Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Gigi Rendah Target Pajak 2021

A+
A-
2
A+
A-
2
Gigi Rendah Target Pajak 2021

Presiden Joko Widodo menyampaikan pengantar Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 dan nota keuangan di hadapan DPR, Jumat, (14/8/2020). (Foto: Antara)

JUMAT lalu (14/8/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan pengantar Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2021 dan nota keuangan di hadapan DPR. Presiden menyampaikan RUU APBN 2021 diarahkan untuk 4 langkah strategis.

Pertama, mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi. Kedua, mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing. Ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital. Keempat, pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

Dengan 4 langkah strategis itu, target pertumbuhan ekonomi dipatok 4,5%-5,5%, inflasi 3%, kurs rupiah/dolar AS Rp14.600, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun 7,29%. Harga minyak mentah US$45 per barel, dan lifting migas 705.000 barel dan 1 juta barel setara minyak per hari.

Baca Juga: Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Asumsi makro ini berada pada rentang pembahasan pendahuluan DPR dan pemerintah akhir Juli lalu. Cuma, untuk target pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB)-nya, pemerintah tidak menetapkan angka bulat, tetapi tetap 4,5%-5,5% seperti hasil pembahasan pendahuluan.

RAPBN 2021 mematok pendapatan Rp1.776 triliun, belanja Rp2.747 triliun. dengan defisit Rp971 triliun atau 5,5% dari PDB, menyempit dari tahun ini 6,72% dari PDB. Di sisi pendapatan, penerimaan perpajakan Rp1.482 triliun, naik 5,5% dari Perpres 72/2020, tetapi turun 20,6% dari APBN 2020.

Dari target itu, penerimaan pajak tumbuh 5,8% menjadi Rp1.268 triliun. Penerimaan ini ditopang pajak penghasilan (PPh) migas yang naik 29% menjadi Rp41,2 triliun, PPh nonmigas naik 3,1% menjadi Rp658,7 triliun, dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik 7,6% menjadi Rp546,1 triliun.

Baca Juga: Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

Khusus untuk insentif pajak, jenisnya dan volumenya menurun dari alokasi tahun ini Rp120,61 triliun menjadi Rp20,4 triliun. Dari uraian tersebut terlihat proses pemulihan penerimaan perpajakan tahun depan belum bisa optimal.

Istilahnya, pemerintah masih pasang gigi rendah dalam menggenjot penerimaan perpajakan. Kenaikan target penerimaan perpajakan sebesar 5,5% itu cenderung realistis mengingat wajah perekonomian tahun depan sepertinya masih rentan.

Dalam memulihkan ekonomi, pemerintah tentu perlu berhati-hati jangan sampai kebijakan yang digulirkan memicu distorsi. Pertumbuhan target penerimaan perpajakan yang 5,5% pada dasarnya merefleksikan upaya mengoptimalkan penerimaan berisiko mendistorsi ekonomi.

Baca Juga: Saatnya Memilih! Anda Pembayar Pajak, Jangan Golput!

Secara empiris, belajar dari krisis-krisis sebelumnya, pada umumnya pemulihan penerimaan perpajakan berjalan lebih lambat ketimbang pemulihan ekonomi. Salah satunya karena adanya relaksasi melalui pemberian insentif pajak yang dibutuhkan perekonomian yang belum stabil.

Karena itu, langkah terpenting adalah mengevaluasi beragam insentif pajak yang ada, dan sejauh mana efektivitasnya. Jadi, akan ada insentif pajak yang selektif. Dari perspektif ini, keputusan berkurangnya alokasi insentif pajak tahun depan perlu diapresiasi.

Dari pengurangan itu, secara gradual terlihat pemerintah telah mengurangi skema insentif pajak dan fokus pada sektor yang efektif bagi proses pemulihan. Dalam skenario pemulihan, insentif pajak yang bersifat reinvestasi dan pembiayaan memang sangat diperlukan.

Baca Juga: Hari Pajak, Momentum untuk Mendengar Wajib Pajak

Sejalan dengan itu, untuk mencegah tingginya tax expenditure, perlu perubahan paradigma relaksasi atau pemberian insentif yang lebih berorientasi pada upaya mendorong kepastian dalam sistem pajak, bukan melalui pengurangan, pembebasan, dan seterusnya.

Hal ini bisa ditunjukkan dengan administrasi pajak yang berkepastian, penghormatan hak-hak wajib pajak, upaya pencegahan dan penyelesaian sengketa pajak yang lebih efektif, dan sebagainya. IMF dan OECD juga berpendapat tax certainty bisa meningkatkan daya saing.

Kepastian pajak bisa menjadi alat yang jitu untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus: Meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, meningkatkan daya saing Indonesia, dan sebagai konsekuensi logis meningkatkan penerimaan pajak secara berkesinambungan.

Baca Juga: Reformasi Bea Cukai: Proses Bisnis dan Integritas

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : tajuk pajak, penerimaan pajak 2021, insentif menurun, RAPBN 2021

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 08 Desember 2021 | 11:15 WIB
TAJUK PAJAK

Menjaga Ruang Fiskal Agar Bisa Tetap Responsif

Rabu, 01 Desember 2021 | 12:38 WIB
TAJUK PAJAK

Di Balik Tingginya Serapan Insentif Pajak

Selasa, 16 November 2021 | 11:43 WIB
TAJUK PAJAK

Orientasi Bukan pada Penerimaan Pajak

Selasa, 02 November 2021 | 11:30 WIB
TAJUK PAJAK

(Bukan) Angka dari Langit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama