Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Koreksi Fiskal atas Pembentukan atau Pemungutan Dana Cadangan

A+
A-
9
A+
A-
9
Koreksi Fiskal atas Pembentukan atau Pemungutan Dana Cadangan

PEMBENTUKAN atau pemupukan dana cadangan pada dasarnya tidak boleh menjadi biaya pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Kendati demikian, terdapat pengecualian untuk pembentukan atau pemupukan dana cadangan tertentu yang boleh menjadi biaya secara fiskal. Pengecualian itu meliputi:

  1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
  2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
  3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS);
  4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
  5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
  6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,

yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Baca Juga: Sempurnakan Probis Pajak, Kemenkeu Siap Tindak Lanjuti Temuan BPK

Adapun aturan lebih lanjut terkait pembentukan atau pemupukan dana cadangan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 219/PMK.011/2012 (PMK 219/2012).

Dalam Pasal 1 PMK 219/2012, terdapat 6 jenis cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya, yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi; cadangan penjaminan untuk LPS; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. Berikut penjelasan selengkapnya.

Cadangan Piutang Tak Tertagih untuk Usaha Bank dan Badan Usaha Lain yang Menyalurkan Kredit, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Perusahaan Pembiayaan Konsumen, dan Perusahaan Anjak Piutang
Sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum dan bank syariah ditetapkan sebagai berikut:

Baca Juga: Setor Daftar Piutang yang Tak Bisa Ditagih ke DJP, Wajib Cantumkan Ini
  1. 1% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk sertifikat/sertifikat wadiah Bank Indonesia, surat utang negara dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
  2. 5% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
  3. 15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  4. 50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  5. 100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum dan bank syariah.

Sesuai Pasal 4 s.d. Pasal 6 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan rakyat konvensional, bank perkreditan rakyat syariah, dan koperasi simpan pinjam ditetapkan sebagai berikut:

  1. 0,5% dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk sertifikat/sertifikat wadiah Bank Indonesia;
  2. 10% dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  3. 50% dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  4. 100% dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat konvensional, bank perkreditan rakyat syariah, dan koperasi simpan pinjam.

Baca Juga: Premi Asuransi Pegawai Dibayar Pemberi Kerja, Bisa Dibebankan?

Sesuai Pasal 7 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih PT Permodalan Nasional Madani (Persero) ditetapkan sebagai berikut:

  1. 2,5% dari piutang yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
  2. 5% dari piutang yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  3. 50% dari piutang yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  4. 100% dari piutang yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Sesuai Pasal 7A dan Pasal 7B PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan perusahaan pembiayaan infrastruktur adalah:

Baca Juga: Panduan Pajak untuk Usaha Jasa Boga atau Katering, Cek di Sini
  1. 1% dari piutang dengan kualitas lancar;
  2. 5% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
  3. 15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  4. 50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  5. 100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.

Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan perusahaan pembiayaan infrastruktur.

Sesuai Pasal 7C PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk PT Perusahaan Pengelola Aset adalah:

Baca Juga: Kanal Glosarium Perpajakan DDTC Kini Gratis dan Tanpa Daftar Akun
  1. 15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  2. 50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  3. 100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan PT Perusahaan Pengelola Aset.

Sesuai Pasal 8 s.d. Pasal 10 PMK 219/2012, cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang masing-masing ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5%, 5% dan 5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.

Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Selanjutnya, apabila jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.

Baca Juga: Kabar Gembira! Akses Peraturan Perpajakan DDTC Kini Tak Perlu Login

Demikian sebaliknya, apabila jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tapi tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 11 PMK 219/2012 menegaskan bahwa dalam hal wajib pajak secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan konsumen, dan/atau anjak piutang, besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibiayakan dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing usaha.

Cadangan untuk Usaha Asuransi
Cadangan untuk usaha asuransi dalam PMK 219/2012 dibagi menjadi tiga, yaitu cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian, cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian, dan cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa.

Baca Juga: DJP Bagi Kualitas Piutang Pajak Jadi 4 Golongan, Begini Kriterianya

Sesuai Pasal 12 PMK 219/2012, besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersangkutan, yang nantinya akan menjadi penghasilan pada tahun pajak berikutnya.

Sesuai Pasal 13 PMK 219/2012, besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 100% dari jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan, yang dibentuk pada akhir tahun pajak.

Baca Juga: Peraturan Perpajakan DDTC Kini Bisa Diakses Tanpa Perlu Daftar Akun

Nantinya, jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri. Apabila jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.

Demikian sebaliknya, apabila jumlah klaim tanggungan sendiri dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.

Selanjutnya, dalam Pasal 14 PMK 219/2012, besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Baca Juga: Panduan Pajak Komisaris Perusahaan Berdasarkan Ketentuan Terbaru

Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan saldo awal tahun dari cadangan premi tersebut merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan. Apabila terjadi pembayaran klaim kepada tertanggung, jumlah pembayaran klaim tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.

Cadangan Penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 15 PMK 219/2012, besarnya cadangan penjaminan untuk LPS adalah 80% dari surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama satu tahun yang diakumulasikan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai LPS.

Cadangan Biaya Reklamasi untuk Usaha Pertambangan
Sesuai Pasal 16 ayat (1) s.d. ayat (3) PMK 219/2012, besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi, yang dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan energi dan sumber daya mineral.

Baca Juga: DJP Komitmen Tagih Tunggakan Pajak Rp12,7 Triliun pada Tahun Ini

Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi dan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Cadangan Biaya Penanaman Kembali untuk Usaha Kehutanan
Sesuai Pasal 17 ayat (1) s.d. ayat (3) PMK 219/2012, besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali, yang dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah biaya penanaman kembali yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Baca Juga: Ketentuan PPh Pasal 22 dan PPN bagi Pengusaha SPBU atas Penyerahan BBM

Cadangan Biaya Penutupan dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Limbah Industri untuk Usaha Pengolahan Limbah Industri
Sesuai Pasal 18 ayat (1) s.d. ayat (3) PMK 219/2012, besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah, yang dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.*

Baca Juga: Perpajakan DDTC Rilis Daftar 33 Formulir terkait Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kelas pajak, rekonsiliasi fiskal, biaya pajak, asuransi, premi, BPJS, LPS, piutang

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 29 Mei 2024 | 10:00 WIB
LITERATUR PAJAK

Jasa Perjalanan Haji dan Umroh Dikenakan PPN? Cek Panduannya di Sini

Selasa, 21 Mei 2024 | 10:30 WIB
LITERATUR PAJAK

Baca Buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan secara Digital di Sini

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:00 WIB
BPJS KESEHATAN

Pemerintah Pastikan Belum akan Ubah Besaran Iuran BPJS Kesehatan

Jum'at, 17 Mei 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Syarat Piutang Tak Tertagih kepada Debitur Kecil agar Dapat Dibiayakan

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya