Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa PPh Pasal 23 Bagi Hasil Penjualan Tiket Bioskop

A+
A-
2
A+
A-
2
Sengketa PPh Pasal 23 Bagi Hasil Penjualan Tiket Bioskop

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas transaksi bagi hasil penjualan tiket bioskop.

Dalam perkara ini, wajib pajak sebagai pemilik bioskop melakukan kerja sama bagi hasil penjualan tiket bioskop dengan pemilik film. Sesuai dengan kerja sama tersebut, wajib pajak akan membayarkan bagian hasil penjualan tiket bioskop kepada pemilik film.

Menurut otoritas pajak, transaksi bagi hasil penjualan tiket antara wajib pajak dan pemilik film secara substantif merupakan pembayaran sewa sehubungan dengan penggunaan harta. Oleh karena itu, wajib pajak seharusnya memotong PPh Pasal 23 atas penghasilan yang dibayarkan kepada pemilik film.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Di sisi lain, wajib pajak tidak sepakat dengan pendapat otoritas pajak. Menurut wajib pajak, pembayaran bagi hasil penjualan tiket bioskop bukanlah transaksi pembayaran sewa. Sebab, pembayaran bagi hasil dilakukan bukan sehubungan dengan penggunaaan harta, melainkan hasil usaha masing-masing pihak. Dengan begitu, pembayaran bagi hasil penjualan sewa kepada pemilik film tidak terutang PPh Pasal 23.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga: Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat atas koreksi DPP PPh Pasal 23 dari bagi hasil penjualan tiket bioskop yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak tepat.

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, tidak terdapat unsur sewa yang menjadi objek PPh Pasal 23 dalam transaksi wajib pajak dengan pemilik film. Oleh karena itu, wajib pajak sudah tepat dengan tidak memotong PPh Pasal 23 atas transaksi bagi hasil penjualan tiket bioskop dengan pemilik film.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 29876/PP/M.I/12/2011 tanggal 21 Maret 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 11 Juli 2011.

Baca Juga: Panduan Pajak untuk Usaha Jasa Boga atau Katering, Cek di Sini

Adapun pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPh Pasal 23 atas transaksi bagi hasil penjualan tiket bioskop dengan pemilik film.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan pemilik bioskop. Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK bekerja sama dengan pemilik film agar film yang dimaksud dapat ditayangkan di bioskop. Kerja sama yang dimaksud ialah pembagian hasil penjualan tiket bioskop antara Termohon PK dengan pemilik film yang proporsinya ialah 50:50.

Menurut Pemohon PK, penghasilan yang diterima pemilik film dari Termohon PK merupakan skema pembayaran sewa film sehingga dapat diklasifikasikan sebagai objek PPh Pasal 23. Pernyataan ini sejalan dengan ketentuan dalam SE-28/PJ.433/1989.

Baca Juga: DJBC Siapkan 2 Strategi dalam Penyelesaian Keberatan dan Banding 2025

Berdasarkan pada SE-29/PJ.433/1989, pembayaran sewa dari Termohon PK kepada pemilik film dengan nama dan bentuk apapun merupakan jenis penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta. Dengan demikian, meskipun Termohon PK menggunakan istilah lain selain sewa, atas pembayarannya tetap terutang PPh Pasal 23 atas sewa.

Namun, Termohon PK belum memotong PPh Pasal 23 atas penghasilan yang dibayarkan kepada pemilik film. Oleh karena itu, Pemohon PK menetapkan koreksi DPP PPh Pasal 23 atas transaksi pembayaran bagi hasil penjualan tiket bioskop kepada pemilik film.

Selain itu, salinan putusan Pengadilan Pajak juga tidak memenuhi persyaratan formal. Dalam hal ini, putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 29876/PP/M.I/12/2011 baru diputuskan setelah lebih dari 12 bulan sejak tanggal surat banding diterima oleh Pengadilan Pajak. Secara formal, pengambilan putusan pemeriksaan banding sudah melebihi jatuh tempo.

Baca Juga: Sengketa Gugatan atas Pinjaman Tanpa Bunga

Sesuai dengan Pasal 81 ayat (1) dan (3) Undang-Undang 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002), putusan pemeriksaan banding dengan acara biasa diambil dalam jangka waktu 12 bulan sejak surat banding diterima. Dengan demikian, Pemohon PK berpendapat putusan tersebut cacat hukum atau juridisch gebrek sehingga harus dibatalkan.

Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, Pemohon PK tetap mempertahankan pendapatnya bahwa pembayaran bagi hasil kepada pemilik film secara substantif termasuk transaksi pembayaran sewa. Dengan demikian, pembayaran bagi hasil dari Termohon PK kepada pemilik film seharusnya dipotong PPh Pasal 23.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sependapat dengan pernyataan Pemohon PK. Menurutnya, pembayaran bagi hasil penjualan tiket kepada pemilik film bukanlah transaksi pembayaran sewa. Sebab, pembayaran bagi hasil dilakukan bukan sehubungan dengan penggunaaan harta, melainkan hasil usaha masing-masing.

Baca Juga: Penyatuan Atap Pengadilan Pajak Terbagi dalam 3 Fase Hingga 2026

Kesimpulannya, transaksi yang dilakukan antara Termohon PK dan pemilik film seharusnya tidak terutang PPh Pasal 23. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan Pemohon PK mengenai jangka waktu yang berkaitan dengan proses administrasi penyelesaian sengketa tidak dapat membatalkan putusan. Adapun proses administrasi yang dimaksud ialah sehubungan dengan pengambilan putusan pemeriksaan banding dengan acara biasa yang melebihi jangka waktu 12 bulan.

Baca Juga: Sengketa Pengenaan PPN atas Penjualan Ikan oleh Badan Usaha

Kedua, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi DPP PPh Pasal 23 berkaitan dengan bagi hasil tiket penjualan bioskop tidak dapat dibenarkan. Sebab, dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Baca Juga: OECD Dorong Penyiapan Aturan Penyelesaian Sengketa Pajak Minimum
(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPh Pasal 23

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 17 Mei 2024 | 09:37 WIB
KEPUTUSAN KETUA MA NOMOR 112/KMA/SK.OT1/IV/2024

Lengkap, Ini Susunan Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA

Kamis, 16 Mei 2024 | 17:30 WIB
PENGADILAN PAJAK

Grand Design Transisi Pengadilan Pajak ke MA Disiapkan, Ini Fokusnya

Kamis, 16 Mei 2024 | 17:00 WIB
PERATURAN PAJAK

Jasa Pembangunan Termasuk Pasang AC Kena PPh Final? Begini Aturannya

Kamis, 16 Mei 2024 | 15:50 WIB
OPINI PAJAK

Menggagas Komunikasi Pajak yang Didasari Kesetaraan dan Kemitraan

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Masih Lesu Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, TAM Disebut Punya 4 Manfaat Ini bagi Wajib Pajak

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PKP Lupa Passphrase Sertifikat Elektronik e-Faktur, Ini Solusinya

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:30 WIB
PROVINSI DKI JAKARTA

Semester I/2024, Pemprov DKI Jakarta Kumpulkan Pajak Rp16,8 Triliun

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Begini Ketentuannya