Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Menakar Pengaruh Pajak dalam Momentum Bonus Demografi

A+
A-
4
A+
A-
4
Menakar Pengaruh Pajak dalam Momentum Bonus Demografi

PADA akhir kuartal II/2023, Ditjen Imigrasi Kemenkumham menyatakan sekitar 3.912 penduduk Indonesia berusia 25-35 tahun berpindah ke Singapura dalam rentang waktu 2019 hingga 2022.

Hal tersebut tentu menjadi kabar tidak menguntungkan bagi Indonesia yang sedang memasuki momentum bonus demografi. Dalam momentum bonus demografi, penduduk dengan usia produktif berkisar 16-65 tahun memiliki proporsi terbesar dalam struktur populasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030-2040. Dalam periode tersebut, total 64% penduduk Indonesia memiliki usia produktif antara 15-64 tahun (BPS, 2018).

Namun, adanya fenomena perpindahan penduduk berusia produktif—yang dipengaruhi berbagai faktor—akan sangat merugikan Indonesia. Adapun salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk ini adalah perekonomian yang di dalamnya termasuk sistem perpajakan.

Dalam bidang ekonomi, kebijakan dan sistem perpajakan yang memberatkan menjadi faktor pendorong migrasi penduduk (Palisuri, 2017). Dengan begitu, apakah sistem perpajakan memiliki andil sebagai penentu bonus demografi di Indonesia?

Perbedaan Tarif PPh

TIDAK seperti negara-negara di Uni Eropa, negara-negara di kawasan Asean tidak memiliki harmonisasi dalam bidang perpajakan. Setiap negara anggota dapat dengan bebas merancang kebijakan perpajakan.

Kebebasan dalam pembuatan kebijakan itu memunculkan perbedaan tarif pajak yang diberlakukan. Perbedaan tarif pajak di Kawasan Asia Tenggara itu dapat menjadi tantangan dan persaingan baru untuk dapat menarik episentrum ekonomi, investasi, dan sumber daya manusia.

Di Indonesia, sesuai dengan perubahan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) yang termuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), rentang tarif PPh orang pribadi bersifat progresif dari 5% hingga 35%.

Adapun tarif PPh terendah, yakni 5%, dikenakan terhadap lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta. Kemudian, tarif PPh tertinggi sebesar 35% dikenakan terhadap lapisan penghasilan kena pajak lebih dari Rp5 miliar.

Tarif tersebut masih terbilang cukup tinggi. Batasan penghasilan yang dikenai pajak juga masih terlalu rendah apabila dibandingkan dengan Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura.

Per tahun 2023, Singapura memiliki tarif PPh orang pribadi sebesar 5% hingga 20%. Batas penghasilan yang dikenakan tarif 5% senilai SG$20.000 atau Rp225 juta (kurs Rp11.251). Dari perbandingan tersebut, ada gap yang sangat besar untuk Indonesia ‘dapat bersaing’.

Terlebih, melalui perubahan UU PPh dalam UU HPP, pemerintah Indonesia juga menetapkan natura sebagai objek pajak. Hal ini menambah penghasilan kena pajak yang akan dikenakan tarif PPh progresif wajib pajak orang pribadi.

Doing Business (2017) menyatakan total pemajakan di Indonesia mencapai 30% yang terdiri atas pajak keuntungan 16,6%, tenaga kerja 11,5%, dan pajak lainya 1,9%. Hal ini menempatkan Indonesia dengan total tarif perpajakan domestik yang tinggi di atas Singapura, Brunei Darussalam, dan Kamboja (Databooks, 2018).

Begitu juga dengan pungutan pajak di Indonesia yang mencapai 43 jenis pemungutan dan/atau pemotongan pajak. Kebutuhan waktu paling lama dalam pemenuhan kewajiban perpajakan mencapai 207 jam. Sementara itu, waktu yang dibutuhkan di Singapura hanya 64 jam (Databooks, 2018).

Dengan demikian, Indonesia mempunyai objek pajak yang banyak dan kebutuhan waktu administrasi cukup lama. Hal ini menjadikan sistem perpajakan di Indonesia tidak cukup kompetitif dan atraktif untuk dapat menarik WNI ataupun WNA.

Nova (2014) menyatakan secara signifikan dan berkelanjutan, tarif pajak memberikan pengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Tingginya tarif dan sempitnya rentang penghasilan kena pajak bisa jadi berkorelasi dengan tingkat kepatuhan dan perpindahan penduduk Indonesia.

Pada 2022, Indonesia memiliki populasi penduduk sebanyak 275,77 juta jiwa. Namun, wajib pajak orang pribadi yang terdaftar hanya berjumlah 20 juta dan yang melaporkan SPT Tahunan per 10 Mei 2023 hanya berkisar 12,39 Juta jiwa (DJP, 2023).

Dengan kata lain, jumlah pelaporan SPT Tahunan itu baru 61,95% dari 20 juta wajib pajak orang pribadi terdaftar atau hanya 4,49% dari 275,77 juta penduduk Indonesia. Data ini menunjukkan tingkat kepatuhan masih perlu ditingkatkan.

Efektivitas Sistem

EFEKTIFITAS sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak (Fahluzy dan Agustina, 2014). Sistem perpajakan dengan tarif yang tinggi dan administrasi yang memberatkan akan cenderung membuat wajib pajak orang pribadi sulit patuh.

Kondisi tersebut bisa juga berpotensi mendorong penduduk Indonesia untuk mencari alternatif negara lain yang dapat menawarkan sistem perpajakan yang lebih menguntungkan. Musrave and Musgrave (2014) menyatakan efisiensi sistem perpajakan melingkupi 3 kriteria.

Pertama, efisien administrasi agar tidak ada biaya yang besar dalam pemungutan pajak. Biaya itu sebanding dengan pajak yang dipungut. Kedua, efisiensi kepatuhan agar biaya untuk patuh tidak memberatkan wajib pajak. Ketiga, efisiensi beban pajak untuk meminimalisasi beban lebih dari perpajakan sehingga tidak akan menghalangi pengambilan keputusan ekonomi.

Fenomena perpindahan penduduk akan menjadi kerugian besar bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi bonus demografi. Hal ini ditandai dengan penduduk dengan usia produktif lebih memilih pindah ke negara lain yang menawarkan sistem dan kebijakan perpajakan yang lebih menguntungkan.

Pemerintah Indonesia, terutama di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden selanjutnya, diharapkan dapat menerapkan sistem perpajakan yang lebih efektif sehingga dapat mendorong warga negara Indonesia untuk tetap menetap dan berkarya di Indonesia.

Hal ini menunjukkan sistem perpajakan juga menjadi salah satu faktor penentu hasil yang bisa diraih dari momentum bonus demografi di Indonesia.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023, pajak, pemilu 2024, pajak dan politik, bonus demografi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama