Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Menyikapi Rencana Penurunan Batas Omzet PKP

A+
A-
8
A+
A-
8
Menyikapi Rencana Penurunan Batas Omzet PKP

Ilustrasi. (Foto: Antara)

RABU (10/3/2021) lalu, Kementerian Keuangan menggelar pertemuan tertutup bersama Komisi XI DPR. Pokok yang dibahas adalah rencana penurunan batas omzet pengusaha kena pajak (PKP) yang sejak 2014 ditetapkan Rp4,8 miliar per tahun.

Ketua Komisi XI DPR Dito Ganundito (Fraksi Partai Golkar – Jawa Tengah VIII) mengonfirmasi pertemuan itu. Namun, belum ada pembahasan terperinci dari Kemenkeu yang disampaikan. Pokok yang disampaikan baru evaluasi dari ketentuan omzet PKP Rp4,8 miliar.

Pertama, threshold PKP Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Kedua, tingginya threshold itu menyebabkan terjadinya bunching effect. Ketiga, simulasi skenario penurunan threshold menunjukkan potensi peningkatan penerimaan dan dampaknya terhadap indikator makro.

Baca Juga: Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Dito menekankan Komisi XI tidak akan menutup diri dari usulan yang masuk Renstra Kemenkeu 2020-2024 itu. DPR akan banyak melihat perspektif pemerintah sebelum merestui usulan ini. “Kami akan lihat peluang dan tantangan, best practice, dan asas keadilan batas omzet PKP ini,” katanya.

Penetapan omzet PKP sebetulnya domain pemerintah. Batas yang sebelumnya Rp600 juta itu dinaikkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 menjadi Rp4,8 miliar. Tidak ada UU yang mewajibkan pemerintah berkonsultasi kepada DPR dalam menetapkan batasan tersebut.

Namun, batas omzet ini sensitif karena menyangkut basis pajak. Kita tahu, penetapan basis dan tarif pajak di negara demokratis sudah seharusnya mendapatkan persetujuan parlemen. Karena itu, bisa dipahami jika pemerintah mengajak DPR berdialog dalam menetapkan kebijakan ini.

Baca Juga: Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

PMK 197 itu dimaksudkan untuk mendorong wajib pajak dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun lebih banyak menggunakan skema pajak final seperti diatur Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, menurunkan biaya kepatuhan, sekaligus memudahkan kewajiban perpajakannya.

Kita tahu, PP 46/2013 juga tidak lepas dari kritik. Salah satu kritik paling kencang, yang juga dirilis World Bank Juli lalu, adalah dijadikannya PP ini sebagai alat perencanaan pajak. PP ini memotivasi pelaku usaha memecah unit usahanya guna mendapatkan tarif PPh final yang lebih rendah.

Yang pasti, respons dunia usaha terhadap usulan penurunan batas omzet PKP tersebut sejauh ini negatif. Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hipmi) menilai pemerintah tidak konsisten atau menerapkan standar ganda dalam merumuskan kebijakan perpajakan.

Baca Juga: Saatnya Memilih! Anda Pembayar Pajak, Jangan Golput!

Pada 1 Maret 2021 pemerintah menghapus sementara pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil baru dengan alasan untuk mendorong konsumsi. Kalau pemerintah konsisten dengan alasan itu, maka batas omzet PKP seharusnya dinaikkan, bukan malah diturunkan.

Senada dengan Hipmi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengirim sinyal negatif. Menurut Apindo, penurunan batas omzet PKP justru akan semakin membebani pengusaha kecil dan menengah karena situasi ekonomi yang terpuruk seperti sekarang akibat pandemi Covid-19.

Dalam situasi itu, seharusnya pemerintah fokus mendorong ekonomi dalam negeri dan usaha kecil. Jika ekonomi membaik dan supply-demand-nya terpenuhi, otomatis pengusaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun akan naik kelas, sehingga jumlah basis pajak semakin banyak.

Baca Juga: Hari Pajak, Momentum untuk Mendengar Wajib Pajak

“Dengan penerimaan pajak yang masih loyo, solusinya bukan pada kebijakan PKP. Pemerintah harus efisiensi belanja, karena threshold PKP tidak menyelesaikan masalah. Pangkas anggaran proyek yang dipandang bisa dipangkas dan ditunda,” tegas Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani.

Di sisi lain, usulan penurunan batas omzet PKP ini layak diteruskan. Di negara OECD, rerata omzet PKP hanya US$70 ribu per tahun, jauh dari kita yang US$340 ribu per tahun. Tingginya treshold ini menggerus basis PPN, yang menurut World Bank hanya 60% PPN yang bisa ditarik.

Tingginya batas omzet itu juga mempersulit pemetaan kepatuhan PPN pada setiap rantai konsumsi. Artinya, banyak kegiatan konsumsi di luar radar pemerintah alias lolos PPN. Hal ini berdampak pada sulitnya menjamin netralitas PPN melalui mekanisme pajak keluaran-pajak masukan.

Baca Juga: Reformasi Bea Cukai: Proses Bisnis dan Integritas

Namun, penurunan batas omzet PKP ini tentu perlu disinkronkan dengan aturan hukum lain, seperti aturan teknis di Kementerian Koperasi dan UMKM serta Kementerian Perindustrian. Jangan sampai, justru UMKM patuh yang malah nanti dipersulit dengan perubahan ketentuan omzet PKP ini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : batas omzet PKP, tajuk pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Geovanny Vanesa Paath

Rabu, 24 Maret 2021 | 18:23 WIB
Penurunan omzet PKP ini memang menjadi salah satu isu yang layak untuk dikaji lebih lanjut walaupun potensi cost-nya akan cukup besar apabila besaran threshold ini diubah. Dalam pengkajiannya sangat diperlukan dialog dengan stakeholdee terkait seperti para pengusaha dan juga kalangan para ahli sehin ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 01 Desember 2021 | 12:38 WIB
TAJUK PAJAK

Di Balik Tingginya Serapan Insentif Pajak

Selasa, 16 November 2021 | 11:43 WIB
TAJUK PAJAK

Orientasi Bukan pada Penerimaan Pajak

Selasa, 02 November 2021 | 11:30 WIB
TAJUK PAJAK

(Bukan) Angka dari Langit

Rabu, 13 Oktober 2021 | 15:30 WIB
TAJUK PAJAK

RUU HPP, Jalan Tengah yang Belum Berujung

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 15:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Tarif 9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Dipungut Pemkab Cilacap

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:41 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:30 WIB
PROVINSI BENGKULU

Godok Aturan Teknis, Pemprov Bakal Pungut Pajak Alat Berat Mulai 2025

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:00 WIB
APBN 2024

DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:47 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN BLORA

Pemkab Siapkan Hadiah untuk Pengusaha dan Konsumen yang Patuh Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan