Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Ikuti KTM WTO ke-13, RI Ingin Stop Moratorium Bea Masuk Barang Digital

A+
A-
0
A+
A-
0
Ikuti KTM WTO ke-13, RI Ingin Stop Moratorium Bea Masuk Barang Digital

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan membawa sejumlah agenda prioritas dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) ke-13 pada 26-29 Februari 2024. Salah satunya ialah mengenai program kerja niaga elektronik.

Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan pemerintah akan mendorong WTO untuk melanjutkan pembahasan mengenai program kerja niaga elektronik (e-commerce) yang diluncurkan sejak 1998.

Harapannya, moratorium bea masuk atas transmisi elektronik atau customs duties on electronic transmission (CDET) dapat disetop.

Baca Juga: Ongkos Produksi Naik, Malaysia Kaji Ulang Windfall Tax Kelapa Sawit

"Penting bagi WTO untuk fokus terlebih dahulu membahas program kerja e-commerce untuk memperjelas ruang lingkup CDET dan bagaimana mengatasi kesenjangan tingkat kemajuan digital negara-negara anggota WTO, khususnya di negara berkembang," katanya, dikutip pada Selasa (27/2/2024).

Djatmiko menuturkan KTM WTO ke-13 dapat menjadi momentum untuk melanjutkan pembahasan rencana pengenaan bea masuk atas barang digital. WTO pun bisa memberikan kejelasan mengenai definisi dan ruang lingkup bea masuk atas barang digital tersebut.

Pengenaan bea masuk atas barang digital masih terkendala moratorium yang terus diperpanjang dalam KTM WTO sejak 1998. Negara berkembang menilai moratorium bea masuk barang digital tersebut telah menghilangkan potensi penerimaan negara secara signifikan.

Baca Juga: Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Di sisi lain, negara maju seperti Uni Eropa memandang pengenaan bea masuk atas barang digital justru berpotensi menimbulkan kerugian lebih besar pada perekonomian.

Di Indonesia, pemerintah telah mengatur pengenaan bea masuk barang digital walaupun bertarif 0%. Ketentuan itu tertuang dalam PMK 17/2018, yang di dalamnya memuat uraian barang peranti lunak dan barang digital lainnya yang ditransmisikan secara elektronik.

Barang yang masuk dalam kelompok tersebut meliputi peranti lunak sistem operasi; peranti lunak aplikasi multimedia (audio, video, atau audio visual); data pendukung atau penggerak sistem permesinan; serta peranti lunak dan barang digital lainnya.

Baca Juga: e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Tidak hanya soal bea masuk barang digital, Djatmiko menyebut Indonesia juga kembali menyuarakan memulihkan sistem penyelesaian sengketa secara penuh. Hal ini penting dalam rangka menciptakan sistem perdagangan multilateral berjalan secara adil dan menjamin kepastian hukum.

Menurutnya, Indonesia yang merupakan salah satu negara pengguna aktif sistem penyelesaian sengketa, sangat menyesalkan lumpuhnya Badan Banding WTO dalam menguji kasus-kasus sengketa pada tahap banding.

"Untuk itu, pemerintah Indonesia akan mendorong WTO untuk dapat melakukan pemulihan secara penuh sistem penyelesaian sengketa sesuai mandat KTM sebelumnya, yaitu dilaksanakan pada 2024," ujar Djatmiko.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selain kedua isu tersebut, Indonesia dalam KTM WTO juga turut memperjuangkan kesepakatan mengenai public stockholding (kepemilikan saham publik) untuk ketahanan pangan, serta subsidi perikanan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : KTM WTO, bea masuk, barang digital, e-commerce, penerimaan negara, negara berkembang, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 01 Juli 2024 | 09:00 WIB
APBN 2024

Akhir Mei 2024, Posisi Utang Pemerintah Tembus Rp8.353 Triliun

Minggu, 30 Juni 2024 | 15:30 WIB
KEPATUHAN PAJAK

KPK Ingatkan Pelaku Usaha Pertambangan untuk Patuh Pajak

Minggu, 30 Juni 2024 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Harga CPO Turun Berefek ke Penerimaan Bea Keluar, Ini Penjelasan DJBC

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Masih Lesu Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, TAM Disebut Punya 4 Manfaat Ini bagi Wajib Pajak

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PKP Lupa Passphrase Sertifikat Elektronik e-Faktur, Ini Solusinya

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:30 WIB
PROVINSI DKI JAKARTA

Semester I/2024, Pemprov DKI Jakarta Kumpulkan Pajak Rp16,8 Triliun

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Begini Ketentuannya