Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Defisit BPJS Kesehatan Terus Melebar, Ini Pendapat BPK

A+
A-
0
A+
A-
0
Defisit BPJS Kesehatan Terus Melebar, Ini Pendapat BPK

Sejumlah warga mengantre untuk memperbaharui data peserta BPJS di Kantor BPJS Cabang Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (4/1/2021). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat pemungutan iuran yang belum optimal menjadi sebab terus melebarnya defisit dana jaminan sosial (DJS) pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (ANTARA FOTO/Jojon/foc)
 

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat pemungutan iuran yang belum optimal menjadi sebab terus melebarnya defisit dana jaminan sosial (DJS) pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pemungutan iuran yang belum optimal terjadi terutama dari peserta pekerja penerima upah (PPU) dan peserta bukan penerima upah (PBPU). Hingga kini BPJS Kesehatan masih belum memastikan total iuran PPU secara tepat karena BPJS Kesehatan hanya mengandalkan data dari pemberi kerja.

Pada peserta PBPU, ada piutang Rp11,35 triliun per 2019 dengan penyisihan piutang Rp10,4 triliun. "Hal ini menunjukkan peserta PBPU merupakan pembayar iuran dengan kolektibilitas rendah," tulis Pendapat BPK: Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN, dikutip Kamis (11/2/2021).

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Belum akan Ubah Besaran Iuran BPJS Kesehatan

Di sisi lain, segmen PBPU memiliki rasio klaim tertinggi (232,42%) dibandingkan segmen lainnya. Selain itu, BPK berpendapat defisit BPJS pada 2015 hingga 2019 juga disebabkan oleh besaran iuran program JKN yang tidak sepenuhnya sesuai dengan penghitungan aktuaria.

Berdasarkan penghitungan aktuaria, iuran bagi peserta JKN kelas I seharusnya sebesar Rp274,204, bukan sebesar Rp160.000 sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 75/2019.

Selanjutnya, iuran bagi peserta JKN kelas II seharusnya Rp190.639, bukan Rp110.000. Adapun iuran bagi peserta JKN kelas III seharusnya juga lebih tinggi yakni Rp131.195, bukan Rp42.000.

Baca Juga: Perpres JKN Direvisi, RS Wajib Terapkan KRIS Mulai Juni Tahun Depan

BPK juga berpendapatan aplikasi yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan untuk memitigasi risiko kecurangan (fraud) juga masih masih memiliki beberapa kelemahan.

Algoritma filtasi yang digunakan pada aplikasi BPJS Kesehatan untuk memitigasi fraud masih belum sepenuhnya memadai untuk mencegah tindakan pemecahan tagihan pelayanan kesehatan.

Algoritma ini juga dinilai belum mampu memberikan peringatan kepada verifikator atas penyebab penyakit yang seharusnya tidak ditanggung BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Defisit BPJS dan Peran Earmarking untuk Sumber Pendanaan Berkelanjutan

Terakhir, peran APBD dalam mendanai program JKN di luar peserta PPU pegawai negeri (PN) juga masih belum optimal. Pada 2019, iuran yang ditanggung pemda hanya Rp31,06 triliun. Hanya sebanyak 38,84 juta peserta atau 17% dari peserta program JKN yang iurannya ditanggung pemda.

Apabila dibandingkan dengan iuran yang ditanggung pemerintah pusat lewat PBI, iuran yang dibayar pemda hanya sebesar 23,65% dari iuran yang ditanggung pemerintah pusat lewat APBN.

"Dengan demikian, masih terbuka peluang untuk meningkatkan sumber pendanaan Program JKN dengan optimalisasi sumber dana yang berasal dari APBD," tulis BPK dalam pendapatnya.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak Sektor Kesehatan, DJP Gali Data BPJS Kesehatan

Untuk diketahui, defisit DJS terus mengalami peningkatan terhitung sejak 2015 hingga 2019. BPK mencatat defisit DJS meningkat dari Rp9,06 triliun pada 2015 menjadi Rp50,99 triliun pada 2019. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : bpjs kesehatan, pendapat BPK, bpjs

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Cikal Restu Syiffawidiyana

Kamis, 11 Februari 2021 | 22:41 WIB
Update berita mengenai BPJS kesehatan selalu menarik perhatian masyarakat. BPJS selalu defisit anggaran yang membuat masyarakat mempertanyakan hal itu. Tanggung jawab negara dan bagaimana pengelolaan BPJS menjadi pertanyaan yang tiada habisnya. Perlu upaya peningkatan, perkembangan dan reskonstruksi ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 13 Februari 2021 | 12:01 WIB
RPP UU CIPTA KERJA

Jaminan Kehilangan Kerja Diintegrasikan dengan BPJS Ketenagakerjaan

Jum'at, 12 Februari 2021 | 07:01 WIB
RPP UU CIPTA KERJA

Manfaat Uang Tunai yang Diterima Pekerja Hanya 6 Bulan Upah

Rabu, 10 Februari 2021 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

BPJS Kesehatan Akhirnya Catatkan Surplus Rp18,7 Triliun pada 2020

Kamis, 14 Januari 2021 | 15:45 WIB
PMK 240/2020

Kemenkeu Alokasikan Dana Rp4,09 Triliun untuk BPJS Kesehatan

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?