Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Respons Laporan World Bank, Sri Mulyani Singgung Soal Reformasi Pajak

A+
A-
0
A+
A-
0
Respons Laporan World Bank, Sri Mulyani Singgung Soal Reformasi Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan respons atas laporan terbaru World Bank yang menyatakan Indonesia perlu mengoptimalkan penerimaan agar negara memiliki ruang yang lebih besar dalam membantu kelompok miskin dan rentan.

Sri Mulyani menjelaskan pemerintah selama ini telah melakukan berbagai langkah reformasi untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Harapannya, kinerja penerimaan negara bisa meningkat secara berkesinambungan.

"Reformasi belum selesai, bahkan ketika kita sudah melewati proses legislasi. Ini baru permulaan," katanya, dikutip pada Rabu (10/5/2023).

Baca Juga: Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Sri Mulyani menuturkan perbaikan untuk optimalisasi penerimaan telah dimulai sejak puluhan tahun lalu. Misal, pada pajak penghasilan. Dia menceritakan bahwa jumlah wajib pajak orang pribadi saat pertama kali menjabat sebagai menteri keuangan pada 2005 hanya kurang dari 1 juta.

Melalui upaya ekstensifikasi, jumlah wajib pajak orang pribadi kemudian bertambah hingga mencapai 17,35 juta orang pada 2022.

Saat ini, Ditjen Pajak (DJP) juga terus berupaya memperbaiki basis data pajak dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan strategi ini, otoritas bisa mudah memetakan wajib pajak kecil, konglomerat yang menjadi wajib pajak besar, serta sektor informal yang belum masuk dalam sistem pajak.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Saat pandemi Covid-19, lanjut menkeu, pemerintah masih melaksanakan berbagai reformasi untuk mengoptimalkan penerimaan seperti melalui pengesahan UU Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

UU HPP memiliki ruang lingkup yang luas yakni ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), PPN, pajak penghasilan, pajak karbon, serta cukai. Pada UU HPP, pemerintah juga mengevaluasi pemberian fasilitas PPN sebagaimana direkomendasikan World Bank.

UU HPP menghapus sejumlah barang dan jasa dari daftar objek yang tidak dikenai PPN sehingga kini menjadi objek PPN.

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Namun, beleid tersebut juga memberikan fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan pemanfaatan jasa kena pajak (JKP) tertentu seperti bahan kebutuhan pokok, layanan kesehatan, dan layanan pendidikan.

Sri Mulyani memandang pemerintah belum dapat menghapus fasilitas pembebasan PPN tersebut karena menyangkut masyarakat luas dan proses politik yang kompleks.

"Saya setuju dengan rekomendasi ini, tetapi kami juga harus mengambil mempertimbangkan aspek politiknya. Kami melakukan reformasi setiap ada peluang atau kemampuan untuk mendorongnya," ujarnya.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

World Bank dalam laporan terbarunya berjudul Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment juga menyarankan Indonesia menghapus fasilitas pembebasan PPN sebagai bagian dari upaya optimalisasi penerimaan pajak.

Di sisi lain, Indonesia juga direkomendasikan untuk menaikkan tarif cukai atas minuman alkohol dan tembakau, serta mengenakan cukai gula dan pajak karbon.

Peningkatan penerimaan pajak serta penghapusan subsidi yang tidak efisien dinilai dapat menciptakan ruang fiskal yang lebih besar untuk melakukan investasi yang berpihak pada masyarakat miskin. (rig)

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : menkeu sri mulyani, reformasi pajak, laporan world bank, penerimaan pajak, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Berbeda dengan Cabang, NITKU Pusat Memiliki Akhiran 000000

Jum'at, 05 Juli 2024 | 10:00 WIB
KINERJA FISKAL

Proses Restitusi Dioptimalkan, Begini Realisasinya Hingga Mei 2024

Jum'at, 05 Juli 2024 | 09:30 WIB
KOTA SURABAYA

Cuma Juli Ini! Pemkot Beri Diskon Pokok BPHTB Hingga 40 Persen

Jum'at, 05 Juli 2024 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama