Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Instrumen Baru Soal Pemajakan Pengalihan Aset Secara Tidak Langung

A+
A-
3
A+
A-
3
Instrumen Baru Soal Pemajakan Pengalihan Aset Secara Tidak Langung

Tampilan depan laporan “The Taxation of Offshore Indirect Transfers— A Toolkit”.

WASHINGTON, DDTCNews – Platform for Collaboration on Tax (PCT) merilis instrumen terkait penentuan alokasi hak pemajakan atas transfer aset tidak langsung yang dilakukan oleh pihak luar negeri (offshore indirect transfers/OIT). Instrumen yang terbit pada awal Juni 2020 ini rencananya akan disusun dalam bentuk toolkit.

Secara garis besar, instrumen ini berisi berbagai panduan ketika suatu negara berupaya untuk memajaki keuntungan atas pengalihan kepemilikan aset suatu perusahaan yang terletak di negara itu tetapi entitas bisnis tersebut merupakan wajib pajak dari negara lain.

“Perlakuan pajak OIT telah muncul sebagai masalah signifikan di banyak negara berkembang,” demikian pernyataan PCT dalam laporan “The Taxation of Offshore Indirect Transfers— A Toolkit”, dikutip pada Senin (8/6/2020).

Baca Juga: DJP: Perpres 63/2024 Dirilis untuk Terapkan Rencana BEPS Atas 13 P3B

Pembahasan mengenai instrumen ini dijabarkan dalam konteks negara-negara sedang berkembang dan tidak hanya negara-negara yang kaya sumber daya alam. Salah satu poin terpenting yang menjadi sumber permasalahannya ialah perspektif negara yang menjadi lokasi beradanya aset yang menjadi dasar transaksi (underlying asset).

Pasalnya, selama ini, pemajakan atas penghasilan aset yang pengalihannya dilakukan secara tidak langsung telah menjadi topik perbincangan publik yang berlarut-larut. Contohnya ialah penjualan hak mineral pada sektor migas serta pengalihan hak lisensi pada sektor komunikasi yang membutuhkan adanya sewa lokasi di negara tertentu.

PCT menyatakan topik tersebut menjadi perhatian di banyak negara berkembang. Urgensinya semakin meningkat karena adanya tantangan pengumpulan penerimaan yang dihadapi pemerintah di seluruh dunia sebagai konsekuensi dari krisis Covid-19.

Baca Juga: Presiden Jokowi Revisi Perpres terkait Multilateral Instrument

Secara konseptual, Pasal 13 ayat (4) dalam dua model P3B, yakni OECD Model dan UN Model, telah menyatakan bahwa pendapatan perusahaan berupa capital gain atas OIT dapat dikenakan oleh negara lokasi aset berada. Namun, konsep yang relevan terkait pemajakan atas pengalihan aset tidak langsung di negara sumber penghasilan ini hanya tercantum di sekitar 35% P3B.

Sebenarnya, permasalahan ini sendiri telah diakomodasi dalam Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent BEPS (MLI). Secara tidak langsung, alokasi hak terkait pemajakan transfer aset tidak langsung ke negara-negara lokasi aset yang menjadi dasar transaksi berada juga telah termuat dalam ketentuan-ketentuan MLI.

Melalui MLI, jumlah P3B yang mengakomodasi Pasal 13 ayat (4) ini kemudian dapat semakin bertambah. Dampaknya pun diprediksi akan semakin meningkat ketika pihak-pihak yang baru saja menandatangani MLI setuju untuk melakukan reservasi perubahan atas klausul Pasal 13 ayat (4) dalam P3B-nya.

Baca Juga: Negara Ini Bakal Terapkan Withholding Tax terhadap Sektor Digital

Namun, terlepas dari apapun yang ada dalam perjanjian, hak pemajakan semacam itu tidak dapat didukung tanpa definisi yang sesuai dengan hukum domestik tentang aset yang dimaksudkan untuk dikenai pajak. Dengan demikian, diperlukan dasar hukum domestik untuk menegaskan konsep hak pemajakan atas pengalihan aset secara tidak langsung tersebut.

PCT kemudian melihat adanya kebutuhan untuk memperoleh pendekatan yang lebih seragam terhadap pemajakan atas OIT oleh negara-negara yang memilih untuk mengenakannya. Hal ini dikarenakan respons kebijakan unilateral berbagai negara sangat luas cakupannya, terutama dalam hal aset mana yang dicakup dan pendekatan hukum yang diambil.

“Koherensi yang lebih besar dapat meningkatkan kepastian pajak,” imbuh PCT.

Baca Juga: Melawan Treaty Abuse dengan Principal Purpose Test, Ini Jadi Catatan

Laporan tersebut pun menguraikan dua pendekatan utama untuk pengenaan pajak atas OIT oleh negara tempat underlying asset berada. Meskipun tidak ada preferensi secara umum, pada intinya PCT tetap menegaskan bahwa kedua pendekatan terkait ini harus disusun secara hati-hati.

Dalam laporan bersangkutan, model pertama memperlakukan OIT sebagai pelepasan aset seluruhnya oleh perusahaan melalui entitas lokal. Dengan kata lain, adanya keuntungan OIT dari penjualan maupun transaksi tertentu lainnya akan dianggap sebagai deemed disposal dari pihak lokal yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan.

Penentuan adanya hubungan istimewa dapat ditetapkan melalui aturan domestik yang sederhana. Dengan demikian, negara sumber yang merupakan lokasi tempat beradanya akan tetap memperoleh hak pemajakan.

Baca Juga: Ciptakan Pajak yang Adil, Kemenkeu Jelaskan Pentingnya Modernisasi P3B

Selanjutnya, model kedua menganggap bahwa penjualan aset OIT dilakukan secara aktual oleh perusahaan tetapi keuntungan atas pengalihan aset tersebut dianggap bersumber dari negara lokasi aset sehingga negara sumber pun berhak untuk mengenakan pajak.

“Pilihan yang tepat akan bergantung pada keadaan dan preferensi negara,” imbuh PCT.

Penyusunan panduan ini mempertimbangkan komentar yang diterima selama dua kali konsultasi publik pada 2017 dan 2018. Komentar tersebut berasal dari berbagai kelompok yang mewakili otoritas negara, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta.

Baca Juga: MLI untuk STTR Sudah Rampung, Siap Ditandatangani Negara Berkembang

Peluncuran instrumen ini nantinya akan dilengkapi dengan webinar pada beberapa minggu mendatang. Adapun PCT adalah kolaborasi terkait perpajakan yang diinisiasi oleh International Monetary Fund (IMF), Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), United Nations (UN), dan World Bank Group (WBG). (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PCT, offshore indirect transfers, underlying asset, MLI

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 05 November 2020 | 10:40 WIB
PRANCIS

Jumlah Yurisdiksi yang Meratifikasi MLI Terus Bertambah

Rabu, 23 September 2020 | 10:26 WIB
PRANCIS

OECD Sebut 52 Yurisdiksi Sudah Menyetorkan Dokumen Ratifikasi MLI

Rabu, 08 Juli 2020 | 16:57 WIB
MULTILATERAL INSTRUMENT ON TAX TREATY

Ditjen Pajak Segera Terbitkan Petunjuk Pelaksanaan MLI

Rabu, 08 Juli 2020 | 10:18 WIB
MULTILATERAL INSTRUMENT ON TAX TREATY

Oman Serahkan Dokumen Ratifikasi Multilateral Instrument (MLI)

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya