Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

KEM-PPKF 2023 Jadi Baseline Kebijakan Fiskal Pasca UU 2/2020

A+
A-
0
A+
A-
0
KEM-PPKF 2023 Jadi Baseline Kebijakan Fiskal Pasca UU 2/2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023 disusun sebagai baseline baru implementasi kebijakan fiskal pascaterbitnya UU 2/2020.

Sebagaimana diamanatkan dalam UU 2/2020, defisit anggaran harus dikembalikan ke level maksimal sebesar 3% dari PDB sesuai dengan UU Keuangan Negara.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

"UU 2/2020 mengamanatkan defisit APBN harus kembali di bawah 3% dan Bapak Presiden [Joko Widodo] telah menyampaikan di berbagai kesempatan kita harus melaksanakan itu," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (20/5/2022).

Tak hanya menghentikan kebijakan pelebaran anggaran, mulai tahun depan Bank Indonesia (BI) tidak membeli surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah melalui skema burden sharing. "Burden sharing akan berakhir pada tahun ini," ujar Sri Mulyani.

Selain melaksanakan amanat UU 2/2020, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga menyiapkan anggaran untuk mendukung persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. "Kita harus mengantisipasi seluruh kebutuhan untuk siklus politik dalam rangka bisa menyelenggarakan Pemilu 2024 secara baik," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Untuk diketahui, UU 2/2020 adalah undang-undang yang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020.

Melalui beleid tersebut, pemerintah diberi kewenangan untuk memperlebar defisit anggaran melampaui 3% dari PDB hingga 2022 dan juga dapat melakukan revisi anggaran melalui peraturan presiden (perpres).

Aturan tersebut juga menjadi landasan bagi BI untuk melakukan pembelian SBN pada pasar perdana guna mengimplementasikan skema burden sharing.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

Dalam hal perpajakan, Perppu 1/2020 menjadi landasan penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% dan juga pengenaan PPN atas produk digital yang masuk ke Indonesia melalui PMSE.

Sesuai amanat UU 2/2020, pada tahun depan defisit anggaran diusulkan sebesar 2,61% hingga 2,9% dari PDB, lebih rendah bila dibandingkan dengan defisit anggaran pada tahun ini yang mencapai 4,5% dari PDB. (sap)

Baca Juga: APBN Defisit Rp77,3 Triliun pada Semester I/2024, Ini Kata Sri Mulyani

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : APBN, defisit, surplus, PDB, UU 2/2020, KEM-PPKF 2023

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya