Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Upaya Meningkatkan Kadar Kepatuhan Pajak di Berbagai Negara

A+
A-
0
A+
A-
0
Upaya Meningkatkan Kadar Kepatuhan Pajak di Berbagai Negara

CURRENT law and administration are inadequate to the task of maintaining integrity of the tax system,” demikian pendapat Alison Christian mengenai sistem pajak di dunia yang rentan akan aktivitas penggelapan pajak.

Ditambah lagi, skema perencanaan pajak yang agresif tidak lagi mengenal batasan yurisdiksi dan semakin kompleks dari waktu ke waktu. Tak ayal, pembenahan sistem pajak menjadi pekerjaan rumah yang signifikan bagi para otoritas di berbagai negara. Perbaikan aspek kepatuhan pajak pun menjadi salah satu prioritasnya.

Terkait dengan upaya untuk memobilisasi penerimaan berbasis aspek kepatuhan tersebut, IBFD kemudian menerbitkan buku yang berjudul “Improving Tax Compliance in A Globalized World”. Tak hanya itu, penggalian informasi dalam buku ini juga dilakukan untuk menemukan solusi memperbaiki kinerja kepatuhan pajak berbagai negara.

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Berisikan laporan nasional dari 33 negara, setiap bab dalam buku ini secara garis besar terbagi menjadi empat bagian. Pertama, analisis mengenai tax gap yang menjabarkan estimasi tax gap yang dilakukan pemerintah di berbagai negara. Adapun tax gap – baik secara keseluruhan, per sektor, maupun per jenis pajak – sering kali digunakan untuk mengetahui adanya “celah kebocoran” dalam penerimaan.

Bagian pertama ini juga menunjukkan potensi penerimaan negara yang hilang akibat adanya ketidakpatuhan dalam sistem perpajakan. beberapa negara juga menggunakannya untuk pemetaan distribusi beban dan manfaat (fiscal incidence) dari suatu sistem pajak.

Kedua, analisis mengenai akses informasi yang diperoleh para otoritas pajak. Bagian ini dibuka dengan penjabaran berbagai sumber data yang dapat diakses oleh para otoritas pajak, yakni mulai dari wajib pajak sendiri serta dari pihak ketiga. Adapun pihak ketiga yang dimaksud meliputi pihak perbankan domestik hingga otoritas perpajakan negara lain melalui skema pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan.

Baca Juga: Tidak Padankan NIK Jadi NPWP, Status NPWP Berubah Jadi Non-Aktif?

Selain itu, ulasan yang tak kalah penting pada bagian ini mengenai cara para otoritas pajak di berbagai negara melakukan manajemen atas data dan informasi yang telah diperoleh tersebut. Ulasan ini secara tidak langsung mampu menjadi indikator kapasitas otoritas pajak di berbagai negara untuk melakukan pengolahan atas berbagai data yang telah dihimpun, terutama untuk tujuan pengambilan keputusan.

Ketiga, analisis pola kerja sama antara otoritas pajak dengan unit-unit pemerintah lainnya. Salah satu yang menarik dalam bagian ini dapat dicermati dalam kasus Indonesia, yakni terkait pertukaran data untuk tujuan perpajakan.

Sebagaimana diketahui, DJP telah mengimplementasikan AEoI dengan tujuan tersebut sejak diterbitkannnya UU No. 9 Tahun 2017. Namun, unit internal lain di pemerintah juga telah menerapkan kebijakan pertukaran informasi yang serupa, yakni melalui Peraturan OJK No. 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak Daerah, Pemkot Sasar Pujasera atau Food Court

Ulasan pada bagian ketiga ini turut menggambarkan efektivitas pola koordinasi dalam unit internal pemerintah. Lebih lanjut, analisis pada bagian ini juga dapat digunakan untuk meminimalkan adanya tumpang tindih peran unit-unit pemerintah itu sendiri.

Keempat, analisis mengenai manajemen risiko dan implementasi kepatuhan kooperatif di berbagai negara. Adapun bagian ini mengulas perubahan paradigma hubungan antara wajib pajak dengan otoritas pajak di berbagai negara.

Seperti diketahui, walaupun bersifat memaksa, pemungutan pajak di berbagai negara menunjukkan tren yang semakin berorientasi pada kepuasan klien, yang dalam hal ini ialah para wajib pajak. Oleh karena itu, otoritas pajak akan semakin dituntut untuk melakukan penyederhanaan pada sistem pajak dan meningkatkan kualitas layanannya.

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Terlebih, banyak pula kasus ketidakpatuhan pajak yang ternyata bukan didasari oleh motif kesengajaan. Atas hal tersebut, beberapa solusi yang kerap diimplementasikan ialah penyederhanaan regulasi (simplification rules) dan penggunaan teknologi informasi yang memudahkan prosedur administrasi perpajakan. Tak luput, bagian ini juga mengulas peranan data dan informasi yang dapat diakses oleh para otoritas pajak dalam melakukan manajemen risiko guna meningkatkan kepatuhan para wajib pajaknya.

Dengan sistematika yang terstruktur, buku yang dieditori oleh Chris Evans, Michael Lang, Alexander Rust, J. Schuch, Claus Stringer, dan Pasquale Pistone ini telah menghadirkan suatu analisis tren yang komprehensif kepada para pembacanya, baik dari sisi administrasi maupun kebijakan.

Namun demikian, beberapa bab dalam buku ini cenderung lebih bersifat deskriptif ketika beberapa tulisan lainnya telah menjabarkan secara analitis. Terlepas dari kekurangan tersebut, buku yang terbit pada 2018 ini tetap sangat layak menjadi acuan untuk memahami berbagai upaya pembenahan kepatuhan dalam suatu sistem pajak.

Baca Juga: Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Silakan langsung berkunjung ke DDTC Library untuk mengulas berbagai potensi kebijakan yang dapat mengoptimalkan kadar kepatuhan pajak berdasarkan tren di berbagai negara.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : buku, buku pajak, kepatuhan pajak, kebijakan pajak, DDTC Library

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 26 Juni 2024 | 16:00 WIB
REFORMASI PAJAK

Tidak Ada Sanksi Bagi Wajib Pajak yang Tak Kunjung Padankan NIK-NPWP?

Selasa, 25 Juni 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Tindak Lanjut SP2DK yang Dikirim, KPP Konfirmasi Data Langsung ke WP

Selasa, 25 Juni 2024 | 18:14 WIB
KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Kanwil DJP Jakbar Apresiasi 110 Wajib Pajak, Ada Dewi Perssik

Selasa, 25 Juni 2024 | 16:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

World Bank Perkirakan Tax Gap Indonesia Capai 6%, Ini Faktor-Faktornya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya