Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

WP Badan Lapor Rugi Bakal Kena PPh Minimum 1% dari Omzet

A+
A-
56
A+
A-
56
WP Badan Lapor Rugi Bakal Kena PPh Minimum 1% dari Omzet

Materi yang disampaikan Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/7/2021). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengusulkan pengenaan alternative minimum tax (AMT) atau pajak penghasilan (PPh) minimum dengan tarif sebesar 1%.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan AMT perlu dimasukkan dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) karena adanya tren peningkatan wajib pajak yang membukukan kerugian selama 5 tahun berturut dan tidak membayar pajak. Meski terus merugi, perusahaan-perusahaan ini masih terus beroperasi di Indonesia.

"Ini di antaranya akibat cost yang tinggi karena transfer mispricing. Ini trigger bagi kami untuk menangkal penghindaran pajak dengan model seperti ini," ujar Suryo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/7/2021).

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

AMT akan berperan sebagai safeguard dengan mengenakan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1% dari penghasilannya.

Penghasilan yang dimaksud baik dari kegiatan usaha maupun luar kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya terkait, tidak termasuk penghasilan yang dikenai PPh final dan bukan objek pajak.

Suryo mengatakan tidak semua wajib pajak badan yang rugi akan dikenai AMT. Beberapa wajib pajak yang akan dikecualikan dari AMT antara lain wajib pajak badan yang belum berproduksi secara komersial, wajib pajak yang secara natural mengalami kerugian, dan wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas seperti tax holiday dan lain sebagainya.

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Seperti diketahui, total wajib pajak yang melaporkan kerugian secara berturut-turut selama 5 tahun meningkat dari 5.199 wajib pajak pada 2012 hingga 2016 menjadi 9.496 wajib pajak pada 2015 hingga 2019. Hal ini mengindikasikan maraknya praktik pengelakan pajak yang terjadi di Indonesia. Simak pula ‘Waduh, Porsi SPT Badan dengan Status Rugi Fiskal Terus Naik’.

Selama ini, Indonesia hanya memiliki specific anti-avoidance rule (SAAR) untuk menangkal praktik penghindaran pajak. Selain AMT, RUU KUP juga mengusulkan klausul baru tentang general anti-avoidance rule (GAAR).

Melalui GAAR, otoritas pajak akan memiliki kewenangan untuk membatalkan atau mengoreksi suatu transaksi untuk tujuan pajak jika transaksi tersebut tidak memiliki substansi ekonomi atau semata-mata dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pajak. (kaw)

Baca Juga: Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : revisi UU KUP, AMT, PPh minimum, rugi fiskal, Ditjen Pajak, DJP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

i ketut mulawarman

Selasa, 06 Juli 2021 | 12:25 WIB
Kalau rugi kena pajak agak aneh deh, apalagi 1% dari omset. Kalau omset 2M tapi masih rugi, bayar pajak sudah 20jt, sedangkan kalau untung rata2 5% lah keuntungan bersihnya jadi 100jt, dikalikan tarif 11% (karena dibawah 4,8M) jadi bayar pajak cuman 11jt saja.. Jadi bingung saya..

i ketut mulawarman

Selasa, 06 Juli 2021 | 12:25 WIB
Kalau rugi kena pajak agak aneh deh, apalagi 1% dari omset. Kalau omset 2M tapi masih rugi, bayar pajak sudah 20jt, sedangkan kalau untung rata2 5% lah keuntungan bersihnya jadi 100jt, dikalikan tarif 11% (karena dibawah 4,8M) jadi bayar pajak cuman 11jt saja.. Jadi bingung saya..
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:38 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Dirjen Pajak Tegaskan Coretax Tidak Hanya Digunakan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:05 WIB
PER-6/PJ/2024

Hingga Akhir 2024, NPWP 16 Digit dan NPWP 15 Digit Jalan Bersamaan

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Konsumen Minta Faktur Pajak dengan NPWP 16 Digit, Apakah Bisa?

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:41 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya