Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

AS dan 43 Negara Rumuskan Kebijakan Soal Kasus Pajak Orang Pribadi

A+
A-
1
A+
A-
1
AS dan 43 Negara Rumuskan Kebijakan Soal Kasus Pajak Orang Pribadi

WASHINGTON, DDTCNews – Belum adanya mekanisme pengenaan sanksi atas sengketa pajak bagi orang pribadi mendorong Amerika Serikat (AS) dan 43 negara di kawasan Eropa membuat kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Masing-masing negara itu, seperti dilansir Tax Notes International (Volume 93 No 3 2019), akan menerapkan kebijakan kerja sama yang diyakini akan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak orang pribadi.

Negara-negara di Eropa membuat kebijakan kerja sama dengan prinsip ne bis in idem guna mencegah pengenaan hukum yang ‘menumpuk’. Sementara itu,AS membuat kebijakan yang menekankan pada kerja sama antarlembaga lintas negara dan harmonisasi dengan aturan hukum yang lain.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

“Sistem penerapan sanksi atas sengketa pajak di AS akan diselaraskan dengan sistem pengenaan sanksi yang diatur dalam hukum perdata, hukum pidana, dan hukum korporasi,” ungkap Rod Rosenstein, Wakil Jaksa Agung AS, Kamis (31/01/2019).

Eropa sendiri akan mengenakan sanksi pajak dengan memperhatikan prinsip ne bis in idem yang diatur dalam Convention Implementing the Schengen Agreement. Prinsip itu acap digunakan untuk melindungi orang pribadi atau perusahaan dari hukuman kumulatif atas tindakan yang sama.

Beberapa alasan yang mendasari antara lain, pertama, prinsip tersebut menjamin suatu tindak pidana yang dilakukan orang pribadi di suatu negara hanya akan diselesaikan dengan proses hukum secara tunggal di negara tersebut.

Baca Juga: Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Kedua, prinsip itu mengatur negara penandatangan agreement tidak mengenakan hukuman atas kasus yang sama ketika kejahatan tersebut dilakukan di negaranya. Penerapan prinsip ne bis in idem ini merupakan prinsip yang telah lama diatur dalam perjanjian internasional.

Prinsip itu diatur dalam the European Convention on Human Rights (ECHR) 1950. Pasal 6 EUCHR menyatakan orang pribadi berhak untuk diselesaikan sengketanya dengan jalur persidangan yang adil dan memperoleh jaminan proses hukum.

Selain itu, prinsip itu juga diatur dalam International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966. Pasal 14 ayat 7 ICCPR menyatakan tak seorang pun yang dapat dihukum lagi atas pelanggaran yang sudah diputuskan oleh pengadilan berdasarkan hukum dan prosedur pidana dari setiap negara.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Sementara itu, kebijakan kerja sama atas pengenaan sanksi pajak yang dilakukan AS akan menekankan aturan hukum domestik. AS akan mengharmonisasi hukum pajak dengan Foreign Corrupt Practices Act 1977 (FCPA).

FCPA merupakan aturan yang secara teratur memperbaharui penyelesaian pidana yang dilakukan oleh perusahaan dan digunakan oleh beberapa lembaga domestik di AS, seperti Federal Bureau International dan U.S Postal Inspectors.

Ada beberapa unsur yang dipertimbangkan untuk mengenakan sanksi pajak, yaitu sifat dan beratnya pelanggaran, rekam jejak tindak pidana seseorang, jumlah denda dan hukuman lainnya, dan efek jera dari pengenaan sanksi yang diatur dalam aturan hukum tersebut.

Baca Juga: Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Dengan demikian, sanksi pajak yang efektif dapat dirumuskan dan dikenakan kepada orang pribadi. Internal Revenue Service (IRS)sendiri telah menjalin kerja sama dengan otoritas pajak di negara lain. Kerja sama itu terlihat dari pilot project yang dinamakan Joint Chiefs of Global Tax Enforcement (J5).

J5 merupakan kelompok yang terdiri atas 5 lembaga yaitu Australian Criminal Intelligence Commission and Australian Taxation Office, Canada Revenue Agency, Fiscale Inlichtingen- en Opsporingsdient, HM Revenue & Customs, dan IRS Criminal Investigation division. (Amu)

Baca Juga: Respons Perkembangan Teknologi AI, IMF Rekomendasikan Kebijakan Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak internasional, sengketa pajak, amerika serikat

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 21 Mei 2024 | 08:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

LeIP Gelar FGD Soal Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA

Jum'at, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Kamis, 16 Mei 2024 | 15:50 WIB
OPINI PAJAK

Menggagas Komunikasi Pajak yang Didasari Kesetaraan dan Kemitraan

Rabu, 15 Mei 2024 | 18:24 WIB
SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

Profiling Sengketa, AI, dan Landmark Putusan, Ini yang Diharapkan

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya