Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ini 5 Poin Outlook Pajak di Tahun Politik

A+
A-
1
A+
A-
1
Ini 5 Poin Outlook Pajak di Tahun Politik

JAKARTA, DDTCNews – Realisasi penerimaan pajak memang kembali meleset untuk tahun 2017. Namun, hal tersebut memberikan fondasi penting bagi pembenahan kinerja pajak di masa depan. Menyongsong tahun 2018 yang kerap kali disebut dengan tahun politik, karena mesin-mesin politik sudah mulai dinyalakan untuk menyambut kontestasi pemilu di tahun 2019. Lantas bagaimana situasi pajak di tahun 2018, berikut kami sajikan ulasan Darussalam selaku Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC).

Dalam uraiannya setidaknya ada 5 poin penting yang harus dicermati pemerintah dalam urusan perpajakan di tahun ini. Faktor domestik, perkembangan teknologi dan faktor kebijakan internasional menjadi fokus utama pembahasan.

Poin pertama adalah imbauan agar pemerintah merevisi target penerimaan pajak melalui APBN Perubahan 2018. Koreksi diperlukan untuk menghindari risiko fiskal dan tekanan utang. Target sebesar Rp1.423,9 triliun itu ditakutkan menciptakan kebijakan pajak yang bersifat jangka pendek dengan tujuan menutupi shortfall semata. Hal ini didasari oleh data pertumbuhan penerimaan pajak yang berkisar di angka 6%-9% dari realisasi 2017.

Baca Juga: World Bank Perkirakan Tax Gap Indonesia Capai 6%, Ini Faktor-Faktornya

Dengan target Rp1.423,9 triliun, berpotensi membuat target penerimaan pajak kembali tidak tercapai. Pasalnya berdasarkan laju pertumbuhan penerimaan, maka secara realistis setoran pajak tahun 2018 berada di kisaran Rp1.219,2 triliun hingga Rp1.242,1 triliun atau hanya 85,6%-87,2% dari target. Dengan estimasi itu, maka tren shortfall tetap berlanjut di tahun 2018 dan berdampak pada melebarnya defisit anggaran.

Poin kedua ialah melakukan reformasi pajak agar struktur penerimaan pajak menjadi optimal. Pada poin ini pemerintah harus jeli dalam meracik komposisi penerimaan pajak sehingga tidak didominasi oleh jenis pajak yang distortif terhadap ekonomi secara umum.

“Negara-negara Teluk telah mengimplementasikan PPN pada 2018. Selain karena memiliki efek distorsi yang rendah, PPN juga relatif lebih mudah untuk dipungut jika dibandingkan dengan PPh,” kata Darussalam.

Baca Juga: 10 Hari Jelang Implementasi Penuh, 99% NIK Sudah Padan sebagai NPWP

Ketiga, interaksi ekonomi yang semakin tinggi antarnegara telah menciptakan tax spillovers. Artinya, kebijakan pajak suatu negara akan memiliki dampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Reformasi pajak Amerika Serikat adalah contoh konkret bagaimana kebijakan negara lain dapat berimplikasi pada makroekonomi seperti nilai tukar hingga neraca pembayaran.

“Langkah AS akan meningkatkan intensitas kompetisi pajak secara global. Ditengah kekhawatiran ketidakpastian ekonomi global dan perebutan kue investasi, reformasi pajak AS bisa menjadi katalis apa yang disebut sebagai race to the bottom,” paparnya.

Poin keempat, perkembangan ekonomi digital yang menciptakan keruwetan baru bagi sektor pajak. Keadilan dalam berbisnis dengan unit ekonomi konvensional dan tantangan akan penghindaran pajak menjadi dua isu sentral bagi entitas bisnis digital.

Baca Juga: Sri Mulyani: Digitalisasi Perpajakan akan Tutup Celah Korupsi

Perlu diwaspadai adalah terbukanya peluang penghindaran pajak terutama pada aktivitas ekonomi digital lintas yurisdiksi. Penghindaran pajak yang diakibatkan ekonomi digital telah mendorong aksi unilateral (sepihak) dari banyak negara seperti google tax (Inggris) dan web tax (Italia).

Terakhir, pentingnya mengembangkan paradigma kapatuhan kooperatif. Paradigma baru tersebut mensyaratkan adanya hubungan yang dibangun atas dasar transparansi, keterbukaan, saling percaya, dan saling memahami antara wajib pajak, otoritas pajak dan konsultan pajak.

“Paradigma ini lahir karena adanya keinginan untuk merestorasi kontrak fiskal, penghormatan atas hak-hak wajib pajak dan prinsip demokrasi. Kepatuhan kooperatif memberikan manfaat bagi wajib pajak maupun otoritas pajak,” tutupnya. (Amu)

Baca Juga: Jika Berjalan Nanti, Coretax Diyakini Dongkrak Pendapatan Negara

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : reformasi pajak, outlook pajak 2018, tahun politik

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 22 Desember 2023 | 10:31 WIB
PEMILU 2024

Minta Pengusaha Tak Khawatir, Jokowi: Pemilu 2024 Tak Sepanas 2019

Jum'at, 03 November 2023 | 08:53 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Reformasi Pajak, DJP: Ongkos untuk Patuh Jadi Rendah, bahkan Nol

Senin, 25 September 2023 | 16:45 WIB
REFORMASI PAJAK

Target Pajak Terus Naik, DJP Komitmen Perbaiki Struktur Organisasi

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya