Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa PPh Pasal 23 atas Pembayaran Royalti kepada Pemerintah

A+
A-
4
A+
A-
4
Sengketa PPh Pasal 23 atas Pembayaran Royalti kepada Pemerintah

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pembayaran royalti kepada pemerintah sehubungan dengan imbalan atas hak pengelolaan tambang batu bara yang menjadi objek PPh Pasal 23.

Perlu dipahami, dalam kasus ini, Pemerintah Kabupaten X memiliki tambang batu bara. Kemudian, pemerintah menyerahkan hak penambangan tersebut kepada PT A. Dengan demikian, PT A memiliki kewajiban untuk membayar royalti kepada Pemerintah Kabupaten X.

Berikutnya, PT A memberikan hak pengelolaan tambang kepada wajib pajak. Atas hak pengelolaan tambang tersebut, wajib pajak diminta membayar sejumlah kompensasi kepada PT A. Selanjutnya, wajib pajak melunasi kompensasi tersebut dengan cara menggantikan PT A dalam membayar royalti kepada Pemerintah Kabupaten X. Namun, wajib pajak tidak melakukan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas pembayaran royalti kepada Pemerintah Kabupaten X.

Baca Juga: Terima Dana Sponsorship Kena Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Otoritas pajak berpendapat kewajiban membayar kompensasi dari wajib pajak kepada PT A termasuk pembayaran royalti atas harta tak berwujud berupa hak pengelolaan tambang. Oleh karena itu, atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 23.

Di sisi lain, wajib pajak menyatakan transaksi pembayaran yang dilakukannya kepada Pemerintah Kabupaten X tidak termasuk objek pajak. Sebab, transaksi tersebut bukanlah pembayaran royalti, melainkan bagi hasil produksi sehingga tidak menjadi objek PPh Pasal 23. Selain itu, pemerintah bukan merupakan subjek pajak dan pembayaran bagi hasil kepada pemerintah telah disetor langsung ke kas negara.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif PPh Pasal 23 yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai pembayaran kepada PT A sebenarnya merupakan bagian dari keuntungan Pemerintah Kabupaten X atas penjualan batu bara dan bukan royalti. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perjanjian antara wajib pajak dan PT A.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Juni 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini ialah permohonan banding yang tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas koreksi positif DPP PPh Pasal 23 terutang senilai Rp2.322.940.956.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, kepemilikan tambang batu bara berada di tangan Pemerintah Kabupaten X. Kemudian, pemerintah menyerahkan hak penambangan kepada PT A. Oleh sebab itu, PT A memiliki kewajiban untuk membayar royalti kepada Pemerintah Kabupaten X.

Baca Juga: Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Dalam perkembangannya, PT A membuat perjanjian dengan Termohon PK. Berdasarkan pada perjanjian tersebut, dapat diketahui Termohon PK memperoleh hak pengelolaan tambang dan memiliki kewajiban untuk membayar kompensasi kepada PT A. Selanjutnya, Termohon PK melunasi kompensasi tersebut dengan cara menggantikan PT A dalam membayar royalti kepada pemerintah.

Dalam proses pembayaran royalti ke pemerintah, Termohon PK membuat bukti setor atas namanya dan menyatakan pembayaran tersebut mewakili kewajiban PT A. Terhadap hal tersebut, Pemohon PK berpendapat bahwa pihak yang wajib membayarkan royalti kepada pemerintah ialah PT A dan bukan Termohon PK. Sebab, invoice yang diterbitkan pemerintah atas royalti yang dimaksud ditujukan kepada PT A selaku pemegang hak pengelolaan.

Lebih lanjut, Pemohon PK juga berdalil jika terdapat pengalihan hak pengelolaan dan pembayaran royalti yang diserahkan dari PT A kepada Termohon PK, seharusnya dilakukan dengan berdasarkan persetujuan pemerintah.

Baca Juga: Panduan Pajak untuk Usaha Jasa Boga atau Katering, Cek di Sini

Dalam hal ini, tidak terdapat kontrak antara pemerintah dan Termohon PK terkait dengan pengalihan hak dan pembayaran royalti. Dengan begitu, alur transaksi yang seharusnya dilakukan ialah Termohon PK membayar kompensasi terlebih dahulu kepada PT A. Kemudian, PT A membayarkannya kepada pemerintah sebagai bentuk royalti

Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, imbalan sehubungan dengan hak penggunaan atas harta tak berwujud termasuk bentuk royalti.

Kewajiban membayar kompensasi dari wajib pajak kepada PT A termasuk bentuk pembayaran royalti atas harta tak berwujud berupa hak pengelolaan tambang. Oleh karena itu, atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 23.

Baca Juga: DJBC Siapkan 2 Strategi dalam Penyelesaian Keberatan dan Banding 2025

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyampaikan terdapat 3 alasan pembayaran royalti kepada pemerintah tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 23.

Pertama, kompensasi yang dibayarkan kepada Pemerintah Kabupaten X secara substansi tidak termasuk dalam pengertian royalti, tetapi bagi hasil produksi batu bara. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perjanjian kerja sama pengusaha Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, bagi hasil produksi merupakan salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Adapun PNBP tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 23.

Baca Juga: Sengketa Gugatan atas Pinjaman Tanpa Bunga

Kedua, Pemerintah Kabupaten X tidak termasuk subjek pajak. Dengan demikian, transaksi pembayaran kepada Pemerintah Kabupaten X bukan merupakan objek pajak. Ketiga, pembayaran bagi hasil kepada pemerintah telah disetor langsung ke kas negara. Hal ini ditunjukkan dengan bukti pembayaran atas bagi hasil yang disetorkan Termohon PK ke rekening kas negara.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi PPh Pasal 23 yang ditetapkan oleh Pemohon PK atas biaya royalti tidak dapat dipertahankan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga: Penyatuan Atap Pengadilan Pajak Terbagi dalam 3 Fase Hingga 2026

Kedua, Mahkamah Agung menimbang tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Baca Juga: Sengketa Pengenaan PPN atas Penjualan Ikan oleh Badan Usaha
(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPh Pasal 23

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jum'at, 17 Mei 2024 | 10:10 WIB
KEPUTUSAN KETUA MA NOMOR 112/KMA/SK.OT1/IV/2024

Ini Tugas Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak yang Dibentuk MA

Jum'at, 17 Mei 2024 | 09:37 WIB
KEPUTUSAN KETUA MA NOMOR 112/KMA/SK.OT1/IV/2024

Lengkap, Ini Susunan Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA

Kamis, 16 Mei 2024 | 17:30 WIB
PENGADILAN PAJAK

Grand Design Transisi Pengadilan Pajak ke MA Disiapkan, Ini Fokusnya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya