Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Dorong Industri Farmasi, Menkes Janjikan Insentif yang Menyenangkan

A+
A-
1
A+
A-
1
Dorong Industri Farmasi, Menkes Janjikan Insentif yang Menyenangkan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) tengah melihat alat untuk kateterisasi jantung di RSUD Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (8/5/2023). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemerintah akan terus mendorong hilirisasi industri farmasi sebagai bagian dari upaya menciptakan ketahanan kesehatan.

Budi menyebut pemerintah akan membuat regulasi yang 'memaksa' sektor industri untuk memproduksi produk farmasi dari hulu hingga hilir. Di sisi lain, pemerintah juga bakal menyediakan insentif yang menguntungkan bagi pelaku usaha di sektor tersebut.

"Pemerintah akan memberikan regulasi yang memaksa [dan] akan memberikan insentif yang menyenangkan supaya teman-teman membangun [industri farmasi] dari hulu ke hilir," katanya, Selasa (16/5/2023).

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Dalam acara Forum Nasional Hilirisasi dan Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi Dalam Negeri, Budi menuturkan pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya membentuk ekosistem industri farmasi untuk menjamin ketersediaan obat-obatan bagi masyarakat.

Menurutnya, ekosistem industri farmasi yang memadai dari hulu hingga ke hilir akan menciptakan kemandirian kesehatan di Indonesia.

Dia menjelaskan pemerintah akan menyediakan berbagai kemudahan agar industri farmasi Indonesia dapat setara dengan negara lain seperti China dan India. Beberapa hal yang disiapkan di antaranya kemudahan perizinan, transparansi data, serta pemberian insentif yang menarik.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

Kepada pelaku usaha, Budi meyakinkan tren belanja kesehatan Indonesia terus mengalami kenaikan. Saat ini, belanja kesehatan per kapita Indonesia mencapai US$130 per tahun, sedangkan Malaysia mencapai US$430 per tahun.

Apabila belanja kesehatan per kapita Indonesia sama dengan Malaysia, lanjutnya, porsi untuk belanja farmasi dan alat kesehatan setidaknya akan mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp600 triliun.

"Pangsanya besar. Jadi buat teman-teman [pelaku usaha], it's very huge market. Why don't you invest? Kalau kita hanya impor-impor, dagang-dagang saja, buat Indonesia ekonominya sedikit," ujarnya.

Baca Juga: APBN Defisit Rp77,3 Triliun pada Semester I/2024, Ini Kata Sri Mulyani

Budi menuturkan pemerintah selama ini telah menyediakan berbagai insentif seperti supertax deduction bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) guna mendukung perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan.

Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) PMK 153/2020, wajib pajak yang melakukan kegiatan litbang tertentu, termasuk farmasi dan alat kesehatan, dapat memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang tertentu di Indonesia.

Insentif ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan pada bidang litbang sehingga pada gilirannya mampu meningkatkan produktivitas dan keberlangsungan usaha.

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Di sisi lain, Kemenkes dan DPR tengah membahas RUU Kesehatan yang mendorong kemandirian ketersediaan farmasi dan alat kesehatan. Solusi yang ditawarkan RUU antara lain mendorong penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri serta pemberian insentif.

Menurut data Kemenkes, sekitar 90% bahan baku obat untuk produksi farmasi lokal masih diimpor, serta 88% transaksi alat kesehatan pada 2019-2020 di e-katalog merupakan produk impor.

Di Indonesia, hanya 0,2% total PDB yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan. Angka ini terbilang rendah ketimbang AS yang mencapai 2,8% dan Singapura 1,9%. (rig)

Baca Juga: Mulai Hari Ini! Warga Kota Bekasi, Ada Diskon Pajak PBB-P2 hingga 10%

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : industri farmasi, insentif pajak, industri hulu, industri hilir, farmasi, manufaktur, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama

Jum'at, 05 Juli 2024 | 15:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya