pinjaman tersebut, Pemerintah Indonesia berwenang untuk memungut pajaknya. Dalam konteks ini, wajib pajak seharusnya melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang dibayarkan kepada X Co.

Wajib pajak menyatakan perhitungan otoritas pajak terlalu tinggi dalam menentukan pinjaman luar negeri wajib pajak beserta bunganya. Menurutnya, besaran bunga pinjaman wajib pajak tahun pajak 2010 yang dibayarkan kepada X Co sudah sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Namun, perlu dipahami juga, pajak atas pembayaran bunga pinjaman tersebut menjadi kewenangan pemerintah Saudi Arabia. Artinya, pemerintah Indonesia tidak berhak memungut PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman luar negeri tersebut.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat besaran pajak atas bunga pinjaman yang dibayarkan wajib pajak kepada X Co telah sesuai dengan short-term loan agreement dan amendment of short-term loan agreement.

Baca Juga: Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, pajak atas bunga pinjaman tersebut menjadi hak pemerintah dari Saudi Arabia. Koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak berdasarkan pada bukti yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55921/PP/M.IIIA/13/2014 tertanggal 7 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Januari 2015.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak Desember 2010 dengan dasar pengenaan pajak (DPP) senilai Rp7.452.858 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga: DJBC Siapkan 2 Strategi dalam Penyelesaian Keberatan dan Banding 2025

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK telah melakukan pinjaman sejumlah dana kepada X Co yang berdomisili di Saudi Arabia. Transaksi utang piutang yang telah disepakati Termohon PK dengan X Co tersebut diatur dalam short-term loan agreement pada 3 Januari 2006.

Berdasarkan pada dokumen short-term loan agreement, nilai pinjaman Termohon PK dalam short-term loan agreement lebih besar dibandingkan nilai yang telah dilaporkan kepada Pemohon PK. Dengan kata lain, terdapat pinjaman luar negeri Termohon PK yang tidak dilaporkan kepada Pemohon PK sehingga memengaruhi besaran DPP PPh Pasal 26 dan penghitungan pajak atas bunga pinjamannya.

Selain itu, Pemohon PK tidak dapat mempertimbangkan amandement of short-term loan agreement sebagai bukti dalam perkara ini. Sebab, Termohon PK baru memberikan amandement of short-term loan agreement kepada Pemohon PK pada saat keberatan.

Baca Juga: Jenis-Jenis Penghasilan yang Bisa Dipotong PPh Pasal 26

Berdasarkan pada Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), dokumen yang diberikan pada saat keberatan tidak dapat dipertimbangkan sebagai bukti dalam penyelesaian sengketa.

Selain itu, Pemohon PK berpendapat pemungutan pajak atas bunga pinjaman tersebut menjadi kewenangan Pemerintah Indonesia. Dalam konteks ini, seharusnya Termohon PK melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang dibayarkan kepada X Co. Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi DPP PPh Pasal 26.

Termohon PK menolak koreksi DPP PPh Pasal 26 yang dilakukan Pemohon PK. Menurutnya, Pemohon PK terlalu tinggi dalam menghitung total pinjaman luar negeri beserta bunganya. Besaran bunga pinjaman Termohon PK tahun pajak 2010 yang dibayarkan kepada X Co sudah sesuai dengan perjanjian yang disepakati Termohon dan X Co.

Baca Juga: Sengketa Gugatan atas Pinjaman Tanpa Bunga

Termohon PK berdalil pemungutan pajak atas pembayaran bunga pinjaman tersebut menjadi kewenangan pemerintah Saudi Arabia. Artinya, tindakan Termohon PK yang tidak memotong PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman sudah benar. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak mempertimbangkan fakta yang terjadi sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak Desember 2010 dengan DPP senilai Rp7.452.858 tidak dapat dipertahankan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga: Penyatuan Atap Pengadilan Pajak Terbagi dalam 3 Fase Hingga 2026

Kedua, dalam perkara a quo, bunga pinjaman yang dibayarkan Termohon PK kepada X Co terikan dengan short-term loan agreement dan amendment short term agreement. Adapun pajak atas bunga pinjaman tersebut menjadi hak pemerintah dari Saudi Arabia. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Mahkamah Agung menetapkan Pemohon PK sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

Baca Juga: Sengketa Pengenaan PPN atas Penjualan Ikan oleh Badan Usaha
(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPh Pasal 26, bunga pinjaman

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 21 Mei 2024 | 08:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

LeIP Gelar FGD Soal Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA

Senin, 20 Mei 2024 | 08:53 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Karpet Merah Investor di IKN, Aturan Insentif Pajak Resmi Terbit

Jum'at, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jum'at, 17 Mei 2024 | 10:10 WIB
KEPUTUSAN KETUA MA NOMOR 112/KMA/SK.OT1/IV/2024

Ini Tugas Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak yang Dibentuk MA

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya