Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Melihat Tren Penerapan Safe Harbour dalam Regulasi Transfer Pricing

A+
A-
0
A+
A-
0
Melihat Tren Penerapan Safe Harbour dalam Regulasi Transfer Pricing

PENERAPAN prinsip arm’s length principle (ALP) dalam analisis transfer pricing kerap kali memberikan tantangan. Mulai dari kesulitan menemukan pembanding yang tepat hingga menimbulkan beban kepatuhan. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai negara menerapkan apa yang disebut sebagai safe harbour.

Mengacu pada Para 4.101 dan 4.102, OECD Guidelines 2017, safe harbour didefinisikan sebagai pilihan untuk mengikuti ketentuan transfer pricing yang lebih sederhana atau dibebaskan dari kewajiban ketentuan transfer pricing yang berlaku secara umum, bagi wajib pajak, sektor, atau transaksi tertentu. Harga atau nilai yang mengacu pada ketentuan safe harbour akan secara otomatis diterima oleh otoritas pajak.

Bagi wajib pajak, safe harbour memberikan berbagai manfaat antara lain menyederhanakan dan mengurangi biaya kepatuhan, serta memberikan kepastian. Sementara itu, ketentuan tersebut akan menciptakan efisiensi bagi otoritas pajak sehingga mereka bisa fokus dalam pemeriksaan transaksi antarafiliasi yang berisiko tinggi.

Baca Juga: Melihat Porsi Belanja Perpajakan di Negara Anggota ADB

Namun, ketentuan tersebut mendapat kritik, terutama karena merupakan deviasi dari prinsip ALP, berpotensi menimbulkan pajak berganda, serta membuka peluang perencanaan pajak. Tak heran, jika pada OECD Guidelines 1995 dan 2010, safe harbour kurang disarankan (Darussalam, Septriadi, dan Kristiaji, 2013).

Seiring berjalannya waktu dan pengalaman di berbagai negara, safe harbour menjadi sesuatu yang direkomendasikan baik dalam OECD Guidelines maupun UN TP Manual. Bahkan, melalui UN TP Manual 2021 yang baru saja diperbarui, terdapat rekomendasi penerapan safe harbour bagi jasa yang memiliki nilai tambah rendah serta transaksi dengan nilai yang tidak materiel.

Hal ini juga dikarenakan tingginya biaya administrasi untuk analisis kedua transaksi tersebut yang kerap kali tidak sebanding dengan penerimaan yang akan diperoleh pemerintah. Lantas, bagaimana tren penerapan safe harbour di negara lain?

Baca Juga: Inflasi Juni 2024 Capai 2,51 Persen, Menurun dari Bulan Lalu

Informasi mengenai hal tersebut bisa diakses pada data Transfer Pricing Country Profiles yang dibangun OECD. Data tersebut terakhir diperbarui per 12 Januari 2021. Basis data ini pada dasarnya menghimpun regulasi transfer pricing di 57 negara dan menelaah sejauh mana kesesuaian regulasi tiap negara dengan OECD Guidelines.

Terdapat beberapa temuan yang perlu menjadi perhatian. Pertama, sebanyak 19 dari 57 negara (33,3%) memberlakukan ketentuan safe harbour. Proporsi itu mengindikasikan cukup banyak negara yang membuka ruang bagi penyederhanaan analisis transfer pricing.

Kedua, ketentuan safe harbour di 19 negara tersebut umumnya diterapkan bagi jenis transaksi tertentu, yaitu sebanyak 17 negara. Jenis transaksi yang tidak perlu dianalisis menggunakan prinsip ALP dan membutuhkan pembanding tersebut umumnya ialah jenis jasa intragrup baik jasa yang bersifat pendukung, rutin, dan/atau dengan nilai tambah rendah, serta transaksi pendanaan melalui pinjaman antarafiliasi.

Baca Juga: 2 Profesional DDTC Ulas Transfer Pricing di Publikasi Internasional

Untuk jasa tertentu, ketentuan safe harbour diterapkan dengan margin tertentu, sedangkan pinjaman dengan karakteristik tertentu diimplementasikan (rentang) suku bunga tertentu yang dirilis oleh otoritas yang berwenang atau merujuk pada suku bunga pasar keuangan internasional.

Ketiga, ketentuan safe harbour yang menyasar kepada industri dan/atau wajib pajak tertentu tidak banyak diberlakukan. Tercatat hanya 4 negara yang menerapkan bagi wajib pajak tertentu. Contoh, opsi penggunaan safe harbour di Australia dapat diberikan kepada wajib pajak kecil atau distributor.

Sementara itu, Meksiko mengenakannya safe harbour terhadap perusahaan maquiladora. Sebagai informasi, maquiladora merupakan perusahaan padat karya, minim risiko, dan memiliki karakteristik seperti toll manufacturer (Hejazi, 2009)

Baca Juga: World Bank Perkirakan Tax Gap Indonesia Capai 6%, Ini Faktor-Faktornya

Untuk jenis industri tertentu, terdapat 5 negara yang memberlakukan aturan safe harbour. Misal, Luksemburg menerapkan safe harbour bagi perusahaan yang bergerak dalam sektor pembiayaan dan keuangan.

Sebagai penutup, ketentuan safe harbour diprediksi kian populer dengan mempertimbangkan berbagai manfaat yang akan diterima. Ketentuan ini juga menawarkan suatu kepastian di tengah implementasi transfer pricing sebagai not exact science. (rig)

Baca Juga: Tahukah Anda, Karpet Pernah Kena Pajak Barang Mewah?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : statistik, transfer pricing, safe harbour, kebijakan pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Parti SE

Selasa, 25 Mei 2021 | 08:48 WIB
terima kasih telah melewati lebaran asyiiik somoga selanjutnya makiiin aaaasyyiiiiik

Parti SE

Selasa, 25 Mei 2021 | 08:48 WIB
terima kasih telah melewati lebaran asyiiik somoga selanjutnya makiiin aaaasyyiiiiik
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 25 April 2024 | 09:12 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Naikkan Tax Ratio 2025, Kadin Harap Ekstensifikasi Pajak Digencarkan

Rabu, 24 April 2024 | 09:30 WIB
KEANGGOTAAN OECD

Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Selasa, 09 April 2024 | 10:00 WIB
MALAYSIA

Rencana Pengenaan PPnBM di Malaysia Ditangguhkan Sementara

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya