Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Simak Lagi, Begini Aturan Baru Pajak PBB-P2 Sesuai UU HKPD

A+
A-
13
A+
A-
13
Simak Lagi, Begini Aturan Baru Pajak PBB-P2 Sesuai UU HKPD

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - UU HKPD turut memuat ketentuan baru terkait dengan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang mulai berlaku sejak 5 Januari 2024.

Sesuai dengan Pasal 189 UU HKPD, dengan berlakunya UU HKPD, UU PDRD dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, ketentuan terkait dengan PBB-P2 yang berlaku saat ini berdasarkan pada UU HKPD.

“PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,” bunyi penggalan Pasal 1 UU HKPD, dikutip pada Rabu (31/1/2024).

Baca Juga: Cuma Juli Ini! Pemkot Beri Diskon Pokok BPHTB Hingga 40 Persen

Sesuai dengan Pasal 42 UU HKPD, besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2. Secara umum, skema ini tidak berbeda dengan ketentuan dalam ketentuan terdahulu.

Tarif PBB-P2

Namun demikian, perbedaan terlihat pada ketentuan tarif dan dasar pengenaan PBB-P2. Untuk tarif, sesuai dengan Pasal 41 ayat (1) UU HKPD, ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5%. Batas atas itu naik dari ketentuan terdahulu (dalam UU PDRD), yakni paling tinggi 0,3%.

Kemudian, UU HKPD juga mengamanatkan penetapan tarif lebih rendah untuk PBB-P2 atas lahan produksi pangan dan ternak dibandingkan tarif untuk lahan lainnya. Hal ini tidak diatur sebelumnya dalam UU PDRD. Adapun tarif PBB-P2 ditetapkan dengan peraturan daerah (perda).

Baca Juga: Daftar Tarif Pajak Terbaru di Brebes, Ada Pajak Sarang Walet 10 Persen

Dasar Pengenaan PBB-P2

Untuk dasar pengenaan PBB-P2, UU HKPD memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah (pemda). Sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU HKPD, dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Adapun NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.

Berdasarkan pada Pasal 40 ayat (5) UU HKPD, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP).

Ketentuan rentang 20%-100% terkait dengan NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 itu sebelumnya tidak ada dalam UU PDRD. Artinya, secara sederhana dalam ketentuan terdahulu, besaran penghitungan PBB-P2 menggunakan NJOP 100%.

Baca Juga: MK Lanjutkan Judicial Review Atas Tarif Pajak Hiburan Pekan Depan

NJOPTKP ditetapkan paling sedikit sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak. Jika wajib pajak memiliki/menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOPTKP hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak.

Pasal 40 ayat (6) UU HKPD memuat ketentuan penetapan NJOP setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Ketentuan ini tidak berubah dari pengaturan terdahulu dalam UU PDRD.

“Besaran NJOP ditetapkan oleh kepala daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 … diatur dengan peraturan menteri.” bunyi Pasal 40 ayat (7) dan (8) UU HKPD.

Baca Juga: Dorong Wajib Pajak Bayar Tunggakan, Pemda Adakan Pemutihan PBB

Berdasarkan pada Pasal 43 UU HKPD, tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 tahun kalender. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada 1 Januari. Tempat PBB-P2 yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek PBB-P2.

Objek PBB-P2

Sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) UU HKPD, objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

“Bumi … termasuk permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan,” bunyi penggalan Pasal 38 ayat (2) UU HKPD.

Baca Juga: Tarif 9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Dipungut Pemkab Cilacap

Adapun yang dikecualikan dari objek PBB-P2 adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:

  • bumi dan/atau bangunan kantor pemerintah, kantor pemda, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah;
  • bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
  • bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
  • bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
  • bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  • bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri;
  • bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (mass rapid transit), lintas raya terpadu (light rail transit), atau yang sejenis;
  • bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah; dan
  • bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB-P2

Berdasarkan pada Pasal 39 ayat (1) UU HKPD, subjek pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. (kaw)

Baca Juga: Godok Aturan Teknis, Pemprov Bakal Pungut Pajak Alat Berat Mulai 2025

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HKPD, pajak daerah, retribusi daerah, PDRD, pajak bumi dan bangunan, PBB, PBB-P2

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 26 Juni 2024 | 10:00 WIB
KOTA PALANGKA RAYA

Tingkatkan Setoran Pajak Air Tanah, Pemkot Sasar Tempat Cuci Kendaraan

Selasa, 25 Juni 2024 | 23:43 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Hotel Sediakan Jasa Biro Perjalanan Wisata, Kena Pajak PPN atau PBJT?

Selasa, 25 Juni 2024 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sajian Makanan di Lounge Bandara Kena PPN? Begini Aturannya

Selasa, 25 Juni 2024 | 17:36 WIB
KOTA PALEMBANG

Optimalkan Setoran Pajak Daerah, Pemkot Kerja Sama dengan Kejaksaan

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama