Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Rencana Aksi BEPS Tak Mudah bagi Negara Berkembang, Ini Alasannya

A+
A-
0
A+
A-
0
Rencana Aksi BEPS Tak Mudah bagi Negara Berkembang, Ini Alasannya

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkapkan negara-negara berkembang masih menghadapi banyak hambatan dalam mengimplementasikan BEPS Action Plan atau Rencana Aksi BEPS.

OECD mencatat masih terdapat banyak tantangan dari sisi kapasitas otoritas pajak dalam melaksanakan Rencana Aksi BEPS. Meski demikian, negara berkembang tetap memiliki peran penting dalam memperkuat sistem perpajakan internasional.

Oleh karena itu, OECD bersama organisasi lainnya tetap memberikan bantuan melalui asistensi teknis dan pengembangan kompetensi.

Baca Juga: Anggota Parlemen Ini Usulkan Minuman Berpemanis Kena Cukai 20 Persen

"Bantuan lebih lanjut dapat memberikan kontribusi dalam upaya domestic resource mobilization (DRM) yang dilakukan oleh negara berkembang," tulis OECD pada laporan Developing Countries and the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS, dikutip Kamis (14/10/2021).

Menurut OECD, negara berkembang masih memerlukan bantuan dalam memenuhi ketentuan country-by-country reporting (CbCR). Hingga saat ini, hanya 3 negara berkembang non-OECD/G20 yang dapat memenuhi standar pada ketentuan CbCR.

Selanjutnya, masih terdapat banyak negara berkembang yang belum memiliki ketentuan yang efektif untuk membatasi excessive interest deduction.

Baca Juga: Negara Ini Siapkan Kembali Insentif Pajak untuk Tenaga Ahli Asing

Negara berkembang juga diketahui masih akan memerlukan asistensi untuk menerapkan Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE). Asistensi dan peningkatan pemahaman mengenai solusi 2 pilar diperlukan agar kedua proposal dapat dilaksanakan secara efektif dan tepat waktu.

"Kegagalan dalam merespons kebutuhan capacity building bisa menghambat implementasi dari solusi 2 pilar dan menggerus komitmen negara berkembang dalam menerapkan kedua proposal tersebut," tulis OECD.

Selanjutnya, negara-negara berkembang terutama yang kaya SDA masih menghadapi banyak tantangan dalam memajaki penghasilan dari sektor tambang.

Baca Juga: Per 1 Juli 2024, Negara Ini Pangkas Tarif Pajak Penghasilan

Di banyak negara berkembang, sektor pertambangan belum dapat dipajaki secara optimal akibat banyak kebijakan fiskal warisan pemerintahan sebelumnya yang sudah tak relevan. Belum lagi, banyaknya kebijakan khusus bagi sektor tambang, masifnya praktik BEPS oleh korporasi multinasional, dan korupsi. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak internasional, rencana aksi BEPS, country by country report, konsensus global

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya