Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:00 WIB
LITERATUR PAJAK
Kamis, 27 Juni 2024 | 18:55 WIB
TIPS KEPABEANAN
Data & Alat
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Rabu, 12 Juni 2024 | 09:07 WIB
KURS PAJAK 12 JUNI 2024-18 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Teknologi Bukan Resep Tunggal untuk Perbaiki Administrasi Pajak

A+
A-
1
A+
A-
1
Teknologi Bukan Resep Tunggal untuk Perbaiki Administrasi Pajak

Ilustrasi.

BANYAK yang bilang kalau kemajuan sistem teknologi dan informasi memberikan kemudahan absolut bagi kehidupan manusia. Semuanya jadi lebih gampang dilakukan, lebih efisien. Di bidang perpajakan, opini itu semestinya juga berlaku.

Teknologi yang berkembang bisa menjadi alat bagi otoritas pajak untuk mengoptimalkan penerimaan. Misalnya, kecanggihan perangkat yang dimiliki pemerintah menjadi senjata untuk meningkatkan pengawasan wajib pajak. Pada akhirnya, kepatuhan meningkat dan penerimaan meroket.

Tapi ternyata tidak sesederhana itu.

Baca Juga: Relevansi Pemajakan atas Upah pada Abad ke-21

Dalam buku Science, Technology, and Taxation, Bahl dan Bird (2008) menulis bahwa teknologi bukan obat mujarab untuk menyelesaikan berbagai masalah perpajakan di dunia. Ya, teknologi bukan jawaban tunggal. Namun, teknologi dinilai bisa menjadi katalisator dalam mengoptimalkan pemungutan pajak dan pemberian pelayanan bagi wajib pajak.

Teknologi tak berjalan sendirian dalam proses perbaikan administrasi pajak. Buku yang disunting oleh Robert F van Brederode ini mencatatkan bahwa rancangan rezim perpajakan yang efektif di negara berkembang tidak hanya bisa diatasi dengan pemanfaatan teknologi. Lebih dari itu, perlu ada perubahan substansial di level kelembagaan tinggi dan politik negara. Bahasa masa kininya, butuh political will yang kuat.

Buku ini menyimpulkan bahwa kemajuan teknologi menjadi modal kuat untuk mengubah perekonomian sebuah negara. Salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dalam memungut pajak.

Baca Juga: Menilik Kontroversi Tax Expenditure dalam Reformasi Pajak

Teknologi bisa menjadi alat tambahan bagi otoritas pajak untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak. Namun, potensi manfaat tersebut akan sebanding dengan biaya yang dibutuhkan. Pemerintah negara berkembang perlu mengantisipasi tingginya biaya tinggi yang diperlukan untuk melibatkan teknologi dalam pemungutan pajak.

"Yang paling penting, negara-negara berkembang memerlukan bantuan politik, administratif, dan perlindungan hukum untuk melindungi privasi individu serta melindungi wajib pajak dari penyalahgunaan informasi yang dikumpulkan untuk tujuan perpajakan," tulis Brederode dalam bukunya.

Dalam buku yang sama, Slemrod dan Yitzhaki (1987) mengungkapkan pemanfaatan teknologi, khususnya di negara berkembang, semestinya berfokus pada penegakan hukum, pemrosesan data, serta yang tidak kalah penting adalah pelayanan wajib pajak.

Baca Juga: Peraturan Perpajakan DDTC Kini Bisa Diakses Tanpa Perlu Daftar Akun

Slemrod (1990) menilai reformasi pajak semestinya tidak semata-mata memasukkan teknologi dalam administrasi pajak tetapi juga menggunakan teknologi sebagai strategi dalam mengubah lingkungan ekonomi masyarakat.

Negara-negara berkembang dinilai punya pekerjaan rumah yang besar terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam administrasi pajaknya. Selama 4 dekade terakhir, negara berkembang masih susah payah dalam mengumpulkan pajaknya yang tecermin pada rendahnya tax ratio. Kepatuhan pajak pun dinilai belum baik.

Konsep tentang pemanfaatan teknologi dalam sistem pajak juga tengah berlangsung di Indonesia. Pemerintah tengah bersiap menggulirkan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system (CTAS).

Baca Juga: Wah! Banyak AR Jadi Fungsional, Coretax akan ‘Berjalan’ Akhir 2024

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan CTAS menjadi bagian dari reformasi perpajakan. Political will untuk memperbaikan sistem perpajakan di Tanah Air itu dituangkan dalam perbaikan menyeluruh pada aspek teknologi. Sejalan dengan perbaikan administrasi pajak melalui implementasi CTAS, pelayanan dan kepastian dalam perpajakan juga akan meningkat.

"Di sisi investasi sistem, Kementerian Keuangan terus memperbaiki dan membangun coretax system. Diharapkan akan jadi motor perubahan dari sisi pelayanan dan kepastian aspek perpajakan," katanya dalam rapat paripurna DPR, awal pekan ini.

Sri Mulyani menuturkan pemerintah akan melanjutkan reformasi perpajakan, termasuk dari aspek teknologi, untuk membuat proses bisnis di bidang pajak lebih efektif dan efisien. Selain itu, perbaikan juga menyentuh hal lainnya seperti regulasi dan sumber daya manusia.

Baca Juga: Coretax DJP, Ini Isi Kolom Debit dan Kredit di Portal Wajib Pajak

Melalui coretax system, ada 21 proses bisnis perpajakan yang akan diperbaiki. Sebanyak 6 proses bisnis yang berubah dengan implementasi coretax administration system akan terkait langsung dengan wajib pajak.

Keenam proses bisnis yang dimaksud adalah pendaftaran (registrasi), pembayaran, pelaporan (pengelolaan Surat Pemberitahuan), layanan wajib pajak, taxpayer account management (TAM), serta knowledge management system. (sap)

Baca Juga: Coretax DJP: Buku Besar Wajib Pajak, Ada Fitur Rekonsiliasi Otomatis

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : buku, buku pajak, literasi pajak, DDTC Library, Robert F van Brederode

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 04 Mei 2024 | 07:35 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

DJP Memulai Penelitian Komprehensif, Ikuti Daftar Prioritas Pengawasan

Jum'at, 03 Mei 2024 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DJP Ingatkan WP untuk Simpan Dokumen Pembukuan, Ternyata Ini Alasannya

Jum'at, 03 Mei 2024 | 14:45 WIB
PEMERIKSAAN PAJAK

Untuk Keperluan Pemeriksaan, Pemeriksa Berwenang Pinjam Dokumen WP

Kamis, 02 Mei 2024 | 18:12 WIB
RESENSI BUKU

Mengupas Tantangan Pajak Akibat Mobilitas Individu di Era Digital

berita pilihan

Senin, 01 Juli 2024 | 15:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis-Jenis Pajak yang Dapat Diterbitkan SKP Nihil atau Lebih Bayar

Senin, 01 Juli 2024 | 14:30 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

BPS: Kemiskinan Turun Jadi 9,03 Persen dan Gini Ratio 0,379

Senin, 01 Juli 2024 | 14:15 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

NIK, NPWP 16 Digit, NITKU Mulai 1 Juli 2024, Download Aturan di Sini

Senin, 01 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN MAGELANG

PBJT Ditetapkan 10 Persen, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Magelang

Senin, 01 Juli 2024 | 13:00 WIB
PER-6/PJ/2024

NIK Langsung Jadi NPWP Saat Pendaftaran, WP Tetap Dapat NPWP 15 Digit

Senin, 01 Juli 2024 | 12:30 WIB
TARIF BEA KELUAR CPO

Harga CPO Menguat, Tarif Bea Keluarnya Naik Jadi US$33 per Ton

Senin, 01 Juli 2024 | 12:16 WIB
PER-6/PJ/2024

Pernyataan Resmi DJP Soal NIK, NPWP 16 Digit, NITKU Mulai Hari Ini

Senin, 01 Juli 2024 | 12:00 WIB
PER-6/PJ/2024

Catat! Ada 7 Layanan Pajak yang Bisa Diakses Pakai NIK Mulai 1 Juli

Senin, 01 Juli 2024 | 11:43 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong di e-Bupot 21/26, Pemotong PPh Tidak Repot Kirim Manual

Senin, 01 Juli 2024 | 11:34 WIB
PERTUMBUHAN EKONOMI

Inflasi Juni 2024 Capai 2,51 Persen, Menurun dari Bulan Lalu