Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Dorong Sektor Properti, Pengusaha Minta Pemda Beri Insentif PBB

A+
A-
0
A+
A-
0
Dorong Sektor Properti, Pengusaha Minta Pemda Beri Insentif PBB

Ilustrasi. Warga melintas di salah satu perumahan subsidi di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Sabtu (13/1/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nz

PADANG, DDTCNews - Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Sumatera Barat (Sumbar) meminta pemerintah kabupaten/kota memberikan kebijakan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang berpihak pada sektor properti.

Ketua DPD REI Sumbar Satria Eka Putra mengatakan PBB di wilayah Sumbar terasa tinggi karena pemda menetapkan nilai jual objek pajak (NJOP) yang melebihi harga pasar aktual. Menurutnya, kondisi tersebut berpotensi mengganggu bisnis properti.

"Dalam beberapa tahun terakhir, para pengembang properti di Sumatera Barat menghadapi tantangan serius terkait dengna kebijakan PBB yang mendasarkan NJOP pada nilai yang tidak sesuai dengan kondisi pasar aktual," katanya, dikutip pada Selasa (13/2/2024).

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Satria menuturkan NJOP yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar menyulitkan para pengembang dalam menetapkan harga jual yang kompetitif. Kebijakan ini berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan sektor properti di Sumbar.

Saat ini, berbagai wilayah telah melakukan penyesuaian kebijakan PBB sejalan dengan implementasi UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Di Kota Padang, tarif PBB P2 ditetapkan 0,2% untuk NJOP hingga Rp2 miliar; tarif 0,3% untuk NJOP di atas Rp2 miliar hingga Rp3 miliar; tarif 0,4% untuk NJOP di atas Rp3 miliar hingga Rp5 miliar; serta 0,5% untuk NJOP di atas Rp5 miliar. Adapun tarif PBB yang berupa lahan produksi pangan dan ternak, ditetapkan sebesar 0,1%.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Satria berharap pemda dapat memberikan insentif agar tagihan PBB bisa lebih rendah. Berdasarkan UU HKPD, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB dapat ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP).

Selain itu, dia meminta kuota rumah bersubsidi tetap tersedia sehingga daya beli masyarakat terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi terjaga.

"Kami berharap berbagai kemudahan dapat diberikan pemerintah sehingga masyarakat bisa memiliki rumah dengan harga lebih terjangkau," ujarnya seperti dilansir topsatu.com.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Sebagai informasi, UU HKPD mengatur tarif PBB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5%. Batas atas itu naik dari ketentuan terdahulu (dalam UU PDRD), yakni paling tinggi 0,3%.

Namun, UU HKPD juga mengamanatkan penetapan tarif lebih rendah untuk PBB-P2 atas lahan produksi pangan dan ternak dibandingkan tarif untuk lahan lainnya. Tarif PBB ini ditetapkan dengan peraturan daerah (perda).

UU HKPD pun telah memberikan fleksibilitas bagi pemda untuk menetapkan NJOP yang menjadi dasar pengenaan PBB. NJOP ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Ketentuan rentang 20%-100% terkait dengan NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 itu sebelumnya tidak ada dalam UU PDRD.

Terkait dengan NJOPTKP, ditetapkan paling sedikit sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak. Jika wajib pajak memiliki/menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOPTKP hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak.

NJOP ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. (rig)

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : dpd rei sumatera barat, pajak, pajak daerah, sektor properti, pajak bumi dan bangunan, PBB-P2

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama

Jum'at, 05 Juli 2024 | 15:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 14:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Fitur Daftar Bukti Pemotongan di DJP Online Masih Tahap Pengembangan