Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Alasan Kebijakan Baru soal Impor Barang Kiriman PMI Berlaku Surut

A+
A-
0
A+
A-
0
Alasan Kebijakan Baru soal Impor Barang Kiriman PMI Berlaku Surut

Direktur Impor Kemendag Arif Sulistiyo saat memberikan sosialisasi terkait dengan Permendag 7/2024.

JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7/2024, pemerintah menghilangkan batasan jenis barang yang dapat diimpor pekerja migran Indonesia (PMI) melalui mekanisme barang kiriman.

Direktur Impor Kemendag Arif Sulistiyo mengatakan kebijakan ini berlaku surut sejak 11 Desember 2023. Menurutnya, hal ini bertujuan untuk memastikan barang kiriman PMI yang masih tertahan dapat segera diselesaikan.

"Harapannya, dengan adanya Permendag 7/2024 sudah tidak ada lagi permasalahan barang kiriman PMI," katanya, dikutip pada Minggu (5/5/2024).

Baca Juga: Ongkos Produksi Naik, Malaysia Kaji Ulang Windfall Tax Kelapa Sawit

Arif menuturkan Permendag 7/2024 diterbitkan sebagai perubahan kedua Permendag 36/2023. Melalui Permendag 7/2024, tidak ada lagi pembatasan jenis barang dalam impor barang kiriman PMI, kecuali barang dilarang impor dan barang berbahaya.

Contoh barang-barang yang dilarang impor dan barang-barang berbahaya tersebut antara lain seperti intan kasar, prekursor nonfarmasi, nitrocellulose, barang berbasis sistem pendingin, dan baterai lithium tidak baru.

Selain jenis barang, tidak ada lagi pembatasan jumlah barang dalam setiap pengiriman. Adapun soal kondisi barang kiriman, dapat berupa barang baru atau tidak baru.

Baca Juga: Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Dalam Permendag 36/2023 sebelumnya, diatur 10 kelompok barang kiriman PMI yang termasuk dalam barang impor yang dibatasi. Misal, kelompok pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi dibatasi paling banyak 5 potong untuk barang baru dan 15 potong untuk barang tidak baru.

Sejalan dengan penerbitan Permendag 7/2024, ketentuan barang kiriman PMI kini hanya mengacu pada PMK 141/2023.

Sementara itu, Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi pun mengingatkan bahwa pembebasan batasan jenis dan jumlah barang kiriman hanya berlaku untuk PMI yang ditetapkan sebagai subjek penerima fasilitas.

Baca Juga: e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Subjek penerima fasilitas ini terdiri atas PMI yang tercatat pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan PMI yang tercatat Kementerian Luar Negeri.

Dia menyebut PMK 141/2023 turut mengatur fasilitas pembebasan bea masuk, tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN), serta dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh) terhadap barang kiriman PMI.

Ketentuan tersebut berlaku dengan untuk pengiriman barang yang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun senilai masing-masing FOB US$500 untuk pekerja yang terdaftar pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), serta maksimal 1 kali dalam 1 tahun senilai FOB US$500 untuk pekerja selain terdaftar pada BP2MI.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Jika melebihi batasan de minimis tersebut, atas impor barang kiriman PMI dikenakan bea masuk 7,5% dan pajak dalam rangka impor (PDRI). (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : permendag 7/2024, kemendag, kebijakan berlaku surut, barang kiriman, pekerja migran indonesia, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 01 Juli 2024 | 09:00 WIB
APBN 2024

Akhir Mei 2024, Posisi Utang Pemerintah Tembus Rp8.353 Triliun

Minggu, 30 Juni 2024 | 15:30 WIB
KEPATUHAN PAJAK

KPK Ingatkan Pelaku Usaha Pertambangan untuk Patuh Pajak

Minggu, 30 Juni 2024 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Harga CPO Turun Berefek ke Penerimaan Bea Keluar, Ini Penjelasan DJBC

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Masih Lesu Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, TAM Disebut Punya 4 Manfaat Ini bagi Wajib Pajak

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PKP Lupa Passphrase Sertifikat Elektronik e-Faktur, Ini Solusinya

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:30 WIB
PROVINSI DKI JAKARTA

Semester I/2024, Pemprov DKI Jakarta Kumpulkan Pajak Rp16,8 Triliun

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Begini Ketentuannya