Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Tindak Lanjut PP 55/2022, Kemenkeu Perbarui Ketentuan Penyusutan

A+
A-
12
A+
A-
12
Tindak Lanjut PP 55/2022, Kemenkeu Perbarui Ketentuan Penyusutan

Laman depan dokumen PMK 72/2023.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72/2023. Beleid tersebut mengatur tentang penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan.

PMK 72/2023 diterbitkan guna melaksanakan amanat Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) dari Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

"Bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan penghitungan penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud untuk keperluan perpajakan serta selaras dengan program simplifikasi regulasi, perlu diatur ketentuan mengenai penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud," bunyi bagian pertimbangan PMK 72/2023, dikutip Senin (24/7/2023).

Baca Juga: Saat NIK-NPWP Diterapkan Penuh, DJP: WP Jangan Ada yang Tertinggal

Secara umum, kelompok penyusutan harta berwujud bukan bangunan masih tetap terdiri dari 4 kelompok dengan masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun. Untuk kelompok penyusutan harta berwujud berupa bangunan, masa manfaatnya tetap selama 10 tahun untuk bangunan tidak permanen dan 20 tahun untuk bangunan permanen.

Sesuai dengan UU HPP, wajib pajak dapat melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya bila bangunan permanen milik wajib pajak memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun dengan syarat dilakukan secara taat asas. Pemberitahuan untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya dapat disampaikan paling lambat 30 April 2024.

Selanjutnya, PMK 72/2023 juga mengatur tentang penyusutan atas biaya perbaikan harta berwujud. Secara umum, biaya perbaikan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dibebankan melalui penyusutan. "Biaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut," bunyi Pasal 7 ayat (2) PMK 72/2023.

Baca Juga: Belum Semua Layanan Pajak Mengakomodasi NIK, NPWP 16 Digit, dan NITKU

Bila perbaikan tidak menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut.

Dalam hal perbaikan menambah masa manfaat, penghitungan penyusutan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud ditambah dengan tambahan masa manfaat. Penyusutan dilakukan paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut.

Kemudian, terdapat pula pasal dalam PMK 72/2023 yang mengatur tentang pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi. Bila terjadi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dibebankan sebagai kerugian, sedangkan jumlah harga jual atau penggantian asuransi yang diterima dibukukan sebagai penghasilan.

Baca Juga: Buntut Tunggakan Pajak Tak Dilunasi, Minyak Goreng Puluhan Juta Disita

Terkait dengan amortisasi harta tidak berwujud, kelompok penyusutannya tetap terbagi dalam 4 kelompok dengan masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun.

Bila harta tak berwujud memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, amortisasi dapat dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Pemberitahuan untuk melakukan amortisasi dengan masa manfaat yang sebenarnya disampaikan kepada dirjen pajak paling lambat 30 April 2024.

PMK 72/2023 berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK 72/2023 maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012, serta PMK 96/2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (sap)

Baca Juga: DJP Sebut Masih Ada 670.000 NIK yang Belum Padan dengan NPWP

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : penyusutan, aset, pengeluaran, UU PPh, PMK 72/2023, UU HPP, amortisasi, harta berwujud

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 15 Juni 2024 | 15:27 WIB
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Jasa Psikolog dan Psikiater Bebas PPN

Kamis, 13 Juni 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa Saja yang Termasuk Wajib Pajak?

Kamis, 13 Juni 2024 | 09:06 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Soal Tarif PPN 12%, Sri Mulyani: Kami Serahkan Pemerintah Baru

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya