Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

PP 50/2022 Berlaku, Wajib Pajak Perlu Perhatikan Hal-Hal Berikut Ini!

A+
A-
30
A+
A-
30
PP 50/2022 Berlaku, Wajib Pajak Perlu Perhatikan Hal-Hal Berikut Ini!

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 telah menjadi bahasan media nasional pada beberapa hari ini. Beleid ini diterbitkan dalam rangka memenuhi ketentuan-ketentuan delegasi dari UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang HPP.

Sebagai aturan yang merincikan UU HPP, banyak perubahan, penegasan, serta ketentuan baru yang terkandung dalam PP 50/2022. Perubahan-perubahan tersebut sangat krusial untuk dipahami oleh wajib pajak sebagai pihak yang tentunya akan terpengaruh pemenuhan kewajiban perpajakannya oleh PP ini.

Pada artikel sebelumnya, kita telah menjelaskan beberapa poin penting dalam PP 50/2022. Berikut ini adalah beberapa poin penting lainnya yang juga terdapat dalam beleid ini.

Pertama, merinci ketentuan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban wajib pajak yang berkewajiban membayar pajak karbon. Sebagaimana diatur pada Pasal 69 ayat (2) PP 50/2022, pajak karbon dilunasi oleh wajib pajak dengan cara dibayar sendiri atau dipungut oleh pemungut pajak karbon.

Bila orang pribadi atau badan melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon, orang pribadi atau badan tersebut adalah wajib pajak dan harus menyampaikan SPT Tahunan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak karbon.

Bagi wajib pajak yang merupakan pemungut pajak karbon, wajib pajak tersebut wajib menyampaikan SPT Masa untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak karbon. SPT Tahunan pajak karbon wajib disampaikan paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun kalender, sedangkan SPT Masa disampaikan paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.

Untuk diketahui, pajak karbon sesungguhnya akan diberlakukan sejak April 2022 dengan tarif senilai Rp30 per kilogram CO2e atas PLTU batu bara. Namun, pajak karbon tak kunjung diimplementasikan oleh pemerintah hingga hari ini.

Kedua, beleid ini memerinci ketentuan pelunasan kerugian pada pendapatan negara ketika perkara pidana pajak telah dilimpahkan ke pengadilan. Walaupun perkara telah dilimpahkan oleh penyidik ke pengadilan, terdakwa tetap dapat melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi dendanya sebagaimana termuat pada Pasal 44B ayat (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Pelunasan kerugian negara sekaligus sanksi denda Pasal 44B ayat (2) UU KUP juga diperhitungkan sebagai pembayaran kerugian pada pendapatan negara atau pidana denda yang dibebankan kepada terdakwa. Pelunasan dilakukan oleh terdakwa tindak pidana pajak setelah menerima informasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksinya dari dirjen pajak.

Ketiga, merevisi ketentuan mengenai prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure/MAP). Pada Pasal 57 PP 50/2022, pemerintah memerinci interaksi MAP dengan upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak yakni keberatan, permohonan pengurangan/pembatalan SKP, banding, peninjauan kembali (PK), dan gugatan.

Keempat, merinci mekanisme integrasi basis data kependudukan dan basis data perpajakan. Perincian ini merupakan amanat dari Pasal 2 ayat (10) UU KUP s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pada Pasal 68 ayat (3) PP 50/2022 disebutkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna pada basis data kependudukan kepada Kementerian Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan. Adapun yang dimaksud data kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.

Kelima, menyesuaikan kerja sama pemberian data dengan pihak lain yang terkait kerahasiaan jabatan. Sesuai dengan Pasal 54 ayat (2) PP 50/2022, menteri keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan/atau tenaga ahli untuk memberi keterangan dan/atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak kepada pihak tertentu yang ditunjuk dalam izin tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah para ahli, antara lain ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan sebagainya yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak untuk membantu pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Diatur pula dalam Pasal 54 PP 50/2022, setiap pejabat dan tenaga ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain mengenai segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.

Pentingnya Mendalami Ketentuan KUP Terbaru dalam PP 50/2022

Selain dari poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya, masih banyak hal-hal lain yang dirincikan dalam PP 50/2022. Tiap-tiap pasal tersebut perlu kita perhatikan dan pahami implikasinya terhadap proses bisnis perpajakan dari wajib pajak.

Pelajari dan kupas bersama poin-poin perubahan tersebut dalam Tax Update Webinar: Pembaharuan Ketentuan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sesuai PP 50/2022.


Membutuhkan informasi lebih lanjut terkait dengan info webinar ini? Hubungi Hotline DDTC Academy +62812-8393-5151 (Vira), email [email protected](Vira), atau melalui akun Instagram DDTC Academy (@ddtcacademy). (sap)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : DDTC Academy, agenda pajak, kursus pajak, seminar pajak, tax update webinar, PPN, PP 50/2022

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lesu Terhadap Dolar AS dan Mayoritas Negara

Selasa, 25 Juni 2024 | 23:43 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Hotel Sediakan Jasa Biro Perjalanan Wisata, Kena Pajak PPN atau PBJT?

Selasa, 25 Juni 2024 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sajian Makanan di Lounge Bandara Kena PPN? Begini Aturannya

Selasa, 25 Juni 2024 | 15:45 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR

Hilangkan Stres, Praktisi Pajak Pelajari Humor untuk Terapi Diri

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama