Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pemerintah Ubah Penamaan KIHT Jadi 'Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau'

A+
A-
0
A+
A-
0
Pemerintah Ubah Penamaan KIHT Jadi 'Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau'

Pekerja memproduksi tembakau dari talas beneng di Desa Wantisari, Lebak, Banten, Minggu (12/3/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nz

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah kini mengubah nama kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau.

Melalui PMK 22/2023, pemerintah resmi mengatur pembentukan aglomerasi pabrik hasil tembakau. Beleid itu dirilis untuk mencabut PMK 21/2020 mengenai KIHT agar produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih berdaya saing.

"Untuk lebih meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala IKM dan UMKM, perlu dilakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau," bunyi salah satu pertimbangan PMK 22/2023, dikutip pada Senin (20/3/2023).

Baca Juga: Pengaturan Tarif Cukai Rokok secara Multiyears Bakal Dilanjutkan

Aglomerasi pabrik merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Aglomerasi pabrik dilakukan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.

Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM. Beleid ini mengatur bahwa aglomerasi pabrik diselenggarakan di tempat kawasan industri; kawasan industri tertentu; sentra IKM; atau tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah.

Kemudian, tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik merupakan tempat yang peruntukan utamanya bagi industri hasil tembakau. Pengusaha pabrik yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik juga bakal diberikan berbagai kemudahan mencakup perizinan di bidang cukai; produksi barang kena cukai (BKC); dan pembayaran cukai.

Baca Juga: Kemenkeu Bakal Persempit Disparitas Antarlapisan Tarif Cukai Rokok

Kemudahan perizinan di bidang cukai yang diberikan berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Selanjutnya, pengusaha pabrik juga diberi kemudahan produksi BKC berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan BKC berupa hasil tembakau. Kerja sama ini dilakukan oleh pengusaha pabrik hasil tembakau yang berada di dalam 1 tempat aglomerasi pabrik, serta berdasarkan perjanjian kerja sama.

Sementara soal kemudahan pembayaran cukai yang diberikan, yakni berupa penundaan pembayaran cukai dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai Tembus Rp109 Triliun, Turun 7,8 Persen

Di sisi lain, pengusaha yang menjalankan kegiatan di tempat aglomerasi pabrik dilarang melakukan kerja sama pengemasan produk hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai; melakukan kerja sama menghasilkan produk dengan pengusaha pabrik di luar tempat aglomerasi pabrik berada; dan/atau menjalankan kegiatan sebagai pengusaha di luar tempat aglomerasi pabrik berada.

Di tempat aglomerasi pabrik, bakal dilakukan beberapa kegiatan yakni penyelenggaraan tempat aglomerasi pabrik; menghasilkan BKC berupa hasil tembakau; dan mengemas BKC berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai.

Kegiatan penyelenggaraan tempat aglomerasi pabrik ini dilakukan oleh penyelenggara, yakni badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum serta berkedudukan di Indonesia yang menyelenggarakan tempat aglomerasi pabrik.

Baca Juga: KPUBC Batam Raup Rp176 Miliar dari Bea dan Cukai hingga Mei 2024

"Penyelenggara ... dapat merangkap sebagai pengusaha pabrik hasil tembakau dan/atau pengusaha lainnya, di dalam 1 tempat aglomerasi pabrik," bunyi Pasal 5 ayat (1) PMK 22/2023.

Untuk mendapatkan penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik, pelaku usaha harus menyampaikan permohonan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai, serta melakukan pemaparan proses bisnis kepada kepala kanwil atau kepala KPU Bea dan Cukai. Penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik nantinya dilakukan oleh kepala kanwil atau kepala KPU.

Permohonan yang disampaikan harus mencantumkan tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi dan dilengkapi dengan perizinan berusaha atau penetapan dari pemerintah daerah.

Baca Juga: Soal Kebijakan Tarif Cukai Rokok 2025, BKF: Sedang Kami Konsolidasikan

Penelitian dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi dilakukan paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan. Setelahnya, pelaku usaha harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada kepala kanwil atau kepala KPU.

Kepala kanwil atau kepala KPU memberikan persetujuan dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai penyelenggara atau penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. Persetujuan atau penolakan ini diberikan paling lambat 1 jam setelah pemaparan selesai dilakukan.

Dalam pelaksanaannya, kepala kanwil atau kepala KPU dapat membekukan penetapan sebagai penyelenggara, dalam hal tempat aglomerasi pabrik sudah tidak memenuhi ketentuan; perizinan berusaha atau penetapan sudah tidak berlaku; dan/atau penyelenggara tidak melaksanakan kewajibannya.

Baca Juga: Petani Cengkih Perlu Dapat Manfaat dari DBH CHT, Kemenkeu Ungkap Ini

Pada saat PMK 22/2023 mulai berlaku, permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai pengusaha KIHT yang telah diajukan sebelumnya dan belum mendapat keputusan, penyelesaiannya akan dilakukan berdasarkan PMK 22/2023.

Sementara itu, permohonan pemberlakuan kembali penetapan sebagai pengusaha KIHT yang telah diajukan sebelum berlakunya PMK 22/2023 dan belum mendapat keputusan, dapat diberikan keputusan mengenai penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik hasil tembakau sepanjang memenuhi persyaratan.

Perlu dicatat, keputusan penetapan sebagai pengusaha KIHT berdasarkan PMK 21/2020 tentang KIHT masih tetap berlaku sampai dengan diterbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik hasil tembakau.

Baca Juga: Sempat Kejar-Kejaran di Laut, DJBC Gagalkan Penyelundupan Rokok Ilegal

"Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku, PMK 21/2020 tentang KIHT dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," bunyi Pasal 17 PMK 22/2023.

PMK 22/2023 berlaku sejak diundangkan pada 14 Maret 2023. (sap)

Baca Juga: Tahukah Kamu, Pungutan Apa Saja yang Melekat di Setiap Batang Rokok?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : cukai hasil tembakau, CHT, cukai rokok, produksi rokok, tembakau, KIHT, Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 10 Mei 2024 | 16:00 WIB
BEA CUKAI SEMARANG

Bupati: Merokok Harus yang Legal karena Menyumbang Pendapatan Negara

Senin, 29 April 2024 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Bea Cukai Kaji 25 Usulan Pembentukan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau

Minggu, 14 April 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Catat! PPN Rokok Berpotensi Naik Jadi 10,7 Persen Tahun Depan

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Senin, 08 Juli 2024 | 14:11 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Senin, 08 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Senin, 08 Juli 2024 | 13:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tidak Padankan NIK Jadi NPWP, Status NPWP Berubah Jadi Non-Aktif?