Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Restitusi Pajak Natura 2022, DJP: WP Perlu Betulkan SPT Tahunan

A+
A-
8
A+
A-
8
Restitusi Pajak Natura 2022, DJP: WP Perlu Betulkan SPT Tahunan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang telanjur membayar pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sepanjang 2022 bisa melakukan restitusi. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (7/7/2023).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan seluruh natura yang diterima atau diperoleh sepanjang 2022 dikecualikan dari objek PPh. Untuk itu, wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi dengan melakukan pembetulan atas SPT yang sudah dilaporkan kepada otoritas.

"Kalau yang sudah telanjur bayar, mau diikhlaskan ya boleh. [Namun] kalau pengen diminta balik ya monggo, betulkan SPT-nya," katanya.

Baca Juga: Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Ketentuan mengenai permohonan restitusi pajak tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 187/2015. Perlu dicatat, pengajuan restitusi dilakukan setelah wajib pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan.

Sebelum PMK 66/2023 terbit, ketentuan natura masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022. Beleid itu mengatur kewajiban pemotongan PPh natura dan/atau kenikmatan oleh pemberi kerja mulai berlaku untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak 1 Januari 2023.

Adapun penghasilan natura dan/atau kenikmatan yang diterima pada tahun pajak 2022 dan belum dilakukan pemotongan PPh, masih sesuai dengan PP 55/2022, wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak 2022 oleh penerimanya.

Baca Juga: Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Selain restitusi, ada pula ulasan mengenai dampak pajak natura terhadap karyawan, outing kena pajak natura atau tidak, tarif sanksi bunga pajak daerah yang bervariasi, potensi penerimaan pajak natura, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Dampak Pajak Natura terhadap Take Home Pay Karyawan

Ditjen Pajak (DJP) memandang pengenaan pajak penghasilan atas natura dan/atau kenikmatan tidak akan berdampak pada gaji yang diterima sebagian besar karyawan.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pengecualian sejumlah natura dari objek PPh beserta batasannya diatur dalam PMK 66/2023. Menurutnya, natura yang menjadi objek pajak kebanyakan dinikmati oleh kalangan eksekutif di suatu perusahaan.

Baca Juga: Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

"[Kebanyakan karyawan] malah tambah makmur, dapat fasilitas. Bagi yang level atas, kemungkinan iya [berpengaruh pada take home pay]," katanya. (DDTCNews, CNN Indonesia)

Outing Kantor Kena Pajak Natura? Ini Kata DJP

Ditjen Pajak (DJP) memastikan kegiatan outing kantor tidak akan dikenakan sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh).

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa kegiatan outing atau tamasya karyawan bukan sebagai objek natura dan merupakan bagian dari biaya operasional perusahaan yang bersangkutan.

Baca Juga: Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

"Sebenarnya [outing] biaya operasional perusahaan, konteksnya jaga kesehatan mental karyawan biar tidak stress di kantor. Jadi, itu tidak harus jadi semacam natura," ujarnya. (bisnis.com)

Tarif Sanksi Bunga Pajak Daerah Jadi Bervariasi

Besaran sanksi administrasi bunga dalam ketentuan pajak daerah bakal bervariasi dari 0,6% hingga 2,2% mulai tahun depan, tidak lagi dipatok sebesar 2% sebagaimana yang berlaku saat ini.

Kepala Subdirektorat Pengembangan Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Fadliya menyebut sanksi bunga didesain bervariasi berdasarkan jenis pelanggaran guna meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

Baca Juga: Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

"Ini hal baru di PP 35/2023. Ini sesungguhnya kami mengambil dari praktik pada ketentuan pajak pusat," katanya dalam diseminasi PP 35/2023 tentang KUPDRD. (DDTCNews)

Potensi Penerimaan Pajak Natura Tidak Besar

Ditjen Pajak menilai potensi penerimaan pajak penghasilan (PPh) dari penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tidak besar.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan PMK No. 66/2023 mengatur pengecualian sejumlah natura dan/atau kenikmatan dari objek PPh beserta batasannya. Menurutnya, pajak atas natura hanya dikenakan pada objek yang memang pantas.

Baca Juga: Mobil Asing di Perbatasan Bisa Masuk Wilayah RI dengan Impor Sementara

"Justru karena batasan tertentunya sangat layak, enggak akan banyak sih penerimaan dari PPh Pasal 21 karyawannya. Kami yakin enggak [besar]," katanya. (DDTCNews, kontan.co.id)

DJP Beri Klarifikasi Soal Satgas HWI

Ditjen Pajak menegaskan tidak pernah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak kaya (high wealth individual/HWI).

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah hanya membentuk komite kepatuhan wajib pajak yang bertujuan untuk mengawasi pengelolaan risiko kepatuhan atau compliance risk management (CRM).

Baca Juga: Oman Bakal Jadi Negara Teluk Pertama yang Pungut PPh Orang Pribadi

"Kalau dikatakan ada satgas yang mengelola HWI, itu tidak benar. Yang benar, kami membangun cara kami bekerja yang konsisten ke depan melalui komite kepatuhan," katanya. (republika.co.id) (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, natura, DJP, ditjen pajak, pajak, PMK 66/2023, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 10:30 WIB
KANWIL DJP SUMSEL DAN KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Tagih Tunggakan Pajak, DJP Lelang Barang dan Sita Rekening Milik 30 WP

Kamis, 04 Juli 2024 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sumbangan Dana Abadi Perguruan Tinggi Diusulkan Jadi Pengurang Pajak

Kamis, 04 Juli 2024 | 09:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Mahasiswa dan Belum Bekerja, Perlukah Ikut Pemadanan NIK-NPWP?

Kamis, 04 Juli 2024 | 09:00 WIB
KABUPATEN KENDAL

Dorong Wajib Pajak Bayar Tunggakan, Pemda Adakan Pemutihan PBB

berita pilihan

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Mobil Asing di Perbatasan Bisa Masuk Wilayah RI dengan Impor Sementara

Kamis, 04 Juli 2024 | 17:45 WIB
KEBIJAKAN FISKAL

Penuhi Kebutuhan Pembiayaan 2024, Pemerintah Punya SAL Rp459 Triliun

Kamis, 04 Juli 2024 | 16:45 WIB
KONSULTASI PAJAK

Data Padan, Apa Saja Layanan Pajak yang Sudah Mengakomodasi NIK-NPWP?

Kamis, 04 Juli 2024 | 16:45 WIB
KABUPATEN BREBES

Daftar Tarif Pajak Terbaru di Brebes, Ada Pajak Sarang Walet 10 Persen