Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sudah Dapat Data Rutin, Ini Permintaan DJP ke Wajib Pajak

A+
A-
23
A+
A-
23
Sudah Dapat Data Rutin, Ini Permintaan DJP ke Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) meminta WP untuk patuh secara sukarela karena membayar pajak sudah menjadi kewajiban yang melekat bagi yang sudah memiliki penghasilan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kepatuhan sukarela dengan membayar pajak sudah menjadi kewajiban yang tidak bisa dihindari. Menurutnya, otoritas saat ini sudah dibekali data yang mumpuni untuk melakukan uji kepatuhan.

"Kami ingin meningkatkan kepastian hukum dan tidak usaha masyarakat di 'oyak-oyak' atau dikejar orang pajak," katanya dalam acara Sosialisasi Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan, Senin (7/12/2020).

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Suryo menegaskan lahirnya UU No.11/2020 menjadi momentum DJP mengurangi upaya penegakan hukum. Pola baru kerja otoritas ke depan adalah pengawasan kepatuhan wajib pajak dan melakukan penegakan hukum secara proporsional.

Oleh karena itu, skema sanksi administrasi diubah dalam UU Cipta Kerja dengan basis suku bunga acuan dan tingkat kesalahan wajib pajak. Dia menyebutkan biaya untuk patuh bagi wajib pajak akan lebih murah ketimbang berlarut-larut terlibat dalam sengketa.

Mantan Staf Ahli Menkeu bidang Kepatuhan Pajak itu menyebutkan salah satu contoh modal otoritas dalam uji kepatuhan sudah mumpuni adalah informasi rutin dari lembaga keuangan.

Baca Juga: Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Modal data laporan keuangan tersebut akan digunakan otoritas dengan selektif untuk memastikan kewajiban perpajakan dilakukan secara tepat dan benar.

"Kami ingin kurangi aktivitas penegakan hukum karena jauh lebih murah ongkosnya. Pajak itu sudah tidak dapat dihindari karena sekarang sudah ada data," ungkap Suryo.

Ia menambahkan dengan adanya perubahan skema sanksi administrasi akan memfokuskan kerja otoritas untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan sukarela.

Baca Juga: Mahasiswa dan Belum Bekerja, Perlukah Ikut Pemadanan NIK-NPWP?

Menurutnya, otoritas akan menelusuri setiap potensi ketidakpatuhan sambil meningkatkan jumlah aktivitas ekonomi yang masuk dalam sistem administrasi perpajakan.

"Kami hendak bawa aktivitas ekonomi masuk ke dalam sistem. kalau layer [sektor usaha] ini sudah patuh kami masuk ke layer berikutnya dan seterusnya," imbuhnya.

Sebagai informasi, UU Cipta Kerja mengatur skema baru sanksi administrasi pajak berupa bunga dan imbalan bunga. Untuk tarif bunga akan lebih rendah jika wajib pajak segera melakukan koreksi atas kesalahan dalam pelaporan.

Baca Juga: Pedagang Beras Didatangi Petugas Pajak, Omzetnya Rp20 Juta Per Hari

Basis menghitung sanksi berupa bunga ditetapkan berdasarkan tingkat suku bunga yang diterbitkan setiap bulan melalui keputusan menteri keuangan (KMK) terkait tarif bunga sebagai dasar penghitungan sanksi bunga dan pemberian imbalan bunga.

Besaran sanksi bunga tersebut ditambah uplift factor sesuai dengan tingkat kesalahan wajib pajak dan dibagi 12. Uplift factor tersebut mulai dari 0% sampai dengan 15% tergantung pada tingkat kesalahan wajib pajak dan tersebar pada beberapa pasal.

Selain mengubah besaran sanksi administrasi berupa bunga, UU Cipta Kerja juga mengubah besaran imbalan bunga yang diberikan kepada wajib pajak. (Bsi)

Baca Juga: Hingga Akhir 2024, NPWP 16 Digit dan NPWP 15 Digit Jalan Bersamaan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kepatuhan pajak, suryo utomo, data pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Geovanny Vanesa Paath

Rabu, 09 Desember 2020 | 19:35 WIB
Untuk meningkatkan penerimaan negara memang diperlukan suatu effort baik dari sisi DJP maupun Wajib Pajak. Perkembangan ini pun menjadi langkah awal yang bagus untuk memulai reformasi perpajakan di Indonesia.
1

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 25 Juni 2024 | 16:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

World Bank Perkirakan Tax Gap Indonesia Capai 6%, Ini Faktor-Faktornya

Sabtu, 22 Juni 2024 | 16:45 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Masih Ada Waktu! Begini Cara Ketahui NIK-NPWP Sudah Padan atau Belum

Sabtu, 22 Juni 2024 | 16:17 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Istri yang NPWP-nya Gabung dengan Suami, Perlu Padankan NIK-nya?

Sabtu, 22 Juni 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Ada Kampanye Bayar Pajak di Era Presiden Soekarno, Apa Pesannya?

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama