Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Terima Telepon Mengaku KPP Tagih Utang Pajak? DJP Beri Saran Ini

A+
A-
5
A+
A-
5
Terima Telepon Mengaku KPP Tagih Utang Pajak? DJP Beri Saran Ini

JAKARTA, DDTCNews - Sejumlah wajib pajak melaporkan adanya telepon masuk yang mengaku sebagai petugas dari kantor pelayanan pajak (KPP). Sambungan telepon tersebut berisi penagihan kepada wajib pajak atas utang pajaknya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/3/2023).

Merespons laporan tersebut, Ditjen Pajak (DJP) menegaskan bahwa mekanisme penagihan utang pajak tidak dilakukan melalui telepon KPP. Karenanya, wajib pajak yang mendapatkan telepon berisi penagihan utang pajak bisa kemudian mengonfirmasikannya kepada KPP terdaftar. Konfirmasi dilakukan melalui kontak KPP terkait yang dapat dilihat pada http://pajak.go.id/id/unit-kerja.

"Untuk mekanisme penagihan melalui telepon dari KPP tidak ada ya. Apabila memang mendapatkan telepon dari KPP untuk mengingatkan terkait utang pajak silakan dikonfirmasi ke KPP terkait," cuit Kring Pajak menjawab pertanyaan netizen.

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Otoritas juga menegaskan utang pajak yang tidak dilunasi dalam jangka waktu tertentu akan ditagih. Adapun penagihan dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak (STP). Sesuai dengan UU KUP, STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Berdasarkan pada Pasal 14 ayat (1) UU KUP, dirjen pajak dapat menerbitkan STP atas beberapa kondisi. Apa saja? Simak artikel 'DJP: Tidak Ada Mekanisme Penagihan Utang Pajak Lewat Telepon KPP'.

Selain mengenai telepon yang berisi penagihan pajak, ada pula pembahasan mengenai isu pemisahan DJP dari Kemenkeu yang kembali bergulir. Kemudian, ada pula pembahasan tentang perubahan nama Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) menjadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT), serta sejumlah isu lainnya.

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Penamaan KIHT Diganti

Pemerintah mengubah nama kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau.

Baca Juga: Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Melalui PMK 22/2023, pemerintah resmi mengatur pembentukan aglomerasi pabrik hasil tembakau. Beleid itu dirilis untuk mencabut PMK 21/2020 mengenai KIHT agar produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih berdaya saing.

Perubahan nama ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala IKM dan UMKM. Karenanya, pemerintah menilai perlu melakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau. (DDTCNews)

Wacana Pemisahan DJP dari Kemenkeu

Baca Juga: E-Bupot 21/26, DJP: Kalau Sudah Pemadanan, Sebaiknya Pakai NPWP Ini

Isu soal pemisahan DJP dari Kemenkeu kembali mencuat. Hal ini pun ditanggapi oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Menurutnya, wacana tersebut masih dikaji.

Apapun hasil dari kajian nantinya, Ma'ruf berharap DJP bisa lebih transparan terkait dengan kinerjanya dan bisa mencapai target rasio pajak.

"Begini, saya kira masalah kedudukan DJP itu sekarang sedang dikaji secara komprehensif. Kita tunggu hasilnya seperti apa, nanti manfaatnya, kebaikannya, dan lain sebagainya," kata Wapres Ma'ruf. (Detik)

Baca Juga: Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Pemanfaatan Fasilitas Fiskal Panas Bumi

Pemerintah kembali mendorong pemanfaatan berbagai fasilitas fiskal untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi. Terlebih, pemerintah telah menerbitkan PMK 172/2022 yang merevisi PMK 218/2019.

Dengan adanya perubahan peraturan pembebasan bea masuk dan/atau tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi tersebut, proses penyampaian permohonan fasilitas fiskal makin mudah karena dapat dilakukan secara online.

Baca Juga: Tagih Tunggakan Pajak, Juru Sita Blokir Rekening Milik 157 WP

“Segala kemudahan dari sisi administrasi sudah didukung back up teknologi yang demikian progresif berkembang dalam 1 tahun terakhir," kata Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Padmoyo Tri Wikanto dalam sosialisasi PMK 172/2022. (DDTCNews)

Mitigasi Terhadap Gejolak Ekonomi AS

Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah mewaspadai imbas dari ambruknya sejumlah bank di Amerika Serikat (AS). Pemerintah pun diminta untuk menyiapkan strategi agar efek ikutan dari persoalan ekonomi di AS tidak dirasakan secara signifikan oleh pelaku ekonomi di Tanah Air.

Baca Juga: Saat NIK-NPWP Diterapkan Penuh, DJP: WP Jangan Ada yang Tertinggal

Bambang juga mendorong Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama OJK dan Kementerian Keuangan. KSSK, ujarnya, perlu memitigasi berbagai risiko makro ekonomi domestik dan global yang dapat mengganggu ketahanan sistem keuangan.

"Untuk itu pemerintah tetap perlu menyiapkan antisipasi atas risiko yang mungkin muncul atau efek domino dari kebangkrutan beberapa bank besar di AS," kata Bambang.

Seperti diketahui, ada 3 bank di AS yang dinyatakan bangkrut. Ketiganya adalah Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Baca Juga: DJBC Mulai Beri Asistensi Fasilitas Kepabeanan kepada Investor di IKN

Laporan Realisasi Investasi Perlu Dipisah Per Tahun Perolehan

DJP mengimbau kepada wajib pajak penerima dividen untuk membuat laporan realisasi investasi secara terpisah bila dividen yang dimaksud diperoleh pada tahun pajak yang berbeda.

Sebagai contoh, bila wajib pajak menerima dividen pada 2021 dan 2022 serta menginvestasikannya sesuai dengan PMK 18/2021, wajib pajak perlu membuat laporan realisasi investasi masing-masing atas dividen tahun pajak 2021 dan tahun pajak 2022.

Baca Juga: Pemeriksaan WP Atas Data Konkret Tidak Bisa Diajukan Quality Assurance

"Jika dividen tersebut diperoleh pada tahun pajak yang berbeda, laporan realisasinya silakan dibuat terpisah. Untuk dividen yang diterima pada 2021 merupakan pelaporan kedua, sedangkan untuk dividen yang diterima tahun 2022 merupakan pelaporan pertama," tulis @kring_pajak menjawab pertanyaan wajib pajak. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, pelayanan pajak, outbound call, utang pajak, DJP, fasilitas fiskal, investasi, dividen

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 10:30 WIB
KANWIL DJP SUMSEL DAN KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Tagih Tunggakan Pajak, DJP Lelang Barang dan Sita Rekening Milik 30 WP

Kamis, 04 Juli 2024 | 09:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Mahasiswa dan Belum Bekerja, Perlukah Ikut Pemadanan NIK-NPWP?

Kamis, 04 Juli 2024 | 08:35 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

E-Faktur Belum Pakai NPWP 16 Digit, Ini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 19:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Pabrik Baterai EV di Karawang, Mendag Korsel Singgung Pajak

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Senin, 08 Juli 2024 | 14:11 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Senin, 08 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?