Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Lihat Data CbCR, OECD Temukan Adanya Indikasi Praktik BEPS

A+
A-
1
A+
A-
1
Lihat Data CbCR, OECD Temukan Adanya Indikasi Praktik BEPS

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Data country-by-country reporting (CbCR) menunjukkan adanya indikasi praktik penggerusan basis dan pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS) oleh para perusahaan multinasional.

Merujuk laporan Corporate Tax Statistics - 4th Edition, OECD menemukan adanya ketidakselarasan data—seperti jumlah pegawai, nilai aset berwujud, dan nilai profit—antara lokasi dilaporkannya laba dan lokasi terjadinya aktivitas ekonomi.

"Meski temuan tersebut bisa jadi mencerminkan adanya pertimbangan komersial dari perusahaan multinasional, temuan itu juga mengindikasikan adanya praktik BEPS," tulis OECD dalam laporan tersebut, dikutip pada Jumat (18/11/2022).

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Sebagai contoh, laba yang dibukukan oleh perusahaan multinasional di yurisdiksi investment hub mencapai 29% dari total laba. Namun, jumlah pegawai yang berlokasi di yurisdiksi tersebut hanya sebanyak 4% dari total pegawai.

Tak hanya itu, aset berwujud yang berlokasi di investment hub hanya sebanyak 15% dari total aset perusahaan multinasional.

Lebih lanjut, OECD mencatat rasio pendapatan per pegawai di negara tanpa pajak penghasilan badan cenderung lebih tinggi ketimbang rasio pendapatan per pegawai di negara yang mengenakan pajak penghasilan badan.

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

"Nilai median pendapatan per karyawan di yurisdiksi tanpa PPh badan adalah senilai US$2 juta dibandingkan dengan senilai US$300.000 untuk yurisdiksi dengan tarif PPh badan di atas 0%," tulis OECD dalam keterangan resmi.

Selanjutnya, OECD juga mencatat 35% dari pendapatan yang diterima perusahaan di negara-negara investment hub adalah related party revenue. Pada negara-negara berpenghasilan tinggi, sedang, dan rendah, related party revenue hanya berkontribusi sebesar 15% terhadap total pendapatan.

"Walau tingginya related party revenue di investment hub mungkin saja didorong oleh faktor-faktor komersial, hal tersebut juga mengindikasikan adanya tax planning dari perusahaan multinasional," tulis OECD.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Terlepas dari temuan tersebut, OECD mengimbau para stakeholder untuk tidak langsung mengambil kesimpulan perihal indikasi BEPS. Menurut OECD, sebagian data CbCR bersifat agregat sehingga tidak dapat menjadi dasar untuk menginvestigasi praktik BEPS.

OECD juga memandang praktik BEPS tidak dapat diidentifikasi menggunakan data yang yang hanya mencakup beberapa tahun pajak saja. Hingga saat ini, OECD tercatat baru memublikasikan data CbCR 2016 hingga 2018.

"Bahkan dengan tambahan data dari tahun selanjutnya, sejumlah peristiwa lain (seperti Covid-19 dan penetapan TCJA 2017) akan memengaruhi data dan akan mempersulit identifikasi praktik BEPS," tulis OECD.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Terlepas dari permasalahan tersebut dan adanya time lag dari publikasi data CbCR, OECD menilai data-data CbCR memberikan motivasi bagi setiap yurisdiksi untuk menangani masalah BEPS lewat kerja sama multilateral.

Data-data terbaru ini menunjukkan CbCR masih perlu terus diperkuat pada tahun-tahun yang akan datang guna mendukung reformasi perpajakan internasional dan memerangi BEPS. (rig)

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : oecd, data CbCR, pengalihan laba, BEPS, penghindaran pajak, pajak, pajak internasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama

Jum'at, 05 Juli 2024 | 15:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?