Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Wamenkeu: Pada Saat Sekarang Kita Butuh Utang

A+
A-
3
A+
A-
3
Wamenkeu: Pada Saat Sekarang Kita Butuh Utang

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. (foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menegaskan penambahan utang diambil untuk menjaga stimulus pemerintah dalam perekonomian. Hal ini diambil saat realisasi penerimaan pajak tidak sesuai dengan target yang dipatok.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah menaikkan defisit anggaran lewat penambahan utang untuk mempertahankan nilai belanja negara. Dari belanja negara tersebut, otoritas berharap konsumsi bisa tetap terjaga.

“Pada saat sekarang kita membutuhkan utang karena kalau kita tidak utang maka belanjanya harus turun. Kalau belanjanya turun, perekonomian akan turun lebih cepat lagi. Utang itu pada dasarnya netral asal dipakai dengan baik. [Itu akan] menjadi suatu yang positif,” ujarnya, Kamis (7/11/2019).

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Saat ini, sambung Suahasil, perekonomian dunia sedang mengalami kelesuan dan ketidakpastian. Kondisi tersebut dipicu beberapa hal, antara lain perang dagang Amerika Serikat dan China, suku bunga negatif Jepang, belum stabilnya perekonomian Eropa, dan belum adanya kepastian Brexit.

Dalam kondisi tersebut, menurutnya, pemerintah harus menjalankan kebijakan fiskal yang countercyclical dengan instrumen APBN. Kebijakan fiskal diharapkan mampu memberikan optimisme baik bagi dunia usaha maupun masyarakat pada umumnya.

“Kalau di luar, [pertumbuhan ekonomi] dunianya lagi turun cepat, pemerintah yang genjot. Pemerintah yang [harus] kasih optimisme lewat belanja. Dicairkan dengan baik, dibikin belanjanya efisien, tetap ada pengeluaran untuk rumah tangga. Itu yang harus kita jaga,” jelas Suahasil, seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Hingga saat ini, belum ada transparansi data terbaru kinerja APBN yang biasanya disampaikan oleh Kementerian Keuangan. Berdasarkan data kinerja per akhir Agustus 2019, penerimaan pajak tercatat senilai Rp801,16 triliun atau 50,78% dari target APBN 2019 senilai Rp1.577,5 triliun.

Realisasi itu sekaligus mencatat pertumbuhan 0,21% (year on year/yoy). Pertumbuhan tercatat melambat signifikan dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar 16,52%. Selain itu, pertumbuhan juga tercatat makin lambat dibandingkan realisasi periode Januari—Juli 2019 sebesar 2,68%.

Realisasi pembiayaan utang hingga akhir Agustus 2019 tercatat senilai Rp284,78 triliun atau 79,3% dari target APBN 2019. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp276,20 atau 69,18 dari target.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

Suahasil menegaskan APBN hanyalah sebagai instrumen, bukan tujuan. Dengan demikian, menurutnya, anggapan beberapa pihak terkait kegagalan pemerintah mengelola perekonomian karena peningkatan utang adalah salah.

“Utang dan defisit anggaran tersebut hanyalah alat yang dipakai pemerintah untuk tetap menggairahkan perekonomian, menjaga momentum pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan menciptakan lapangan kerja di tengah kondisi perekonomian global yang cenderung terus menurun,” jelasnya. (kaw)

Baca Juga: Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : APBN 2019, utang, penerimaan pajak, shortfall

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 28 Juni 2024 | 18:13 WIB
KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Penerimaan Pajak DJP Jakarta Barat Masih Mampu Tumbuh 5,35 Persen

Jum'at, 28 Juni 2024 | 16:11 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Negara Punya Hak Mendahulu atas Utang Pajak, Apa Maksudnya?

Jum'at, 28 Juni 2024 | 14:11 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Berimbas ke Penerimaan, Sri Mulyani Pantau Lifting Migas yang Rendah

Jum'at, 28 Juni 2024 | 12:30 WIB
APBN 2024

Tekan Utang, Pemerintah Optimalkan SAL untuk Biayai Anggaran

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya