Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ada Pajak Minimum Global, BKPM Usulkan Insentif Alternatif ke Kemenkeu

A+
A-
0
A+
A-
0
Ada Pajak Minimum Global, BKPM Usulkan Insentif Alternatif ke Kemenkeu

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menawarkan beragam model insentif alternatif yang dapat diterapkan sebagai respons atas berlakunya pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan BKPM Robert Leonard Marbun menyebut insentif-insentif seperti tax holiday bakal tidak berjalan efektif seiring dengan diberlakukannya pajak minimum global 15%. Untuk itu, perlu ada kompensasi berupa insentif dalam bentuk lain.

"Kami caranya adalah cari penggantinya mirip dengan itu. Kalau global minimum tax kan yang diatur direct tax, alternatifnya kan bisa yang lain, yang tidak dari situ," katanya, dikutip pada Kamis (25/1/2024).

Baca Juga: Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Dengan demikian, lanjut Robert, tax holiday tidak akan dikompensasi melalui pemberian cash grant atau sejenisnya karena kebijakan tersebut berpotensi bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Robert memandang Indonesia bisa membuka peluang untuk menjalin bilateral investment treaty guna mengurangi dampak dari berlakunya pajak minimum global terhadap investasi dan fasilitas yang telah diberikan.

"Kita juga harus kasih pesan yang positif kepada investor. Jangan sampai kita kasih [insentif] lalu kita cabut," tuturnya.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan berkomitmen untuk mulai mengadopsi Pilar 2 dan menerapkan pajak minimum global pada tahun ini. Nanti, Pilar 2 akan diadopsi melalui peraturan menteri keuangan (PMK).

"Pada 2023, kami sedang susun PMK-nya. Kemudian, rencananya pada 2024 kami sudah menerapkan income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT). Pada 2025, sesuai dengan guideline kita akan coba implementasi undertaxed payment rule (UTPR)," ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama pada Oktober 2023.

Menurut Badan Kebijakan Fiskal (BKF), insentif pajak berbasis penghasilan (income based) seperti tax holiday, tax holiday di KEK, dan tax holiday di IKN bakal terdampak signifikan oleh kehadiran Pilar 2.

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Sebab, insentif-insentif tersebut memberikan pembebasan pajak secara penuh atau secara parsial dan menimbulkan penurunan tarif pajak efektif secara signifikan.

Insentif berbasis pengeluaran (expenditure based) seperti tax allowance, investment allowance, dan supertax deduction diproyeksikan tidak terlalu terdampak oleh kehadiran Pilar 2.

Penurunan tarif efektif akibat tax allowance sangatlah bergantung pada besaran insentif yang diterima serta tingkat profitabilitas wajib pajak penerima insentif.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

"Ada yang memang dengan penerapan tax allowance ini dia tarif pajak efektifnya masih tetap 15%, sehingga aman dan tidak perlu dikenai top-up tax. Namun, ada yang tarif pajak efektifnya di bawah 15% sehingga sisanya harus dikenai top-up tax. Mungkin tidak terlalu besar, tetapi lumayan," kata Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Wahyu Hidayat. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kementerian investasi, BKPM, insentif pajak, pajak minimum global, pilar 2, pajak, konsensus pajak global, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Berbeda dengan Cabang, NITKU Pusat Memiliki Akhiran 000000

Jum'at, 05 Juli 2024 | 10:00 WIB
KINERJA FISKAL

Proses Restitusi Dioptimalkan, Begini Realisasinya Hingga Mei 2024

Jum'at, 05 Juli 2024 | 09:30 WIB
KOTA SURABAYA

Cuma Juli Ini! Pemkot Beri Diskon Pokok BPHTB Hingga 40 Persen

Jum'at, 05 Juli 2024 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama