Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ketentuan di UU HPP Ini Pengaruhi Laporan Belanja Perpajakan

A+
A-
4
A+
A-
4
Ketentuan di UU HPP Ini Pengaruhi Laporan Belanja Perpajakan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut memengaruhi perubahan pada laporan belanja perpajakan (tax expenditure report).

Dalam Laporan Belanja Perpajakan 2022 disampaikan UU HPP memiliki 6 ruang lingkup pengaturan, yakni ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

“Dari 6 ruang lingkup pengaturan tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yang menyebabkan adanya perubahan terhadap cakupan ataupun estimasi besaran belanja perpajakan,” bunyi keterangan dalam dokumen tersebut, dikutip pada Senin (5/2/2024).

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Setidaknya ada 2 ruang lingkup yang memengaruhi perubahan pada laporan belanja perpajakan. Pertama, ruang lingkup PPh. Ketentuannya adalah batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta.

Bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif 0,5% sesuai dengan PP 23/2018 dan memiliki peredaran bruto sampai Rp500 juta setahun tidak dikenai PPh. Pengaturan ini tidak menambah cakupan peraturan yang termasuk belanja perpajakan jenis PPh walaupun dapat menambah estimasi besaran perpajakan.

Kedua, ruang lingkup PPN. Ada 2 ketentuan dalam ruang lingkup ini. Salah satunya adalah penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan beberapa jenis jasa lainnya dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list).

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan beberapa jenis jasa lainnya menjadi barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Kebijakan ini dimaksudkan agar lebih mencerminkan keadilan dan ketepatan sasaran serta menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.

Masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial. Tujuannya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan berkeadilan dan berkepastian hukum.

Pengaturan ini tidak mengubah cakupan tetapi bepotensi mengubah estimasi besaran belanja perpajakan. Hal ini dikarenakan perhitungannya berubah menggunakan data Surat Pemberitahuan Tahunan yang terdapat di sistem informasi Ditjen Pajak.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Ketentuan selanjutnya dalam ruang lingkup PPN yang berpengaruh pada laporan belanja perpajakan adalah kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan besaran tertentu (tarif final) bagi pengusaha kena pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

Ketentuan itu memberi kemudahan bagi pengusaha kena pajak dalam menghitung dan menyetor jumlah pajak. Atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan peraturan menteri keuangan (PMK).

“PMK ini berpotensi menambah jumlah peraturan yang tercakup dalam belanja perpajakan ketika telah diberlakukan,” bunyi keterangan dalam dokumen tersebut. (kaw)

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : belanja perpajakan, tax expenditure, pajak, PPN, PPh, UU HPP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama