Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Beleid Baru, Kini Ada Enam Transaksi yang Memerlukan Penilaian DJP

A+
A-
8
A+
A-
8
Beleid Baru, Kini Ada Enam Transaksi yang Memerlukan Penilaian DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Pajak merilis beleid yang memerinci enam jenis transaksi yang memerlukan penilaian atau serangkaian kegiatan yang dilakukan DJP guna menentukan nilai tertentu atas objek penilaian.

Perincian transaksi yang memerlukan penilaian itu dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No.SE-05/PJ/2020 tentang Prosedur Pelaksanaan Penilaian untuk Tujuan Perpajakan.

“Penilaian dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar penilaian dalam rangka melaksanakan ketentuan, termasuk analisis kewajaran usaha,” demikian kutipan definisi penilaian dalam beleid tersebut

Baca Juga: Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Enam transaksi itu yaitu, pertama, transaksi yang nilainya harus berdasarkan jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Transaksi ini terjadi dalam hal jual beli harta yang dipengaruhi hubungan istimewa sesuai Pasal 10 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh).

Kedua, transaksi yang harus berdasarkan harga pasar dalam hal tukar menukar sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) UU PPh dan/atau perolehan atau pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha seperti yang diatur Pasal 10 ayat (3) UU PPh.

Ketiga, transaksi yang berdasarkan nilai pasar dalam rangka pengalihan harta hibah yang tak memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (4) UU PPh.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Syarat itu di antaranya bantuan atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib termasuk zakat, serta harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan Pendidikan dan sosial serta UMKM.

Lebih lanjut, transaksi yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3), nilai transaksinya berdasarkan nilai sisa buku dari pihak yang mengalihkan harta. Artinya, transaksi itu tidak diharuskan menggunakan nilai pasar, sehingga tidak memerlukan penilaian.

Kemudian, pengalihan harta yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal dalam Pasal 10 ayat (5) UU PPh yaitu juga harus menggunakan nilai pasar dan memerlukan penilaian.

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Keempat, transaksi yang harus berdasarkan pada harga pasar wajar. Transaksi ini terjadi dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dipengaruhi hubungan istimewa sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Kelima, transaksi yang harus berdasarkan pada harga limit, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Keenam, transaksi yang berdasarkan pada nilai hasil penilaian yang dilakukan oleh DJP dalam hal dilakukan penghitungan nilai harta bersih selain kas dalam rangka pelaksanaan UU Pengampunan Pajak.

Baca Juga: Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama

Beleid ini sekaligus mencabut SE-61/PJ/2015 yang sebelumnya hanya menyebutkan tiga jenis transaksi yang memerlukan penilaian DJP. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : beleid baru, penilaian pajak, penggalian potensi pajak, kepatuhan wajib pajak, djp, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 16:15 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sempurnakan Probis Pajak, Kemenkeu Siap Tindak Lanjuti Temuan BPK

Kamis, 04 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bangunan Lama Direnovasi Sendiri Kena PPN KMS? Begini Ketentuannya

Kamis, 04 Juli 2024 | 15:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

NITKU Digunakan Ditjen Pajak Bersama Pihak Lain

Kamis, 04 Juli 2024 | 15:15 WIB
APBN

Sri Mulyani Serahkan RUU P2-APBN 2023 kepada DPR

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama