Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Tindak Pidana Perpajakan, Paling Banyak Menyangkut Penyampaian SPT

A+
A-
5
A+
A-
5
Tindak Pidana Perpajakan, Paling Banyak Menyangkut Penyampaian SPT

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tidak benar menempati posisi terbanyak dalam ruang lingkup modus operandi tindak pidana perpajakan pada 2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (18/12/2023).

Jumlah berkas penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (status P-21) mencapai 98 berkas. Kemudian, terdapat 16 berkas penghentian penyidikan berkaitan dengan pemanfaatan Pasal 44B UU KUP. Totalnya ada 114 berkas perkara, naik 10,7% dibandingkan jumlah pada 2021 sebanyak 103.

“Dari 114 berkas perkara dengan status P-21 dan yang disetarakan, sepertiganya merupakan kasus dengan modus operandi berupa penyampaian SPT tidak benar,” tulis otoritas dalam Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2022.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Berdasarkan pada data dalam laporan tersebut, modus operandi berupa penyampaian SPT tidak benar tercatat sebanyak 37 kasus atau sekitar 32,5% dari total kasus. Jumlah tersebut juga mengalami kenaikan sekitar 23,3% dari jumlah pada tahun sebelumnya sebanyak 30 kasus dengan porsi 29,1%.

Dari jumlah tersebut, modus operandi berupa penyampaian SPT tidak benar menempati posisi terbanyak. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencatat penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif menempati posisi terbanyak.

Pada 2022, modus operandi penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak berdasarkan pada transaksi sebenarnya tercatat sebanyak 27 kasus atau 23,7% dari total kasus. Jumlah tersebut turun sekitar 34,1% dari tahun sebelumnya 41 kasus dengan porsi 39,8%.

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Selain modus operandi tindak pidana perpajakan, ada pula ulasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak hingga 12 Desember 2023. Kemudian, ada pula bahasan menyangkut pemanfaatan insentif pajak.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Modus Operandi Tindak Pidana Perpajakan

Modus operandi berupa penyampaian SPT tidak benar serta penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif tercatat mengambil porsi 56,1% dari total 114 berkas perkara dengan status P-21 dan yang disetarakan. Selain itu, ada 4 modus operandi tindak pinda perpajakan lainnya.

Pertama, tidak menyampaikan SPT pada 26 kasus, naik 44,4% dibandingkan posisi tahun sebelumya 18 kasus. Kedua, tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut sebanyak 13 kasus, sedikit naik dari posisi pada 2021 sebanyak 10 kasus.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Ketiga tidak mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta menyalahgunakan NPWP/PKP sebanyak 6 kasus, naik dari tahun sebelumnya 3 kasus. Keempat, tindak pidana pencucian uang dan korporasi pada 5 kasus atau naik dari tahun sebelumnya 1 kasus. (DDTCNews)

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Melambat

Kementerian Keuangan mencatat adanya perlambatan realisasi penerimaan pajak dari 2 sektor penyumbang terbesar. Kedua sektor yang dimaksud adalah industri pengolahan dan perdagangan. Simak ‘Ada Perlambatan Penerimaan Pajak 2 Sektor Penyumbang 51% dari Total’.

“Industri pengolahan dan perdagangan, 2 sektor yang memberikan kontribusi lebih dari 50% ini, kita lihat pertumbuhan pajaknya sudah mulai melandai. Tidak lagi tumbuh seperti tahun lalu yang double digit tinggi sekali,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Selama 1 Januari—12 Desember 2023, realisasi penerimaan pajak dari industri pengolahan hanya tumbuh 3,1%. Pertumbuhan tersebut melambat cukup signifikan dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan pertumbuhan 36,4%.

Kemudian, realisasi penerimaan pajak dari sektor perdagangan hingga 12 Desember 2023 tercatat tumbuh 7,5%. Pertumbuhan tersebut juga melambat signifikan dibandingkan dengan kinerja pertumbuhan penerimaan pajak pada periode yang sama tahun lalu sebesar 50,3%. (DDTCNews)

NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 Digit

Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang digunakan satker dan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) pada Ditjen Perbendaharaan bakal menggunakan NIK sebagai NPWP serta NPWP 16 digit mulai 1 Januari 2024.

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Berdasarkan pada PENG-22/PJ.09/2023, satker instansi pemerintah pusat dan wajib pajak yang bertransaksi dengan satker dimaksud harus segera menyesuaikan seiring dengan berlakunya NPWP 16 digit pada SAKTI dan SPAN mulai tahun depan.

"Dalam hal satker instansi pemerintah pusat dan wajib pajak yang bertransaksi dengan satker, belum mengetahui NPWP 16 digit …, satker dan wajib pajak … dapat mengakses laman DJP, menghubungi contact center DJP, atau KPP tempat wajib pajak terdaftar," tulis otoritas

Meski NPWP 16 digit sudah berlaku pada aplikasi SAKTI dan SPAN, bukti potong dari instansi pemerintah dan faktur pajak dari rekanan masih menggunakan NPWP 15 digit. (DDTCNews)

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Insentif Supertax Deduction

Jumlah wajib pajak yang mengajukan permohonan fasilitas supertax deduction, baik vokasi maupun penelitian dan pengembangan (litbang), masih minim. Sebagian permohonan fasilitas supertax deduction yang diterima DJP masih belum bisa ditindaklanjuti karena tidak terpenuhi persyaratan.

"Yang disetujui ada 1.202 permohonan dari 77 wajib pajak, yang dikembalikan ada sekitar 514 permohonan. Ini biasanya tidak ditindaklanjuti karena ada kekurangan formalitas, misal tidak mencantumkan tax clearance atau PKS antara wajib pajak dan institusi vokasi tidak disampaikan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Terkait dengan supertax deduction litbang, Suryo mengatakan hingga saat ini DJP telah menerima 303 permohonan fasilitas. Terdapat 199 permohonan dari 26 wajib pajak yang telah disetujui oleh DJP. Sebanyak 104 permohonan dilakukan koreksi.

Baca Juga: Pemeriksaan WP Atas Data Konkret Tidak Bisa Diajukan Quality Assurance

“[Koreksi] ini biasanya terkait dengan formal atau risetnya tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh badan riset Indonesia [BRIN]," ujar Suryo. (DDTCNews)

Perlakuan PPh Penempatan DHE SDA

Kementerian Keuangan menyatakan rancangan peraturan pemerintah (RPP) mengenai perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan dari penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) pada instrumen moneter/keuangan tertentu akan segera terbit.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan RPP tersebut masih dalam tahap harmonisasi. Menurutnya, RPP ini akan memuat insentif pajak yang diberikan atas penempatan DHE SDA pada berbagai instrumen sebagaimana diatur dalam PP 36/2023.

Baca Juga: Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?

"Kita sedang finalisasi RPP insentif PPh untuk penghasilan dari penempatan DHE SDA. Saat ini prosesnya sudah sampai di tahap harmonisasi sehingga akan segera bisa diundangkan," katanya.

Febrio mengatakan RPP perlakuan PPh atas penghasilan dari penempatan DHE SDA pada instrumen moneter/keuangan tertentu akan menarik lebih banyak DHE SDA yang disimpan di dalam negeri. Sejauh ini, lanjutnya, Kemenkeu juga terus memantau arus penempatan DHE SDA di dalam negeri secara sukarela oleh eksportir. (DDTCNews) (kaw)

Baca Juga: Fitur Daftar Bukti Pemotongan di DJP Online Masih Tahap Pengembangan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, berita pajak, pajak, pidana pajak, pidana perpajakan, SPT, faktur pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama