Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Konsep MAP dan APA dalam Transfer Pricing, Simak Ulasannya di Sini

A+
A-
17
A+
A-
17
Konsep MAP dan APA dalam Transfer Pricing, Simak Ulasannya di Sini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tengah mempersiapkan peraturan menteri keuangan tunggal yang membahas ketentuan transfer pricing, termasuk Mutual Agreement Procedure (MAP) dan Advance Pricing Agreement (APA).

Sebagai mekanisme penyelesaian permasalahan transfer pricing, MAP dan APA dapat digunakan untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak.

Di Indonesia, ketentuan pelaksanaan mengenai MAP dan APA telah diatur sejak 2010 seiring dengan diterbitkannya PER 48/2010 dan PER 69/2010. Saat ini, ketentuan yang berlaku, yaitu PMK 49/2019 dan PMK 22/2020.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Mutual Agreement Procedure (MAP)

MAP adalah solusi (remedi) penyelesaian sengketa di luar ranah penyelesaian sengketa domestik melalui upaya litigasi, seperti keberatan atau banding.

Ketika subjek pajak dalam negeri dari masing-masing negara yang mengadakan P3B dikenakan pajak tidak sesuai dengan ketentuan P3B, subjek pajak tersebut bisa mengajukan klaim melalui MAP. MAP dianggap spesial karena melalui konsultasi dan bukan litigasi.

Tidak hanya digunakan oleh otoritas yang berwenang dalam penyelesaian sengketa pajak berganda yuridis, MAP juga digunakan untuk mengeliminasi pajak berganda ekonomis yang timbul dari penyesuaian harga transfer (transfer pricing).

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

MAP tidak dimaksudkan untuk mencabut hak wajib pajak dalam penyelesaian sengketa melalui upaya litigasi domestik. Artinya, akses untuk mengajukan permohonan MAP tetap harus terbuka bagi wajib pajak, meskipun wajib pajak telah mencoba jalur penyelesaian domestik.

Untuk menghindari konflik putusan antara remedi domestik dan MAP atas sengketa yang sama, Paragraf 76 pada Pasal 25 OECD Commentary dalam OECD Model 2017 menganjurkan untuk tidak menempuh remedi domestik dan MAP pada waktu yang bersamaan.

Oleh karena itu, banyak negara mengadopsi praktik (best practice) sebagai berikut:

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?
  1. Dalam hal remedi domestik tersedia bagi wajib pajak, otoritas yang berwenang bisa meminta perjanjian untuk menunda remedi domestik atau MAP sebelum MAP dijalankan;
  2. Jika MAP telah ditempuh dan suatu kesepakatan telah tercapai, wajib pajak dapat menolak MAP tersebut dan menempuh jalur remedi domestik;
  3. Bila MAP telah ditempuh dan suatu kesepakatan telah dicapai dan disetujui oleh wajib pajak, otoritas yang berwenang dapat meminta suatu perjanjian sehingga wajib pajak tak menempuh jalur remedi domestik; atau
  4. Jika remedi domestik ditempuh oleh wajib pajak di suatu negara dan dijalankan sampai dengan selesai, wajib pajak tersebut hanya dapat menempuh MAP pada negara lainnya. Hal ini dikarenakan banyak negara beranggapan MAP tidak dapat membatalkan putusan remedi domestik.

Di Indonesia, PP 50/2022 menegaskan pembaruan dalam Pasal 27C UU KUP. Dalam pasal tersebut, wajib pajak dapat mengajukan pelaksanaan MAP bersamaan dengan permohonan wajib pajak untuk mengajukan keberatan, banding, serta permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.

Perubahan Pasal 27C UU KUP dilihat sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan atas isu yang sering terjadi terkait makna “sengketa” dalam konteks MAP dan prosedur penyelesaian sengketa domestik yang tidak sepenuhnya konsisten.

Pembaruan Pasal 27C UU KUP kemudian memperkenalkan produk hukum yang baru, yaitu “Surat Keputusan tentang Persetujuan Bersama” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27C ayat (5) UU KUP.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Dengan demikian, penyelesaian sengketa non-transfer pricing wajib pajak dapat tetap dilanjutkan, walaupun prosedur MAP sudah selesai secara terpisah.

OECD juga memberikan rekomendasi terkait dengan unsur kepastian yang harus diberikan kepada wajib pajak, yaitu melalui ketentuan batas waktu dua tahun dan adanya klausul arbitrase MAP dalam penyelesaian sengketa.

Dengan ketentuan tersebut, hak wajib pajak untuk memperoleh kepastian dapat terpenuhi. Begitu juga bagi otoritas yang berwenang.

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Advance Pricing Agreement (APA)

Jika MAP adalah upaya hukum yang dapat digunakan setelah terjadinya pajak berganda, lain halnya dengan kesepakatan harga transfer atau Advance Pricing Agreement (APA).

APA adalah suatu prosedur penyelesaian permasalahan transfer pricing yang dilakukan sebelum terjadinya suatu sengketa. Dalam hal ini, metodologi penentuan harga transfer disepakati di awal untuk beberapa jenis transaksi tertentu.

Terdapat dua tipe APA, yaitu secara unilateral (wajib pajak dengan satu otoritas pajak), dan bilateral atau multilateral (wajib pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak).

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

APA yang dilakukan secara bilateral atau multilateral bisa memberikan solusi lebih efektif terhadap sengketa pajak berganda. Dalam PMK 22/2020, apabila APA bilateral atau multilateral tidak mencapai suatu kesepakatan maka wajib pajak tetap dapat mengajukan permohonan APA unilateral.

Namun, dalam konteks penyelesaian sengketa pajak berganda, APA yang dilakukan secara unilateral tidak memberikan solusi karena otoritas pajak lawan transaksi tidak terlibat dalam APA tersebut.

Prosedur APA bersifat sukarela dan secara formal harus dimulai dari inisiatif wajib pajak. Prosedur APA diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan pajak di setiap negara. Berikut elemen yang dibahas dalam suatu APA secara garis besar.

Baca Juga: Pemeriksaan WP Atas Data Konkret Tidak Bisa Diajukan Quality Assurance

Pertama, menetapkan fakta-fakta dan asumsi ke depan terkait dengan transaksi afiliasi. Kedua, menetapkan metode transfer pricing dan pembanding yang akan digunakan.

Ketiga, perkiraan harga atau rentang kewajaran yang dihasilkan dengan aplikasi metode transfer pricing yang dipilih.

Guna memudahkan wajib pajak memahami MAP dan APA, buku berjudul Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II) telah merangkum ulasan keduanya dalam satu bab secara khusus.

Baca Juga: Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?

Informasi mengenai MAP dan APA dalam buku ini mencakup konsep, karakteristik, prosedur, hingga ketentuan MAP maupun APA di Indonesia.

Jika Anda tertarik membaca buku transfer pricing ini, silakan melakukan pembelian melalui tautan berikut https://store.Perpajakan DDTC.ddtc.co.id/products/transfer-pricing-ide-strategi-dan-panduan-praktis-dalam-perspektif-pajak-internasional-edisi-kedua-volume-ii.

Jika memiliki pertanyaan mengenai pembelian buku, Anda juga dapat menghubungi tim Perpajakan DDTC by DDTC melalui Hotline 0813-8080-4136 atau [email protected]. (rig)

Baca Juga: Fitur Daftar Bukti Pemotongan di DJP Online Masih Tahap Pengembangan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : perpajakan DDTC, perpajakan DDTC premium, ddtc, buku, pajak, transfer pricing, MAP, APA, edukasi pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama