Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Mempertimbangkan Pajak dalam Transformasi Industri Hijau

A+
A-
4
A+
A-
4
Mempertimbangkan Pajak dalam Transformasi Industri Hijau

PEMBANGUNAN berkelanjutan telah menjadi agenda global yang mendesak di tengah meningkatnya kepedulian terhadap perubahan iklim dan degradasi lingkungan.

Para ilmuwan memprediksi suhu di bumi akan menembus ambang batas 1,5 derajat Celcius hingga 2027. Artinya, bumi akan menjadi 1,5 derajat Celcius lebih panas dibandingkan paruh kedua abad ke-19, sebelum emisi bahan bakar fosil dan industrialisasi meningkat (BBC, 2023).

International Energy Agency (IEA) melaporkan produksi CO2 dunia mencapai rekor tertinggi pada 2022. Volume emisi gas pemanasan global dampak produksi energi naik 0,9% sehingga mencapai 36,8 giga ton (Gt). Menurut National Aeronautics and Space Administration (NASA), besarnya 1 Gt setara dengan sekitar 10.000 kapal induk bermuatan penuh.

Ternyata, Indonesia turut memengaruhi perubahan lingkungan global akibat emisi karbon. Indonesia menempati urutan kelima negara penghasil emisi karbon kumulatif terbanyak di dunia. Emisinya mencapai 102,562 GtCO2 (Carbon Brief, 2021).

Sektor industri mempunyai kontributor terbesar terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, adanya transformasi menuju industri hijau adalah suatu keharusan yang mendesak. Dengan konsep industri hijau, fokusnya adalah ekonomi yang lebih berkelanjutan secara lingkungan.

Untuk mendukung transformasi tersebut, instrumen kebijakan fiskal – termasuk pajak – bisa dipakai. Penerapan pajak karbon, green tax, tax holiday, dan tax allowance bisa menjadi sejumlah opsi instrumen untuk memotivasi perubahan positif menuju pembangunan berkelanjutan.

Pajak Karbon dan Green Tax

ADAPUN pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan terhadap pemakaian bahan bakar berdasarkan pada kadar karbonnya. Pengenaan pajak karbon di Indonesia telah masuk sebagai salah satu kebijakan dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sesuai dengan UU HPP, tarif paling rendah pajak karbon adalah Rp30 per kilogram CO2 ekuivalen (CO2e). Indonesia menggunakan skema cap and tax, yaitu skema gabungan antara cap and trade serta tax. Skema ini dijadikan sebagai insentif untuk melakukan perdagangan karbon, tetapi menjadi penalti jika industri tidak memenuhi kewajiban batas emisinya.

Pemerintah tidak menerapkan pajak karbon untuk semua sektor penghasil emisi. Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap untuk sektor-sektor tertentu. Rencananya, sektor yang pertama kali terkena pajak karbon adalah PLTU batu bara.

Pajak karbon akan mendukung pembangunan berkelanjutan sekaligus menjadi sumber pendapatan baru. Dalam konteks studi di Australia oleh John Humphreys (2007) dalam Exploring a Carbon Tax for Australia, pajak karbon A$15 per ton akan meningkat pendapatan pemerintah sekitar A$6,5 miliar. Pengenaan A$30 per ton akan menghasilkan pendapatan pemerintah sebesar A$13 miliar.

Berbeda dengan pajak karbon, green tax memiliki cakupan yang lebih luas. Tidak hanya melihat dampak emisi gas rumah kaca, green tax juga muncul karena pencemaran air, limbah berbahaya, penggundulan hutan, dan masalah lingkungan lainnya.

Penerapan green tax di China bisa menjadi salah satu contoh jika ingin mengimplementasikan pada sejumlah provinsi. Beberapa temuan empiris menyebutkan konsistensi penerapan peraturan lingkungan dapat membawa pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan kualitas lingkungan (Rahmawati, 2019).

Terdapat 2 wacana umum mengenai green tax, yaitu konsep penerapan pajak lingkungan dan pemberian kredit pajak. Dengan konsep penerapan pajak lingkungan, setiap perusahaan yang memperparah kondisi lingkungan akan dikenakan pungutan wajib (the polluter pays principle).

Sementara itu, konsep pemberian kredit pajak sangat efektif di Amerika Serikat yang mempunyai kesadaran tinggi dari masyarakatnya. Contoh, pengusaha yang membeli mobil hibrida atau kendaraan listrik diberi kredit pajak lebih, misalnya 30% dari harga mobil dengan batasan maksimal pengurangan 10 juta. Contoh lain, konsumen air conditioner (AC) non-CFC diberikan pengurangan pajak sebesar 10% dari harga AC (Pratiwi dan Setyawan, 2014).

Tax Holiday dan Tax Allowance

PILIHAN selanjutnya adalah pemberian insentif tax holiday dan tax allowance kepada industri yang produktif dalam penjagaan kelestarian lingkungan. Pemberian tax allowance dan tax holiday kepada industri hijau dapat merangsang investasi dalam teknologi dan inovasi berkelanjutan.

Pemerintah harus selektif dalam pemberian insentif tax holiday dan tax allowance kepada investor. Pemerintah seharusnya bukan hanya melihat aspek break even point (BEP) dan internal rate of return (IRR), melainkan juga eksternalitas yang ditimbulkan dari industri tersebut. Dengan demikian, pemberian insentif pajak tersebut memacu pertumbuhan investasi industri hijau.

Berdasarkan pada penelitian Dzulfan H, dkk (2022), penghitungan insentif tax allowance dan tax holiday berimplikasi terhadap penghematan kas perusahaan hingga 100%. Insentif tersebut telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2020.

Pemberian insentif terhadap industri hijau harus memperhatikan revenue productivity dan standar industri hijau (SIH) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pemberian insentif tetap harus dilakukan dengan selektif.

Dalam prinsip ekonomi dikenal dengan prinsip individual responds to incentive atau setiap orang melakukan sesuatu karena adanya dorongan atau insentif. Pemberian insentif pajak seperti green tax, pajak karbon, tax allowance, dan tax holiday memiliki peran sentral dalam mendorong pembangunan berkelanjutan menuju visi green constitution.

Green constitution yang merupakan gagasan Prof Jimly Asshiddiqie juga dapat menjadi panduan hukum sekaligus simbol komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan.

Dengan pemberian insentif pajak yang bijaksana, Indonesia dapat membentuk iklim bisnis yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif pada lingkungan. Pada saat bersamaan, pemerintah juga menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan bagi generasi mendatang.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023, pajak, pemilu 2024, pajak dan politik, SDGs, pajak karbon, insentif pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama