Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sertel WP Badan Masih Bisa Dipakai, Ada Pajak Natura Saat Lapor SPT

A+
A-
3
A+
A-
3
Sertel WP Badan Masih Bisa Dipakai, Ada Pajak Natura Saat Lapor SPT

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memastikan penggunaan sertifikat elektronik (sertel) berdasarkan PMK 147/2017 masih berlaku. Sampai saat ini, otoritas pajak belum menerbitkan ketentuan teknis mengenai penandatanganan dokumen elektronik dan penggunaan sertel sesuai dengan PMK 63/2021.

Topik tentang sertel menjadi salah satu isu yang paling disorot netizen dalam sepekan terakhir. Guna menandatangani sertifikat elektronik, wajib pajak masih dipersilakan memakai sertel wajib pajak badan.

"Saat ini penandatanganan SPT Unifikasi (e-Bupot Unifikasi) masih dapat menggunakan sertel wajib pajak badan," kata DJP.

DJP menyatakan ketentuan teknis mengenai penggunaan sertel berdasarkan PMK 63/2021 masih belum diterbitkan sehingga wajib pajak masih harus menunggu dan tetap menggunakan sertel wajib pajak badan yang ada saat ini.

Artinya, penggunaan sertel, EFIN, dan kode verifikasi sesuai dengan ketentuan lama masih tetap berlaku sampai dengan adanya sertel dan kode otorisasi DJP di dalam sistem informasi DJP.

Selain itu, DJP memastikan bahwa penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan berbentuk elektronik yang diproses secara otomatis melalui laman DJP dengan menggunakan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi masih dapat dilakukan.

Pengumuman lengkap DJP mengenai pembahasan tersebut, baca 'Pengumuman Terbaru Ditjen Pajak Soal Sertel, EFIN, dan Kode Verifikasi'.

Selain soal sertel, topik tentang pajak atas natura dan/atau kenikmatan juga ramai dibahas publik. Kini, wajib pajak punya kewajiban menghitung dan membayar sendiri PPh yang terutang atas natura atau kenikmatan yang diterima sepanjang tahun pajak 2022. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan walau PP 55/2022 baru terbit pada akhir 2022, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menyatakan ketentuan PPh dalam undang-undang tersebut berlaku sejak tahun pajak 2022. Artinya, ketentuan soal natura sejatinya sudah berlaku sejak tahun lalu.

"Treatment untuk natura sebagai biaya bagi pemberi dan penghasilan bagi penerima telah diatur dalam UU HPP dan berlaku mulai tahun tahun pajak 2022," ujar Suryo.

Bila wajib pajak menerima natura atau kenikmatan pada tahun pajak 2022, penghasilan nontunai tersebut harus dihitung sendiri oleh wajib pajak dan dibayar oleh wajib pajak paling lambat saat jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan 2022, yakni 31 Maret 2023.

Suryo menerangkan ketentuan soal natura dan kenikmatan dalam PP 55/2022 lebih banyak mengatur tentang tata cara pemotongan PPh atas natura dan kenikmatan tersebut.

Nantinya, masih akan ada peraturan menteri keuangan (PMK) yang diterbitkan untuk memerinci mekanisme pemotongan pajak atas natura oleh pemberi kerja. Pemotongan pajak baru dilakukan pada tahun ini.

Baca artikel lengkapnya, 'Karyawan Wajib Bayar Pajak Natura Saat Lapor SPT 2022, Begini Kata DJP'.

Selanjutnya, selain kedua topik di atas, masih ada sejumlah isu perpajakan lain yang juga berhasil menarik perhatian netizen belakangan ini. Di antaranya, terbitnya Perpu Cipta Kerja, polemik mengenai 'gaji Rp5 juta kena pajak 5%', hingga ketentuan soal PPh final UMKM.

Beriku adalah ulasan lengkapnya.

1. Perpu Cipta Kerja Terbit, Ini Dampaknya Terhadap Ketentuan Pajak

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja turut berdampak terhadap ketentuan perpajakan.

Merujuk pada Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113 Perpu Cipta Kerja yang masing-masing merevisi UU PPh, UU PPN, dan UU KUP, tampak bahwa pasal-pasal yang sudah direvisi melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tidak direvisi lagi melalui Perpu Cipta Kerja.

"[Perppu 2/2022 sudah] sinkronisasi dan harmonisasi dengan UU 7/2021 tentang HPP dan UU 1/2022 tentang HKPD," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

2. Soal Gaji Rp5 Juta Kena Pajak 5%, Begini Keterangan Resmi DJP

Publik tengah ramai memperbincangkan mengenai pengenaan pajak 5% atas gaji Rp5 juta. Terkait dengan hal ini, DJP menyampaikan keterangan resmi.

Dalam Siaran Pers No. SP-1/2023, DJP mengatakan sejak diterbitkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), aturan mengenai lapisan tarif PPh orang pribadi disesuaikan agar lebih adil dengan berpihak kepada kelompok masyarakat kecil dan menengah.

“Lapisan tarif PPh yang berlaku saat ini menggantikan lapisan tarif yang sudah berlaku sejak Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh,” tulis DJP dalam siaran pers tersebut.

Bagaimana perhitungan pajak terhadap 'gaji Rp5 juta'? Simak artikel lengkapnya dengan mengeklik tautan pada judul di atas.

3. WP Orang Pribadi UMKM Masih Bisa Pakai PPh Final 0,5% Hingga 2024

Wajib pajak orang pribadi UMKM yang memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 masih memiliki kesempatan untuk menunaikan kewajiban pajaknya menggunakan skema tersebut hingga tahun pajak 2024.

Sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) PP 55/2022, wajib pajak orang pribadi UMKM dapat memanfaatkan skema PPh final selama maksimal 7 tahun pajak. Bila wajib pajak orang pribadi terdaftar sejak sebelum berlakunya PP 23/2018, PPh final UMKM dapat dimanfaatkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang dimaksud pada Pasal 5 PP 23/2018.

"Walaupun dengan adanya PP ini [PP 55/2022], jangka waktu tertentu pengenaan PPh final tetap meneruskan jangka waktu berdasarkan PP 23/2018 atau tidak diulang dari awal," tulis DJP dalam keterangan resminya.

4. DJP Bakal Uji Kepatuhan 5 Tahun ke Belakang dan Awasi Pembayaran Masa

DJP akan melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak sebagai bagian dari upaya untuk mencapai target penerimaan pajak pada tahun ini.

Suryo Utomo mengatakan uji kepatuhan terhadap wajib pajak akan dilakukan dengan menggunakan data dan informasi yang selama ini dikumpulkan oleh otoritas. Prioritas uji kepatuhan dilakukan untuk tahun pajak 5 tahun ke belakang.

“Kami melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak, khususnya terkait dengan tahun pajak-tahun pajak 5 tahun ke belakang sebelum daluwarsa penetapan yang dilakukan,” ujar Suryo.

5. NSFP Sisa Tahun Lalu Perlu Dihapus di e-Faktur, Ternyata Ini Alasannya

DJP kembali mengingatkan wajib pajak tentang penggunaan nomor seri faktur pajak (NSFP). Atas NSFP tahun pajak 2022 lalu yang tidak terpakai, DJP menyebutkan, pengusaha kena pajak (PKP) tidak perlu mengembalikannya ke KPP.

Namun, PKP tetap perlu menghapus NSFP yang tidak terpakai pada menu referensi nomor faktur pada aplikasi e-Faktur Desktop.

"Pengembalian NSFP sudah tidak diatur lagi, sehingga atas NSFP tidak terpakai silakan dihapus melalui aplikasi e-Faktur Desktop saja," cuit DJP melalui akun @kring_pajak di Twitter. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak sepekan, sertifikat elektronik, sertel, SPT Tahunan, lapor SPT, PPN, natura

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 30 Juni 2024 | 08:00 WIB
PMK 7/2024

Diskon PPN Rumah DTP Turun Jadi 50 Persen, Berlaku Mulai Juli 2024

Sabtu, 29 Juni 2024 | 11:45 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Integrasi NIK-NPWP Berlaku 2 Hari Lagi, Pihak Lain Diberi Kelonggaran

Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Jum'at, 28 Juni 2024 | 13:30 WIB
KPP PRATAMA BADUNG UTARA

Petugas Pajak Sisir WP yang Lakukan Kegiatan Membangun Sendiri

berita pilihan

Minggu, 07 Juli 2024 | 15:30 WIB
UU KUP

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak, PKP dan Pemotong Sesuai UU KUP

Minggu, 07 Juli 2024 | 15:00 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Selasa Besok, KY Gelar Seleksi Wawancara Calon Hakim Agung Pajak

Minggu, 07 Juli 2024 | 13:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terima Dana Sponsorship Kena Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Minggu, 07 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN JEMBER

Ada Kenaikan NJOP, Target Penerimaan PBB-P2 Tahun Ini Tidak Berubah

Minggu, 07 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Pelaku Usaha Kesehatan Perlu Didorong Manfaatkan Supertax Deduction

Minggu, 07 Juli 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Penggunaan Layanan Pajak dengan NIK, NPWP 16 Digit, dan NITKU

Minggu, 07 Juli 2024 | 10:30 WIB
KANWIL DJP JAWA TENGAH II

Tagih Tunggakan Pajak, Juru Sita Blokir Rekening Milik 157 WP

Minggu, 07 Juli 2024 | 09:30 WIB
AUSTRALIA

Per 1 Juli 2024, Negara Ini Pangkas Tarif Pajak Penghasilan

Minggu, 07 Juli 2024 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Anggota DPR Usulkan Perguruan Tinggi Swasta Bebas Pungutan PBB