Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Riset Pajak Masih Dihadapkan Tantangan, Tapi Peluangnya Luas

A+
A-
6
A+
A-
6
Riset Pajak Masih Dihadapkan Tantangan, Tapi Peluangnya Luas

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji dalam Simposium Nasional Perpajakan IX, Kamis (30/11/2023).

BANGKALAN, DDTCNews - Penelitian atau riset bidang perpajakan di Indonesia masih perlu dioptimalkan. Hasil dari riset pajak inilah yang nantinya bisa menjadi pihakan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan-kebijakan pajak yang ideal. Jika ditelaah, ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh periset atau akademisi dalam menjalankan penelitian perpajakan.

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengungkapkan, pada prinsipnya riset perlu didahului dengan edukasi pajak. Sayangnya, selama ini pajak sebagai keilmuan masih melekat pada salah satu disiplin saja.

"Masalahnya, salah satu tantangannya, pajak itu lebih melekat pada satu disiplin dan lebih pragmatis. Kalau edukasinya tidak cair, hanya menyentuh pada salah satu jurusan tertentu saja, ini akan relatif sulit untuk disentuh riset," ujar Bawono dalam Simposium Nasional Perpajakan (SPN) IX yang diselenggarakan oleh Jurusan Akuntansi FEB Universitas Trunojoyo Madura, Kamis (30/11/2023).

Baca Juga: Terapkan Tax Clearance Dana Desa, Kantor Pajak Kerja Sama dengan Pemda

Selanjutnya, tantangan kedua adalah minimnya ketersediaan literatur yang bisa digunakan dalam riset pajak. Kebanyakan sumber literatur pajak di Indonesia, imbuh Bawono, masih terbatas pada paparan regulasi saja.

Tantangan riset pajak yang ketiga, ketersediaan data yang minim. Periset dan akademisi cenderung kesulitan dalam mengakses data-data perpajakan, baik dari otoritas ataupun dari pihak-pihak lain.

Keempat, dana riset yang belum optimal. Ketersediaan dana riset, ujar Bawono, tentunya menjadi bahan bakar bagi para periset untuk menyentuh isu perpajakan.

Baca Juga: Permohonan Penelitian di Kantor Pajak Ditolak? Bisa Jadi Ini Alasannya

"Kalau dananya belum ada, jarang masuk situ. Tapi sebenarnya [sumber pendanaan] ada banyak. Karena kita bicara applied tax research," kata Bawono.

Tantangan kelima, permintaan riset pajak yang masih sedikit. Seluruh tantangan tersebut, menurut Bawono, berakar dari tiga permasalahan. Ketiganya adalah belum terbentuknya masyarakat melek pajak, ketersediaan ahli pajak yang terbatas, dan sejarah fiskal Indonesia yang tidak banyak menyentuh isu pajak.

"Kematangan riset pajak yang belum optimal, disebabkan sejarah fiskal kita memang tidak terbiasa meneliti itu bertahun-tahun lamanya," kata Bawono.

Baca Juga: Lihat Dokumen Terpopuler Tahun 2023 di Perpajakan DDTC, Cek di Sini!

Cakupan Topik yang Luas

Kendati masih banyak tantangan, cakupan topik riset pajak sebenarnya cukup luas. Bawono menegaskan bahwa pada dasarnya pajak merupakan multidisplin ilmu. Karenanya, riset pajak bisa dikaitkan dengan banyak bidang, termasuk politik, ekonomi, hukum, sosiologi, bahkan psikologi atau filsafat.

"Semuanya bisa berinteraksi dalam wadah yang namanya riset," kata Bawonio.

Baca Juga: PDB Per Kapita RI Hampir Disalip Vietnam, Kampus Perlu Gencarkan Riset

Bawono lantas mengungkapkan beberapa contoh riset pajak yang bersinggungan dengan bidang keilmuan lainnya. Pertama, hubungan antara rezim politik dan kinerja penerimaan pajak.

Dalam topik ini, riset mencoba mencari hubungan antara pajak dan sistem politik yang berjalan di sebuah negara. Negara yang demokratis memiliki kapabilitas yang lebih tinggi dalam memungut pajak. Dengan begitu, makin demokratis suatu negara maka makin tinggi pula penerimaan pajak yang mampu dikumpulkan oleh negara tersebut.

Namun, terdepat beberapa literatur yang berkesimpulan negara otoriter justru memiliki kemampuan pemajakan yang lebih besar. Alasannya, negara otoriter memiliki kebebasan untuk memaksa rakyatnya membayar pajak.

Baca Juga: Tambah Anggaran Riset, Jokowi Yakin Dilanjutkan Presiden Baru Nanti

"Lantas mana yang benar? Ternyata ada hubungan yang menarik. Baik negara demokrasi atau otokrasi memiliki penerimaan tinggi. Namun, negara yang semidemokrasi penerimaannya relatif lebih rendah. Jadi, dalam konteks optimalisasi penerimaan rezim politik seyogianya tidak bisa setengah-setengah," kata Bawono.

Contoh riset kedua mengangkat tentang sistem pajak dan lunturnya filosofi keadilan. Riset ini mencoba mengonfirmasi apakah sistem pajak global memang makin menjauh dari prinsip keadilan.

Ternyata, ada 7 hal yang mendorong sistem pajak secara alamiah makin tidak adil. Ketujuh hal tersebut antara lain, adanya paradigma supply side tax policy yang menganggap bahwa pemungutan pajak harus seringan-ringannya.

Baca Juga: DJBC Dorong Kampus Manfaatkan Fasilitas Fiskal untuk Penelitian

Selanjutnya, skenario dual income tax, globalisasi pasar keuangan dan tax haven, perkembangan struktur penerimaan pajak (tax mix), hilangnya relevansi compensatory theorem, konsistem penerapan windfall tax, dan kian lemahnya progresivitas PPh orang pribadi.

"Selain riset di atas, masih ada beberapa contoh riset pajak lainnya yang bisa digarap, seperti pemajakan bagi organisasi nirlaba, perilaku retained earnings dan objek PPh, serta perilaku konsumen dan tarif cukai," kata Bawono. (sap)

Baca Juga: Wah! OECD Gratiskan Seluruh Publikasinya Mulai Tahun Depan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : riset, riset pajak, penelitian pajak, Simposium Nasional Perpajakan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 10 Maret 2023 | 09:11 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

PP Baru Soal Investasi di IKN Atur PPh Final 0% UMKM, Simak Detailnya

Kamis, 09 Maret 2023 | 11:03 WIB
PMK 200/2019

Kampus Dapat Hibah Alat Riset dari Luar Negeri, Tak Dikenai Bea Masuk

Kamis, 09 Maret 2023 | 09:21 WIB
LAYANAN PAJAK

Situs e-Riset DJP Ditutup Sementara Waktu, Permohonan Riset Lewat Sini

Jum'at, 13 Januari 2023 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Agar Insentif Supertax Deduction Menarik, Asosiasi Sarankan Ini

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya