Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pilar 1 Beri Kepastian Hukum atas Pemajakan Sektor Ekonomi Digital

A+
A-
2
A+
A-
2
Pilar 1 Beri Kepastian Hukum atas Pemajakan Sektor Ekonomi Digital

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji.

JAKARTA, DDTCNews - Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji menilai tercapainya kesepakatan multilateral pada Pilar 1: Unified Approach akan memberikan kepastian hukum atas pemajakan terhadap sektor ekonomi digital.

Tanpa adanya Pilar 1, lanjut Bawono, tiap-tiap yurisdiksi akan mengenakan PPh atas sektor ekonomi digital secara unilateral berdasarkan aturan domestiknya masing-masing tanpa mempertimbangkan interaksinya dengan ketentuan di negara lain.

"Ini bisa ada isu pemajakan berganda atas perusahaan digital. Waktu itu juga ada keberatan dari US Trade Representative atas pajak transaksi elektronik atau DST," katanya dalam Tech A Look yang disiarkan CNBC TV, Senin (20/2/2023).

Baca Juga: Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Dengan hadirnya Pilar 1, sambung Bawono, Indonesia bakal mendapatkan hak pemajakan atas sektor ekonomi digital yang tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia. Simak Apa Itu Pilar 1 dan Pilar 2 Proposal Pajak OECD?

Selama ini, Indonesia telah mewajibkan perusahaan untuk memungut PPN atas produk-produk digital dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Namun, pengenaan PPh atas perusahaan pada sektor ekonomi digital masih belum diterapkan.

Untuk itu, Indonesia bakal memperoleh potensi pajak yang selama ini dibukukan di negara domilisi seiring dengan diimplementasikannya Pilar 1. Dalam Pilar 1, residual profit dialokasikan dan berhak dipajaki oleh negara sumber.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

"Pilar 1 ini sesungguhnya menjamin hak pemajakan. Mengapa? Karena kita paham perusahaan digital bisa saja mendapatkan penghasilan dari suatu negara tanpa mereka harus hadir secara fisik. Inilah tantangan utamanya," ujar Bawono.

Walau memberikan angin segar bagi Indonesia, Bawono memandang aspek teknis dari Pilar 1 harus terus dikawal sehingga proposal tersebut dapat benar-benar menguntungkan yurisdiksi pasar seperti Indonesia.

Selain Pilar 1, ia menyebut Indonesia memiliki potensi untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital melalui implementasi Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Berdasarkan Pasal 32A UU KUP, pemerintah berwenang menunjuk pihak lain sebagai pemotong atau pemungut pajak. Untuk saat ini, Pasal 32A UU KUP telah diimplementasikan dalam pengenaan PPN PMSE, transaksi aset kripto, dan penghasilan bunga dari P2P lending.

Rencananya, pemerintah akan menerapkan kebijakan yang sejenis terhadap transaksi perdagangan melalui e-commerce dalam negeri.

"Ini dapat menimbulkan pro kontra karena banyak pelaku usaha di e-commerce adalah UMKM. Jadi harus balance. Bagaimana menjamin level playing field dan menjamin ekosistem yang mendukung perkembangan UMKM," tutur Bawono. (rig)

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : ekonomi digital, pajak digital, PPN PMSE, pajak, e-commerce, pilar 1, UU HPP, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Berbeda dengan Cabang, NITKU Pusat Memiliki Akhiran 000000

Jum'at, 05 Juli 2024 | 10:00 WIB
KINERJA FISKAL

Proses Restitusi Dioptimalkan, Begini Realisasinya Hingga Mei 2024

Jum'at, 05 Juli 2024 | 09:30 WIB
KOTA SURABAYA

Cuma Juli Ini! Pemkot Beri Diskon Pokok BPHTB Hingga 40 Persen

Jum'at, 05 Juli 2024 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama