Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Menguak Cara AS Membiayai Perang Tanpa Pajak

A+
A-
0
A+
A-
0
Menguak Cara AS Membiayai Perang Tanpa Pajak

PEPERANGAN kerap melanda umat manusia dari waktu ke waktu. Namun, bagaimana negara-negara di dunia yang terlibat dapat terus membiayai peperangan tersebut?

Secara historis, metode yang paling umum digunakan oleh berbagai negara di dunia dalam membiayai perang adalah melalui pajak. Setiap kali suatu negara terlibat peperangan, tarif pajak tiba-tiba naik untuk menutupi pengeluaran negara selama peperangan tersebut berlangsung.

Pada masa itu, tak sedikit negara-negara yang terlibat akhirnya harus menarik diri karena beban yang ditanggung makin besar. Misal, mundurnya kekaisaran Rusia dari Perang Dunia I akibat revolusi yang dipicu oleh pembiayaan perang yang sangat memberatkan rakyatnya.

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Lantas, apakah metode pembiayaan perang hanya terbatas dengan menaikkan tarif pajak saja? Apakah terdapat hal-hal lainnya yang bisa dilakukan untuk membiayai pengeluaran negara yang besar akibat perang tersebut?

Buku berjudul “Taxing Wars: The American Way of War Finance and the Decline of Democracy” ini memberikan wawasan mengenai penggunaan pajak dalam pembiayaan pengeluaran negara yang diakibatkan peperangan. Dalam hal ini, pembiayaan perang AS.

Bukan tanpa sebab, buku yang ditulis oleh Sarah Kreps ini memilih AS sebagai contoh pembahasan. Secara historis, AS tercatat memang telah terlibat dalam berbagai konflik dan peperangan di berbagai belahan dunia selama ini.

Baca Juga: Anggota Parlemen Ini Usulkan Minuman Berpemanis Kena Cukai 20 Persen

Secara keseluruhan, pembahasan dalam buku terbitan Oxford University Press ini terdiri atas delapan bab yang didukung dengan studi kasus untuk memberikan gambaran terkait dengan kondisi ekonomi dan politik AS semasa perang.

Dalam pembahasannya, penulis menjelaskan alasan mendasar AS dapat terus membiayai kebutuhan perang dengan berbagai langkah penyesuaian yang ditempuh. Awalnya, AS memberlakukan pajak perang yang menuntut partisipasi yang besar dari rakyatnya untuk membiayai perang.

Namun, langkah itu dinilai tidak efektif karena hanya membebankan rakyat dan membuat pemerintah kehilangan dukungan rakyatnya. Alih-alih menaikkan pajak, pemerintah AS memutuskan untuk meminjam uang dalam rangka membiayai kebutuhan perang.

Baca Juga: Negara Ini Siapkan Kembali Insentif Pajak untuk Tenaga Ahli Asing

Penulis menekankan pinjaman tersebut dapat mengaburkan biaya sebenarnya yang dikeluarkan untuk perang. Selain itu, beban biaya perang yang dikeluarkan dialihkan ke generasi berikutnya sehingga secara tidak langsung menghilangkan tanggung jawab para pejabat yang mendukung perang kala itu.

Sejak Perang Korea, Pemerintah AS lambat laun meninggalkan penerapan pajak perang dan mulai melakukan pinjaman untuk membiayai kebutuhan perang. Penulis menilai langkah itu tidak berarti lebih efektif dari sisi finansial, tetapi setidaknya ‘kurang terlihat’ di mata publik.

Artinya, langkah ini hanya menguntungkan para pejabat karena akan menimbulkan kesan mereka tidak menambah beban kepada rakyatnya lantaran rakyat tidak merasakan langsung kerugian dan beban yang timbul dari perang sehingga agenda perang tetap berjalan.

Baca Juga: Per 1 Juli 2024, Negara Ini Pangkas Tarif Pajak Penghasilan

Meski begitu, langkah tersebut justru berpotensi menyebabkan peperangan kontemporer berlangsung lebih lama dan lebih mahal karena lepas dari pengawasan publik. Bila dilakukan secara terus menerus, tentu akan berdampak buruk terhadap kondisi fiskal pada masa mendatang—yang dampaknya akan dirasakan oleh generasi selanjutnya.

Secara keseluruhan, buku ini ditulis dengan baik melalui hasil penelitian yang cermat sehingga dapat menyampaikan pesan yang jelas kepada pembaca, yaitu pinjaman dapat menutup biaya ‘riil’ yang dikeluarkan untuk peperangan.

Namun demikian, konsekuensi dari pembiayaan perang melalui pinjaman tersebut menyebabkan akuntabilitas sistem demokrasi menurun dan mengakibatkan peperangan berlangsung lebih mahal dan memakan waktu lebih lama.

Baca Juga: Pengesahan RUU PPN PMSE Jadi Prioritas Parlemen Filipina

Untuk itu, buku yang diterbitkan pada 2018 ini bisa menjadi bahan pembelajaran yang baik bagi para akademisi dan masyarakat pada umumnya untuk lebih tahu dan menyadari penggunaan anggaran yang dilakukan pemerintah.

Apalagi sebagai pembayar pajak yang berkontribusi terhadap penerimaan negara, masyarakat sudah sepatutnya mengetahui bagaimana pemerintah menggunakan anggaran. Tertarik membaca buku ini? Silakan baca langsung di DDTC Library. (rig)

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resensi, jurnal, buku, literasi, kebijakan pajak, pajak perang, pajak internasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya