Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Youtube Rilis Persyaratan Layanan Baru, Ada Poin Soal Pembayaran Pajak

A+
A-
7
A+
A-
7
Youtube Rilis Persyaratan Layanan Baru, Ada Poin Soal Pembayaran Pajak

Ilustrasi. (Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Perusahaan digital Google resmi memperbarui syarat dan ketentuan layanan pada platform streaming video Youtube bagi penggunanya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Youtube melalui email yang dikirimkan kepada penggunanya menyebut salah satu poin yang berubah yakni kemungkinan perusahaan langsung memotong pajak jika Amerika Serikat (AS) telah mengaturnya. Ketentuan itu berlaku mulai November 2020 untuk pengguna di AS dan mulai 1 Juni 2021 bagi pengguna di luar AS.

"Pembayaran pendapatan dari Youtube akan dianggap sebagai pembayaran royalti dari perspektif pajak Amerika Serikat dan Google akan memotong pajak dari pembayaran tersebut sebagaimana diwajibkan menurut hukum," bunyi pemberitahuan tersebut, dikutip Kamis (27/5/2021).

Baca Juga: Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Youtube menjelaskan pembayaran royalti akan diterima pengguna jika terdapat perjanjian dengan platform, misalnya melalui YouTube Partner Program (YPP). Perubahan dari pembaruan ketentuan layanan itu juga tidak akan memengaruhi setelan monetisasi YPP.

Youtube kemudian memberitahukan setiap YPP yang berada di luar AS harus memberikan informasi pajak lengkap di AdSense secepatnya. Nantinya, Youtube akan menentukan apakah pemotongan/pemungutan pajak AS berlaku untuk pembayaran YPP tersebut atau tidak.

Jika YPP tidak memberikan informasi pajak hingga 31 Mei 2021, Google kemungkinan akan memotong total penghasilan dari seluruh dunia hingga sebesar 24%.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

"Google dapat mulai memotong/memungut pajak atas pembayaran mulai bulan Juli 2021 (yang mencakup penghasilan bulan Juni) jika pajak potong/pungut berlaku," bunyi penjelasan tersebut.

Saat ini, Google telah diwajibkan untuk mengumpulkan informasi pajak dari kreator yang tergabung dalam YPP. Jika potongan pajak berlaku, Google akan memotong/memungut pajak atas penghasilan Youtuber yang diperoleh dari penonton di AS melalui tampilan iklan, YouTube Premium, Super Chat, Super Stickers, dan langganan Channel.

Pemotongan/pemungutan pajak tersebut didasarkan pada Pasal 3 Hukum Pendapatan Dalam Negeri Amerika Serikat (U.S. Internal Revenue Code). Google pun bertanggung jawab untuk mengumpulkan informasi pajak, memotong/memungut pajak, dan melapor ke Internal Revenue Service (IRS) apabila YPP menghasilkan pendapatan royalti yang diperoleh dari penonton di AS.

Baca Juga: Omzet UMKM Lampaui Rp4,8 Miliar, Sampai Kapan Boleh Pakai PPh Final?

Selain soal pajak, ada 2 aspek lain dalam ketentuan layanan Youtube yang berubah, yakni mengenai batasan-batasan pengenalan wajah dan hak Youtube melakukan monetisasi.

Youtube menyebut pengguna tidak dapat mengumpulkan informasi apa pun yang dapat mengidentifikasi seseorang tanpa izin. Meskipun persyaratan tersebut sudah mencakup informasi terkait pengenalan wajah, persyaratan yang baru kembali menegaskannya secara eksplisit.

Sementara mengenai hak untuk melakukan monetisasi, Youtube menjelaskan akan mulai menayangkan iklan pada sejumlah video. Hal ini tetap berlaku meskipun kreatornya tidak memiliki perjanjian monetisasi. Ketentuan akan diberlakukan secara bertahap.

Baca Juga: Omzet Sudah di Atas Rp500 Juta, Pedagang Ritel Didatangi Petugas Pajak

"Tidak akan ada bagi hasil dari iklan ini, tetapi kreator tetap dapat mendaftar ke YPP setelah mereka memenuhi kriteria kelayakan,” bunyi pemberitahuan tersebut. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Youtube, pembayaran pajak, royalti, Amerika Serikat

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

muhammad arul prasetio

Kamis, 03 Juni 2021 | 07:16 WIB
jika demikian, apakah ini akan menyebabkan timbulnya pajak berganda internasional?
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 16 Mei 2024 | 15:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH

Cara Bayar PBB Rumah di Tokopedia

Senin, 13 Mei 2024 | 18:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

AS Bakal Naikkan Bea Masuk Mobil Listrik China hingga 4 Kali Lipat

Minggu, 12 Mei 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Batas Waktu Pembayaran Pelaporan SPT Masa PPN dan PPnBM

Rabu, 08 Mei 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Satgas Digitalisasi Klaim Pembayaran Pajak Daerah Sudah 90% Nontunai

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya