Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pajak adalah Urat Nadi Negara, Terlihat Saat Masa Pandemi Covid-19

A+
A-
7
A+
A-
7
Pajak adalah Urat Nadi Negara, Terlihat Saat Masa Pandemi Covid-19

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mercu Buana Harnovinsah saat membuka acara IAI Goes to Campus-Webinar dengan tema “Kebijakan Insentif Pajak: Pendorong Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19”. 

JAKARTA, DDTCNews – Kompartemen Akuntan Perpajakan Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj IAI) bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mercu Buana menyelenggarakan IAI Goes to Campus-Webinar pada hari ini, Sabtu (20/6/2020).

Acara yang mengambil tema “Kebijakan Insentif Pajak: Pendorong Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19” dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mercu Buana Harnovinsah.

Narasumber dalam acara ini adalah Ketua KAPj IAI sekaligus Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol dan Managing Partner DDTC Darussalam. Hadir pula Ketua Tax Center FEB Universitas Mercu Buana Waluyo. Dosen Universitas Mercu Buana Lin Oktris hadir sebagai moderator.

Baca Juga: Mulai Hari Ini! Warga Kota Bekasi, Ada Diskon Pajak PBB-P2 hingga 10%

Dalam sambutannya, Dekan FEB Universitas Mercu Buana Harnovinsah mengatakan kebijakan insentif pajak memang telah menjadi salah satu andalan pemerintah dalam merespons virus Corona (Covid-19). Berbagai Insentif pajak menjadi stimulus untuk perekonomian yang lesu.

“Adanya pemberian insentif pada akhirnya membuat penerimaan pajak menjadi turun. Namun, kalau tidak diberi stimulus, repot juga karena perekonomian juga melambat,” ujar Harnovinsah.

Oleh karena itulah, pemerintah telah melakukan refocusing anggaran untuk merespons adanya penurunan penerimaan. Namun, karena kebutuhan belanja negara masih cukup besar, termasuk untuk pemulihan ekonomi, penambahan utang tidak terhindarkan.

Baca Juga: Negara Ini Siapkan Kembali Insentif Pajak untuk Tenaga Ahli Asing

Ketua KAPj IAI sekaligus Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan pada dasarnya pajak memiliki fungsi penerimaan (budgeter) dan fungsi mengatur (regulerend). Pemberian insentif ini menjadi bagian dari fungsi regulerend.

“Memang ada trade-off antara pemberian insentif pajak dengan penerimaan negara. Namun, juga harus dipahami, pemberian insentif atau relaksasi ini menjadi bagian dari paket stimulus untuk pemulihan ekonomi nasional. Dia tidak berdiri sendiri,” ujar John.

Dalam kesempatan itu, John menjabarkan tujuan pemberian insentif pajak. Pertama, menstimulus ekonomi akan berjalan stabil. Kedua, memperkuat tingkat konsumsi masyarakat. Ketiga, memberi relaksasi cashflow pelaku usaha. Keempat, mendukung operasional perusahaan-perusahaan kesehatan dan sumber daya manusia yang terlibat dalam penanganan Covid-19.

Baca Juga: Pelaku Usaha Kesehatan Perlu Didorong Manfaatkan Supertax Deduction

Total nilai insentif pajak yang diberikan diestimasi senilai Rp123,01 triliun. Perinciannya adalah PPh Pasal 21 DTP senilai Rp39,66 triliun, PPh final UMKM DTP senilia Rp2,40 triliun, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor senilai Rp14,75 triliun.

Kemudian, ada pengurangan angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp14,40 triliun, pengembalian pendahuluan PPN senilai Rp5,80 triliun, penurunan tarif PPh badan senilai Rp20 triliun, serta cadangan dan stimulus lain senilai Rp26,00 triliun.

Selain itu, pemerintah juga telah memberikan berbagai relaksasi dari sisi administrasi pajak. Salah satu yang sudah dilakukan adalah perpanjangan deadline pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh orang pribadi dan penundaan penyampaian kelengkapan dokumen SPT tahunan PPh.

Baca Juga: Per 1 Juli 2024, Negara Ini Pangkas Tarif Pajak Penghasilan

Managing Partner DDTC Darussalam sekaligus Ketua Umum Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Atpetsi) mengatakan respons Indonesia dengan menggunakan instrumen pajak sebagai respons adanya pandemi Covid-19 sudah selaras dengan 138 yurisdiksi lainnya.

Berdasarkan studi komparasi yang dilakukan oleh DDTC Fiscal Research (per 29 Mei), kemudahan administrasi dan peningkatan arus kas usaha masih paling banyak disasar pemerintah di berbagai negara, berturut-turut sebesar 37,1% dan 35,8%. Selain itu, ada tujuan untuk menunjang sistem kesehatan (11,4%), peningkatan arus kas rumah tangga (6,3%), dan dukungan untuk investasi (3,5%).

Adanya pemberian insentif ini, sambung Darussalam, memang akan berdampak pada pelebaran tax expenditure. Bersamaan dengan adanya perlambatan ekonomi, langkah yang diambil pemerintah saat ini akan membuat penerimaan pajak turun.

Baca Juga: Vietnam Bakal Bebaskan Keuntungan Bunga Green Bond dari Pungutan Pajak

Masih bertumpunya keuangan negara pada penerimaan pajak memunculkan pertanyaan apakah perlu terus diberikan atau tidaknya insentif dalam jangka panjang. Menurutnya, setelah masa pandemi Covid-19, relaksasi harus secara bertahap dikurangi.

“Dalam masa pandemi ini terlihat bahwa pajak adalah urat nadi suatu negara. Namun, ekonomi jangan selalu dikaitkan dengan relaksasi. Relaksasi bisa diganti dengan kepastian hukum. Ini yang lebih penting,” jelas Darussalam. (kaw)

Baca Juga: Fasilitas Pajak Masuk dalam Term and Condition Penawaran WK Migas

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : virus Corona, kebijakan pajak, insentif pajak, IAI, KAPj IAI, Universitas Mercuana

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 21 Juni 2024 | 10:30 WIB
PROVINSI DKI JAKARTA

WP Perlu Mutakhirkan NIK, Bapenda DKI: Agar Insentif PBB Tepat Sasaran

Jum'at, 21 Juni 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Penempatan DHE SDA dengan Insentif Pajak, Begini Realisasinya

Senin, 17 Juni 2024 | 20:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Tahukah Anda, Karpet Pernah Kena Pajak Barang Mewah?

Senin, 17 Juni 2024 | 08:00 WIB
PMK 28/2024

Ada Tax Holiday, DJP Ajak WPDN dan SPLN Pindahkan Kantor ke IKN

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?