Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Kemenkeu Gelar Sosialisasi MLI, Intip Bahasannya di Sini

A+
A-
3
A+
A-
3
Kemenkeu Gelar Sosialisasi MLI, Intip Bahasannya di Sini

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John L. Hutagaol memberikan pemaparan dalam sosialisasi. 

JAKARTA, DDTCNews–Kementerian Keuangan menyelenggarakan sosialisasi multilateral instrument on tax treaty (MLI) pada hari ini, Rabu (22/1/2020). Acara ini merupakan hasil kerja sama Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John L. Hutagaol menyatakan MLI merupakan instrumen baru yang diperkenalkan oleh komunitas internasional melalui Inclusive Framework yang beranggotakan kurang lebih 119 yurisdiksi termasuk Indonesia. Selain itu, Indonesia telah menandatangani konvensi MLI pada 2017.

“Indonesia telah menandatangani MLI di Kantor Pusat OECD di Paris dan sudah berkomitmen untuk menyelesaikan tax treaty yang tidak sejalan dengan kebijakan internasional. Melalui MLI, pemerintah bisa mengubahnya [tax treaty/P3B] secara sekaligus dan tidak perlu secara individual,” ujar John saat memberikan paparan awal.

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Dengan MLI, perubahan P3B bisa langsung mengadopsi rencana aksi dalam proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) OECD/G20. Ada 4 aksi yang diakomodasi dalam MLI ini, yaitu aksi ke-2 (neutralising the effects of hybrid mismatch arrangements), aksi ke 6 (prevention of tax treaty abuse), aksi ke-7 (permanent establishment status), dan aksi ke-14 (Mutual Agreement Procedure)

Lebih lanjut, John memaparkan dalam MLI setiap anggota berhak menentukan posisi dari keempat aksi BEPS tersebut. Dengan demikian, tiap yurisdiksi dapat menetapkan mana yang siap untuk diadopsi, mana yang perlu waktu atau disebut reservation, serta mana yang tidak disetujui atau tidak diadoposi.

“Masing-masing yuridiksi diberikan keleluasan untuk menentukan. Namun, ini baru langkah awal karena MLI akan terus berkembang,” ucap John. Lihat infografis 'Begini Posisi Indonesia dalam Multilateral Instrument'.

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Secara lebih terperinci, John kemudian memaparkan perkembangan MLI di Indonesia. Pada tahap pertama, yaitu pada 2017, pemerintah Indonesia mendapatkan pendampingan dari World Bank dan OECD. Melalui proses diskusi tersebut, pemerintah Indonesia mengusulkan 47 P3B yang akan diperbarui.

Pertimbangan masuknya P3B dalam MLI terkait dengan hubungan ekonomi atau P3B perlu diamendemen karena terdapat kelemahan, seperti tidak adanya anti-avoidance rules untuk passive income atau tidak terdapat klausul tentang principle purpose test [PPT] untuk mencegah praktik treaty abuse atau treaty shopping.

Selanjutnya, P3B yang diusulkan tersebut akan didepositkan kepada OECD untuk disinkronisasi dan diharmonisasi. Pada kesempatan ini, John juga menjelaskan alasan mengapa OECD yang dipilih untuk menaungi MLI.

Baca Juga: Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Hal tersebut lantaran pada G20 Leader Summit, OECD mendapatkan endorsement dari pemimpin G20 untuk membantu negara di dunia mengatasi permasalahan transparansi, worldwide tax avoidance and evasion bagi seluruh otoritas pajak di dunia serta solusi untuk mengatasi masalah aggressive tax planning.

Sebagai penutup, John menyampaikan sosialisasi terkait dengan MLI tidak hanya penting bagi para konsultan dan asosiasi konsultan, tetapi juga akademisi. Selain itu, John menyebut Indonesia termasuk bagian dalam negara pertama yang turut melaksanakan MLI.

“MLI baru pertama kali diperkenalkan di dunia dan kita termasuk yang pertama ikut melaksanakan ini. Sekali lagi semoga acara ini bermanfaat, untuk kita dapat melayani wajib pajak dengan baik,” imbuh John

Baca Juga: E-Bupot 21/26, DJP: Kalau Sudah Pemadanan, Sebaiknya Pakai NPWP Ini

Adapun sosialisasi ini turut dihadiri oleh Ketua Analisis BKF Wawan Juswanto dan Analis Perpajakan Internasional dari BKF Melani Dewi Astuti. Dalam kesempatan ini Wawan menyebut sosialisasi ditujukan untuk memberikan informasi kepada stakeholder. Sosialisasi juga akan dilakukan di perguruan tinggi. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : MLI, BEPS, OECD, tax treaty, P3B, DJP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 03 Juli 2024 | 17:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:38 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Dirjen Pajak Tegaskan Coretax Tidak Hanya Digunakan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:05 WIB
PER-6/PJ/2024

Hingga Akhir 2024, NPWP 16 Digit dan NPWP 15 Digit Jalan Bersamaan

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Konsumen Minta Faktur Pajak dengan NPWP 16 Digit, Apakah Bisa?

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya