Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:00 WIB
LITERATUR PAJAK
Kamis, 27 Juni 2024 | 18:55 WIB
TIPS KEPABEANAN
Data & Alat
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Rabu, 12 Juni 2024 | 09:07 WIB
KURS PAJAK 12 JUNI 2024-18 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Aturan ALP, Hubungan Istimewa, dan Transfer Pricing Masuk PP 55/2022

A+
A-
19
A+
A-
19
Aturan ALP, Hubungan Istimewa, dan Transfer Pricing Masuk PP 55/2022

Majalah Inside Tax edisi Mei 2008 dan buku Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua – Vol 1).

JAKARTA, DDTCNews – Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) dalam transaksi dengan pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa, termasuk transfer pricing, masih menjadi bagian dari instrumen pencegahan praktik penghindaran pajak.

Arm’s length principle (ALP) itu sejatinya sudah muncul dalam Pasal 18 ayat (3) UU 10/1994 yang merupakan perubahan kedua dari UU 7/1983 tentang Pajak Penghasilan. Pasal itu mengalami penyesuaian melalui UU 36/2008.

Setelah itu, bunyi Pasal 18 ayat (3) tidak tidak berubah lagi, bahkan melalui UU 7/2021. Namun, melalui UU 7/2021, pemerintah dan DPR menyepakati perubahan bagian Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Silakan baca ketentuannya dalam UU PPh s.t.d.t.d UU HPP:

Baca Juga: 2 Profesional DDTC Ulas Transfer Pricing di Publikasi Internasional

Mengutip bagian Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak karena adanya hubungan istimewa. Wajib pajak melakukan penghindaran pajak dengan cara, antara lain:

  • melaporkan penghasilan kurang dari semestinya,
  • melaporkan biaya melebihi dari semestinya,
  • melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan wajib pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis, atau
  • melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meskipun wajib pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 tahun.

“Dalam hal demikian, direktur jenderal pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa,” bunyi penggalan bagian penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

PKKU atau ALP, sesuai dengan bagian penjelasan UU tersebut, adalah prinsip di dalam praktik bisnis yang sehat sebagaimana berlaku di antara pihak-pihak yang tidak memiliki dan/atau dipengaruhi hubungan istimewa. ‘Apa itu Arm’s Length Principle? Simak Penjelasannya di Video Ini’.

Baca Juga: Ketentuan Harta Hibah yang Dikecualikan dari Objek PPh

Setidaknya ada 2 dari 8 mekanisme khusus pencegahan penghindaran pajak (specific anti-avoidance rule/SAAR) dalam Bab VII PP 55/2022 yang menjadi turunan dari Pasal 18 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Simak ‘Indonesia Kini Punya Instrumen Khusus dan Umum Antipenghindaran Pajak’.

Pertama, menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak yang dilakukan oleh direktur jenderal pajak dengan menerapkan PKKU (Pasal 32 ayat (2) huruf b PP 55/2022).

Kedua, menghitung kembali pajak yang seharusnya terutang berdasarkan pembandingan kinerja keuangan dengan wajib pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis. Mekanisme ini dilakukan terhadap wajib pajak yang melaporkan laba usaha terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan wajib pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis.

Baca Juga: Transaksi dengan Wajib Pajak UMKM, Perlu Potong PPh?

Selain laba usaha yang terlalu kecil, indikator lain yang dilihat adalah adanya laporan rugi usaha secara tidak wajar meskipun wajib pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 tahun dan melaporkan kerugian fiskal selama 3 tahun berturut-turut (Pasal 32 ayat (2) huruf f PP 55/2022).

“Pembandingan kinerja keuangan wajib pajak dengan wajib pajak lain dalam kegiatan usaha yang sejenis (benchmarking) dapat dilakukan dengan membandingkan harga atau tingkat laba tertentu pada tingkat entitas, divisi, atau transaksi,” bunyi Penjelasan Pasal 32 ayat (2) huruf f PP 55/2022.

Sesuai dengan Pasal 35 PP 55/2022, PKKU harus diterapkan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa. Transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa itu meliputi:

Baca Juga: Ada Omzet Tak Kena Pajak, Belanja Perpajakan Terbanyak Dinikmati UMKM
  • transaksi afiliasi; dan/atau
  • transaksi yang dilakukan antarpihak yang tidak memiliki hubungan istimewa, tetapi pihak afiliasi dari salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi tersebut menentukan lawan transaksi dan harga transaksi.

Sebelum adanya UU HPP, pengaturan terkait dengan PKKU atau ALP yang berlaku tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 22/PMK.03/2020. Adapun tahapan penerapan ALP terbagi menjadi 6 langkah. ‘Simak, Tahapan Penerapan Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha (ALP)’.

Hubungan Istimewa dan Transfer Pricing

PENERAPAN PKKU atau ALP berkaitan dengan istilah hubungan istimewa dan penentuan harga transfer (transfer pricing). Melalui PP 55/2022, pemerintah juga memberikan pengaturan terkait dengan hubungan istimewa.

Singkatnya, hubungan istimewa merupakan keadaaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya. Keterikatan itu disebabkan kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan, atau hubungan keluarga sedarah/semenda. Hal ini mengakibatkan pihak satu dapat mengendalikan pihak yang lain atau tidak berdiri bebas dalam menjalankan usaha/melakukan kegiatan.

Baca Juga: Bagaimana Cara Kegiatan Usaha Didata sebagai UMKM Berdasarkan Pajak?

Ketentuan terkait dengan hubungan istimewa dalam PP 55/2022 ini tidak berbeda jauh dengan ketentuan pada Pasal 4 PMK 22/2020. Hanya saja, salah satu perbedaannya terletak pada kriteria dalam kondisi hubungan istimewa atas penguasaan. ‘Catat! Ternyata Ini Definisi Hubungan Istimewa dalam PP 55/2022’.

Kemudian, sesuai dengan Pasal 36 PP 55/2022, direktur jenderal pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak jika wajib pajak:

  • tidak menerapkan PKKU;
  • menerapkan PKKU, tetapi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan/atau
  • menentukan harga transfer tidak memenuhi PKKU.

“Penentuan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan … dilakukan dengan menentukan harga transfer sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak,” bunyi penggalan Pasal 36 ayat (2) PP 55/2022.

Baca Juga: Suami Beri Rumah kepada Istri, Bukan Objek Pajak

Penentuan harga transfer sesuai PKKU dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan harga antarpihak yang independen; metode harga penjualan kembali; metode biaya-plus; atau metode lainnya.

Metode lainnya seperti metode pembagian laba; metode laba bersih transaksional; metode perbandingan transaksi independen; metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud; atau metode dalam penilaian bisnis.

Dalam Pasal 45 PP 55/2022, pemerintah juga mengatur mengenai permohonan kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement/APA). APA dapat mencakup seluruh atau sebagian transaksi afiliasi selama periode APA dan pemberlakuan mundur (jika wajib pajak memintanya).

Baca Juga: WP OP Beromzet kurang dari Rp500 Juta, Perlukah Pemotong Bikin Bupot?

Topik mengenai PKKU atau ALP, hubungan istimewa, dan transfer pricing sering diulas profesional DDTC dalam berbagai publikasi. Majalah Inside Tax edisi Mei 2008 secara khusus mengangkat tema Pemeriksaan Transfer Pricing.

Melalui edisi itu, redaksi Inside Tax memberikan catatan mengenai perlunya untuk membuat aturan yang komprehensif untuk penanganan transfer pricing. Terlebih, pada waktu itu, belum ada kriteria-kriteria khusus bagi perusahaan yang akan dijadikan target pemeriksaan masalah transfer pricing.

DDTC juga telah menerbitkan buku Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional pada 2013. Buku ini juga telah diperbarui pada 2022 dengan Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua – Vol 1).

Baca Juga: WP Bisa Ajukan Suket PP 55 secara Online dan Cetak Sendiri

Profesional DDTC juga aktif menyampaikan gagasan melalui publikasi internasional. Sejumlah karya profesional DDTC juga dibukukan oleh penerbit terpercaya seperti IBFD, TaxAnalyst, Law Business Research, Belgrade Law Review, Routledge, Linde, Expert Guides, hingga Cambridge University Press.

Dalam buku Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua – Vol 1), DDTC juga secara khusus membahas mengenai ALP. Secara sederhana, ALP dapat dipahami sebagai suatu pendekatan yang melihat entitas-entitas dalam perusahaan multinasional secara independen dan tidak terintegrasi.

Entitas yang terpisah dan melakukan transaksi afiliasi tersebut kemudian diperbandingkan dengan suatu transaksi independen yang didorong oleh kekuatan pasar. Jika dipahami secara mendalam, ALP memiliki konteks yang tidak hanya terbatas pada suatu harga, tetapi juga pada struktur, perilaku, dan kinerja dari perusahaan independen.

Baca Juga: DJP Sebut UMKM Lebih Untung Buka Usaha di IKN, Ternyata Ini Alasannya

Dalam ulasannya, B. Bawono Kristiaji dan David Hamzah Damian mengatakan ALP membutuhkan beberapa asumsi dasar yang pada akhirnya dipergunakan untuk membangun tahapan analisis yang diperlukan. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa pada dasarnya transfer pricing adalah suatu aktivitas yang dipengaruhi oleh motif ekonomi, yaitu memaksimalkan kinerja perusahaan.

Selain itu, fakta transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah suatu fenomena bisnis. Dengan demikian, diperlukan suatu penelusuran ide dasar atau teori-teori umum dari bidang keilmuan ekonomi, manajemen, dan akuntansi, khususnya yang terkait dengan fenomena ini.

ALP masih menjadi prinsip yang digunakan dalam analisis transfer pricing pasca-BEPS. Namun, penerapan ALP pasca-BEPS itu sendiri mengalami perubahan. Penerapan ALP pasca-BEPS berfokus pada substansi ekonomi dan melibatkan analisis fungsi dan risiko yang mendalam.

Baca Juga: Bisakah Perpanjang Jangka Waktu Tarif PPh Final UMKM 0,5 Persen?

Lebih dari 50% bagian laba suatu perusahaan turut ditentukan oleh jenis industri di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Oleh karena itu, dalam aplikasi ALP, otoritas pajak juga menggunakan tren industri untuk mengidentifikasi adanya indikasi manipulasi transfer pricing.

Hal itu juga sudah mulai muncul dengan adanya mekanisme pencegahan penghindaran pajak dalam PP 55/2022, terutama terkait dengan skema benchmarking. Seperti dijelaskan di awal, DJP dapat melihat laporan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan wajib pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis.

Melihat perkembangan tersebut, pengaturan instrumen pencegahan penghindaran pajak makin perlu diperhatikan. Terlebih, melalui UU HPP, pemerintah sudah mulai banyak memasukkan perkembangan dan tren global terkait dengan pajak internasional.

Baca Juga: Transaksi dengan Pemotong Pajak, UMKM Tak Bisa Setor PPh Final Sendiri

Ulasan-ulasan yang disampaikan para profesional DDTC dalam berbagai publikasi juga makin relevan untuk dibaca-baca kembali. Terlebih, PP 55/2022 masih mendelagasikan ketentuan teknis mengenai ALP ke dalam PMK. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : arm’s length principle, ALP, PKKU, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, transfer pricing, hubungan istimewa, PP 55/2022

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 19 April 2024 | 15:31 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Tarif Pajak Lebih Rendah & Hitungan Sederhana, DJP Ingin Ini bagi UMKM

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Rabu, 10 April 2024 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

WNA Punya KITAS dan NPWP Bisa Pakai PPh Final UMKM 0,5%

Rabu, 10 April 2024 | 08:00 WIB
HARI RAYA IDULFITRI

Parsel Lebaran Bebas Pajak Natura Sepanjang Penuhi Aturan Ini

berita pilihan

Senin, 01 Juli 2024 | 15:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis-Jenis Pajak yang Dapat Diterbitkan SKP Nihil atau Lebih Bayar

Senin, 01 Juli 2024 | 14:30 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

BPS: Kemiskinan Turun Jadi 9,03 Persen dan Gini Ratio 0,379

Senin, 01 Juli 2024 | 14:15 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

NIK, NPWP 16 Digit, NITKU Mulai 1 Juli 2024, Download Aturan di Sini

Senin, 01 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN MAGELANG

PBJT Ditetapkan 10 Persen, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Magelang

Senin, 01 Juli 2024 | 13:00 WIB
PER-6/PJ/2024

NIK Langsung Jadi NPWP Saat Pendaftaran, WP Tetap Dapat NPWP 15 Digit

Senin, 01 Juli 2024 | 12:30 WIB
TARIF BEA KELUAR CPO

Harga CPO Menguat, Tarif Bea Keluarnya Naik Jadi US$33 per Ton

Senin, 01 Juli 2024 | 12:16 WIB
PER-6/PJ/2024

Pernyataan Resmi DJP Soal NIK, NPWP 16 Digit, NITKU Mulai Hari Ini

Senin, 01 Juli 2024 | 12:00 WIB
PER-6/PJ/2024

Catat! Ada 7 Layanan Pajak yang Bisa Diakses Pakai NIK Mulai 1 Juli

Senin, 01 Juli 2024 | 11:43 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong di e-Bupot 21/26, Pemotong PPh Tidak Repot Kirim Manual

Senin, 01 Juli 2024 | 11:34 WIB
PERTUMBUHAN EKONOMI

Inflasi Juni 2024 Capai 2,51 Persen, Menurun dari Bulan Lalu