Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Perbedaan Peraturan Transfer Pricing di Zimbabwe dan Indonesia

A+
A-
1
A+
A-
1
Perbedaan Peraturan Transfer Pricing di Zimbabwe dan Indonesia

ZIMBABWE merupakan salah satu negara di Afrika yang mengharuskan wajib pajak untuk melakukan dokumentasi transfer pricing. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan dan isu yang timbul terkait dengan peraturan transfer pricing yang diterapkan di Zimbawe.

Perbedaan perihal peraturan transfer pricing tersebut dibeberkan Simbarashe Hamudi, Manajer Tax Matrix, melalui artikelnya berjudul Transfer Pricing in Zimbabwe. Adapun artikel tersebut diterbitkan oleh Tax Notes International.

Secara garis besar, peraturan transfer pricing di Zimbabwe mirip dengan yang diterapkan di Indonesia. Hal ini tercermin dari prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, metode transfer pricing, serta konten dalam dokumen transfer pricing yang harus diaplikasikan wajib pajak. Perbedaan signifikan terdapat pada sanksi serta threshold wajib pajak yang harus melakukan dokumentasi transfer pricing.

Baca Juga: 2 Profesional DDTC Ulas Transfer Pricing di Publikasi Internasional

Lebih lanjut, undang-undang terkait transfer pricing di Zimbabwe terus berkembang pada beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun lalu, Zimbabwe mengeluarkan peraturan terbaru dengan bantuan African Tax Administrator Forum (ATAF).

Peraturan tersebut mewajibkan wajib pajak Zimbabwe untuk menyertakan dokumen transfer pricing dalam SPT PPh Badan. Komisioner dapat meminta dokumen tersebut kapan saja dan dokumen harus diberikan 7 hari setelah tanggal permintaan untuk mencegah pengenaan sanksi.

Berdasarkan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebelum terjadi perubahan melalui UU Cipta Kerja, wajib pajak Indonesia akan menerima denda senilai Rp1 juta jika tidak menyertakan dokumentasi transfer pricing pada saat penyerahan SPT.

Baca Juga: Mengupas Tantangan Pajak Akibat Mobilitas Individu di Era Digital

Lalu, kenaikan denda sebesar 50% jika ditegur secara tertulis, tetapi tetap tidak disampaikan oleh wajib pajak, atau bunga 2% per bulan apabila wajib pajak melakukan penyerahan lebih dari jangka waktu atau tidak menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

Sementara itu, wajib pajak Zimbabwe diancam mendapatkan sanksi progresif sebesar 10%, 30%, dan 100% tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak.

Sesungguhnya, lingkup sanksi yang dihadapi wajib pajak Zimbabwe lebih sempit ketimbang Indonesia. Pemerintah Indonesia masih memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban dokumentasi transfer pricing hingga teguran tertulis, sebelum dikenakan sanksi secara berat.

Baca Juga: Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh Tak Ada Batas Waktu Asal Penuhi Kriteria

Selain itu, pada 2019, Zimbabwe Revenue Authority (ZIMRA) menetapkan peraturan bahwa seluruh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan pihak afiliasi harus melakukan dokumentasi transfer pricing. Namun, tidak seluruh entitas yang berada dalam yurisdiksi Indonesia harus mendokumentasikan transfer pricing.

Entitas yang diwajibkan untuk melakukan dokumentasi transfer pricing, baik dokumen lokal, induk, maupun laporan per negara hanyalah entitas yang memuhi threshold yang ditetapkan dalam Pasal 2 pada Peraturan Menteri Keuangan No. 213/2016.

Ditetapkannya treshold tersebut sejalan dengan prinsip pajak kelayakan/convenience yang wajib dipungut di Indonesia bahwa pemerintah mempertimbangkan layak atau tidaknya wajib pajak dikenai pajak dengan melihat kemampuan self assesment dan membayar pajak dari wajib pajak yang bersangkutan.

Baca Juga: Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Penulis berpendapat terdapat beberapa isu yang timbul dari peraturan transfer pricing yang diterapkan di Zimbabwe. Munculnya isu-isu tersebut, terutama disebabkan oleh peraturan transfer pricing Zimbabwe yang lebih fokus di ranah domestik ketimbang internasional.

Pertama, peraturan terkait dengan pencegahan penghindaran pajak yang berlaku memberikan wewenang yang berlebihan kepada komisioner umum untuk melakukan penyesuaian jika wajib pajak tidak menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau tidak merefleksikan harga pasar dalam transaksi afiliasi yang dilakukan.

Kedua, transaksi yang dilakukan dalam satu yurisdiksi dengan tarif pajak dan kondisi yang sama tidak memungkinkan untuk terjadinya profit shifting yang menguntungkan wajib pajak Zimbabwe. Ketiga, dokumentasi transfer pricing membutuhkan biaya yang cukup besar.

Baca Juga: Terkait Transfer Pricing, Pemeriksaan Kantor Bisa Diubah ke Lapangan

Biaya tersebut akan menjadi beban operasional tersendiri untuk wajib pajak berskala kecil dan menengah yang merupakan sebagian besar wajib pajak Zimbabwe. Kondisi tersebut diperburuk dengan tidak adanya threshold dalam penentuan wajib pajak yang harus melakukan dokumentasi transfer pricing.

OECD Guidelines menyatakan perpajakan pada setiap negara harus dapat memberikan keseimbangan antara peraturan dokumentasi transfer pricing dan biaya ekspektasi, serta biaya adminstrasi yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Hal ini dikarenakan prinsip utama perpajakan adalah menyediakan biaya kepatuhan yang wajar dan tidak merugikan wajib pajak.

Sebagai catatan akhir, perkembangan peraturan telah memberikan kepastian dalam lingkup transfer pricing di Zimbabwe. Namun, beberapa isu praktikal yang merugikan wajib pajak dan ZIMRA harus diselesaikan dengan diskusi antar pihak.

Baca Juga: OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

ZIMRA perlu untuk mengkaji ulang kebutuhan dokumentasi transfer pricing untuk transaksi domestik mengingat biaya tinggi yang harus ditanggung sebagian besar wajib pajak yang merupakan perusahaan berskala kecil dan menengah. Pemerintah Zimbabwe juga perlu untuk membentuk threshold jika ingin mempertahankan penerapan peraturan transfer pricing untuk transaksi domestik.

*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.

Baca Juga: Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resensi, resensi jurnal, lomba resensi jurnal, hut ddtc ke-14, transfer pricing, zimbabwe

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 25 Februari 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Penyesuaian Sekunder oleh DJP atas Pengujian Penerapan PKKU

Jum'at, 23 Februari 2024 | 09:00 WIB
ANALISIS PAJAK

Simplifikasi Ketentuan Transfer Pricing Ala Pilar 1 Amount B

Kamis, 22 Februari 2024 | 11:15 WIB
LITERATUR PAJAK

Promo Gajian! Ada Harga Spesial untuk Buku Transfer Pricing DDTC

Kamis, 22 Februari 2024 | 09:45 WIB
SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Lagi, Profesional DDTC Raih Sertifikasi Internasional Bidang Pajak

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama