Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sudah Masuk UU 2/2020, Pajak Transaksi Elektronik Jadi Diterapkan?

A+
A-
2
A+
A-
2
Sudah Masuk UU 2/2020, Pajak Transaksi Elektronik Jadi Diterapkan?

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Meskipun sudah masuk dalam UU 2/2020, pajak transaksi elektronik (PTE) masih belum akan diimplementasikan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (6/8/2021).

Analis Kebijakan Muda Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Melani Dewi Astuti mengatakan Indonesia masih akan menunggu hasil konsensus global. Simak Fokus Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital.

"Dengan adanya global agreement maka PTE, yang adalah contoh unilateral measures-nya Indonesia, harus dicabut," katanya dalam sebuah webinar.

Baca Juga: Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Sebanyak 132 dari 139 negara anggota OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS (IF) sudah sepakat untuk tidak menerapkan digital service tax (DST) atau aksi unilateral lainnya. Mereka akan mengatur implementasi dari aturan perpajakan internasional.

Selain mengenai prospek PTE, ada pula bahasan terkait dengan penggunaan aplikasi Smartweb akan memperkuat kemampuan Ditjen Pajak (DJP) dalam menganalisis hubungan istimewa yang dimiliki wajib pajak. Ada pula bahasan mengenai kinerja pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga: Sudah 7 Layanan Resmi Pakai NIK sebagai NPWP, Siap-Siap Bertambah!

Tunggu Konsensus Global

Analis Kebijakan Muda PKPN BKF Melani Dewi Astuti mengatakan pengenaan PTE tidak bertentangan dengan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Hal ini dikarenakan PTE adalah jenis pajak baru di luar rezim PPh.

Sesungguhnya PTE dapat dikenakan atas perusahaan yang memenuhi kriteria significant economic presence pada Pasal 6 ayat (7) UU No. 2/2020. Dalam ayat tersebut, suatu usaha dipandang memiliki kehadiran ekonomi signifikan bila memenuhi telah memenuhi threshold peredaran bruto, penjualan, dan pengguna aktif di Indonesia pada jumlah tertentu.

Baca Juga: Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

Namun, Indonesia masih belum menerapkan ketentuan ini karena menunggu tercapainya konsensus global. Simak pula ‘Bersiap Menyambut Arsitektur Baru Pajak Internasional’ dan ‘Pilar 1 Proposal Pajak OECD, Apa Untungnya bagi Indonesia?’. (DDTCNews)

Aplikasi Smartweb

Sesuai dengan SE-39/PJ/2021, Smartweb akan menampilkan beberapa informasi. Pertama, beneficial owner dan/atau ultimate beneficial owner. Kedua, grup wajib pajak yang merupakan kumpulan dua atau lebih wajib pajak dalam suatu kelompok usaha.

Baca Juga: E-Faktur Belum Pakai NPWP 16 Digit, Ini Penjelasan DJP

Ketiga, transaksi afiliasi atau transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh. Keempat, indikasi risiko ketidakpatuhan pelaporan transaksi afiliasi. Kelima, wajib pajak orang pribadi kaya beserta dengan keluarga dan/atau perusahaan grupnya.

“Aplikasi untuk memahami hubungan antara wajib pajak dengan keluarganya serta perusahaan yang dimilikinya,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. Simak ‘DJP Dapat Info WP OP Kaya, Keluarga, dan Perusahaan Grupnya Lewat Ini’. (DDTCNews)

Konsumsi Rumah Tangga

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 yang sebesar 7,07%.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan tersebut disebabkan membaiknya konsumsi masyarakat ketika kasus Covid-19 mulai menurun pada saat itu. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II/2021 sebesar 5,93% dengan kontribusi pada pertumbuhan sebesar 3,17%.

Perbaikan konsumsi berimplikasi pada penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada semester I/2021 yang tercatat senilai Rp217,66 triliun atau tumbuh 14,84% secara tahunan.

Baca Juga: Belum Semua Layanan Pajak Mengakomodasi NIK, NPWP 16 Digit, dan NITKU

Kinerja penerimaan PPN dan PPnBM tersebut menyumbang sekitar 39% dari total penerimaan pajak pada semester I/2021. Kinerja tersebut sekaligus mencapai sekitar 41,98% dari target yang dipatok dalam APBN senilai Rp518,55 triliun. Simak ‘Keluar dari Resesi, Sri Mulyani: Seluruh Mesin Pertumbuhan Mulai Pulih’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Dampak Pemberian Insentif PPnBM Mobil DTP

BPS mencatat lapangan usaha perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya pada kuartal II/2021 mengalami pertumbuhan 37,88% secara tahunan.

Baca Juga: DJP Belum Saklek Terapkan NIK sebagai NPWP, Jadinya Berlaku Gradual

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan itu berbanding terbalik dengan situasi pada kuartal sebelumnya yang minus 5,46%. Pertumbuhan itu, menurutnya, terjadi karena pemberian insentif PPnBM atas mobil ditanggung pemerintah (DTP)

"Ini lagi-lagi karena kebijakan pemerintah. Adanya program relaksasi PPnBM yang menyebabkan permintaan mobil, sepeda motor, dan reparasinya tumbuh 37,88%," katanya. (DDTCNews)

Penerbitan SP2DK

Baca Juga: Integrasi NIK-NPWP Berlaku 2 Hari Lagi, Pihak Lain Diberi Kelonggaran

DJP mengharapkan wajib pajak memanfaatkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sebagai fasilitas untuk memperbaiki pelaksanaan kewajiban perpajakan dan terhindar dari risiko pemeriksaan.

Pasalnya, SP2DK tidak serta merta terbit dan dikirim kepada wajib pajak. Dia menjelaskan proses diawali dengan kegiatan pengawasan melalui penelitian atas kepatuhan wajib pajak. Jika fiskus membutuhkan klarifikasi atas data dan informasi yang dimiliki maka dapat diterbitkan SP2DK kepada wajib pajak. Simak ‘Terbitkan SP2DK, DJP Harapkan Respons Seperti Ini dari Wajib Pajak’. (DDTCNews) (kaw)

Baca Juga: Penerapan NIK sebagai NPWP, Pihak Lain Diberi Waktu hingga Akhir Tahun

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, berita pajak, pajak transaksi elektronik, PTE, UU 2/2020. konsensus global

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Dika Meiyani

Jum'at, 06 Agustus 2021 | 09:08 WIB
Semoga dapat membantu penerimaan negara
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 12 Juni 2024 | 08:03 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Banyak AR Bakal Jadi Fungsional, Menkeu Mohon Anggaran Tak Dipangkas

Selasa, 11 Juni 2024 | 09:05 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Perkembangan Coretax DJP, Deployment Direncanakan Akhir 2024

Senin, 10 Juni 2024 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Perluas Basis Pajak, Sri Mulyani Tambah Power KPP Pratama dan Madya

Sabtu, 08 Juni 2024 | 10:45 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Coretax Canggih! DJP Bisa Collect Data Transaksi WP secara Seamless

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya