Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Apa Itu Penetapan Klasifikasi Sebelum Impor (PKSI)?

A+
A-
4
A+
A-
4
Apa Itu Penetapan Klasifikasi Sebelum Impor (PKSI)?

PENETAPAN klasifikasi barang atau HS code merupakan hal krusial pada proses ekspor/impor. Sebab, HS code menentukan regulasi yang berlaku pada setiap barang impor/ekspor. HS Code juga menjadi patokan besaran bea serta pajak yang harus dibayar importir/eksportir.

Importir atau eksportir menetapkan HS code atas barang secara mandiri (self assessment). Importir atau eksportir dapat menggunakan tools berupa buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI) dengan berpedoman kepada ketentuan umum untuk menginterpretasikan HS Code.

Importir atau eksportir juga dapat melakukan pengecekan secara mandiri terhadap tarif dan klasifikasi atas suatu barang melalui Indonesia National Trade Repository (eservice.insw.go.id). Meski begitu, penetapan HS code bukanlah suatu ilmu pasti dan bisa saja timbul kerancuan atau kesulitan.

Baca Juga: Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Begini Ketentuannya

Untuk itu, pemerintah telah memberikan opsi permohonan penetapan klasifikasi barang sebelum impor (PKSI) jika importir/eksportir mengalami kendala. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 194/PMK.04/2016. Lantas, apa itu PKSI?

Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 194/2016, dirjen bea dan cukai dapat menetapkan klasifikasi atas barang impor sebagai dasar penghitungan bea masuk sebelum diajukan pemberitahuan pabean. Penetapan inilah yang biasa disebut sebagai penetapan klasifikasi sebelum impor.

Merujuk Pasal 1 angka 2 PMK 194/2016, penetapan klasifikasi sebelum impor (PKSI) adalah penetapan klasifikasi barang impor sebelum penyerahan pemberitahuan pabean sebagai dasar penghitungan bea masuk.

Baca Juga: Apa Beda NIK sebagai NPWP, NPWP 16 Digit, dan NITKU?

Dirjen bea dan cukai dapat menetapkan PKSI berdasarkan permohonan dari importir. Importir dapat mengajukan permohonan PKSI sepanjang memenuhi 3 ketentuan. Pertama, importir memiliki nomor identitas untuk dapat melakukan kegiatan kepabeanan.

Kedua, importir tidak sedang mengajukan pemberitahuan pabean impor atas barang yang diajukan penetapan klasifikasi. Ketiga, barang yang diajukan penetapan klasifikasi tidak sedang dalam proses keberatan dan/ atau banding di pengadilan pajak sesuai peraturan perundang-undangan.

Importir harus mengajukan permohonan PKSI dengan menggunakan format dalam lampiran huruf A PMK 194/2016. Selain itu, importir sebaiknya melampirkan data teknis untuk keperluan identifikasi barang dalam permohonannya.

Baca Juga: Harga CPO Menguat, Tarif Bea Keluarnya Naik Jadi US$33 per Ton

Data teknis untuk keperluan identifikasi barang tersebut berupa merek dagang, gambar/brosur, katalog, spesifikasi produk, mill certificate, alur proses produksi, material safety data sheet, certificate of analysis, dan/atau hasil uji dari laboratorium bea dan cukai atau laboratorium lainnya.

Tidak hanya itu, importir juga dapat melampirkan dokumen lain yang dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan klasifikasi barang. Adapun 1 pengajuan permohonan hanya diperbolehkan untuk 1 jenis barang.

Apabila terdapat 10 jenis barang yang diajukan PKSI maka importir harus mengajukan 10 surat permohonan PKSI. Atas permohonan tersebut, pejabat bea dan cukai akan melakukan penelitian untuk keperluan identifikasi barang.

Baca Juga: Ada Banyak Fasilitas di IKN, Begini Strategi Pengawasan Pemanfaatannya

Dalam hal diperlukan, pejabat bea dan cukai dapat mengirimkan surat tertulis yang berisi permintaan data tambahan, contoh barang untuk keperluan identifikasi, dan/atau informasi lainnya kepada importir.

Importir harus menyerahkan data tambahan, contoh barang, dan/atau informasi lain yang diminta melalui surat tersebut. Importir harus menyerahkan data tambahan, contoh barang, dan/atau informasi tersebut dalam jangka waktu 14 hari kerja terhitung sejak tanggal surat konfirmasi.

Dalam hal importir tidak merespons surat tersebut atau merespons melampaui jangka waktu yang ditetapkan maka permohonan PKIS akan ditolak.

Baca Juga: Harga CPO Turun Berefek ke Penerimaan Bea Keluar, Ini Penjelasan DJBC

Direktur teknis kepabeanan atas nama dirjen bea dan cukai akan menerbitkan surat keputusan dirjen mengenai PKSI atau surat penolakan dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak:

tanggal diterimanya permohonan secara lengkap; atau tanggal diterimanya data tambahan, contoh barang untuk keperluan identifikasi, dan/atau informasi lainnya secara lengkap (dalam hal dilakukan pengiriman surat konfirmasi).

Bila permohonan PKSI diterima, direktur teknis kepabeanan atas nama dirjen bea dan cukai akan menerbitkan surat keputusan dirjen mengenai PKSI. Jika ditolak, direktur teknis akan menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Baca Juga: Dorong Perusahaan Pakai Fasilitas KDUB, DJBC Minta K/L Ikut Promosikan

Keputusan dirjen mengenai PKSI berlaku selama 3 tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. Jangka waktu itu berlaku sepanjang barang yang diimpor mempunyai identifikasi yang sesuai dengan identifikasi barang yang tercantum dalam PKSI. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kamus kepabeanan, kamus, kepabeanan, impor, PKSI, penetapan klasifikasi sebelum impor

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 24 Juni 2024 | 18:54 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK

Apa Itu Kantor Akuntan Publik (KAP)?

Senin, 24 Juni 2024 | 09:30 WIB
LEMBAGA NATIONAL SINGLE WINDOW

PDN Gangguan, LNSW Jamin Pengelolaan Keamanan Sistem Informasi INSW

Senin, 24 Juni 2024 | 08:45 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Pekan Depan Implementasi Penuh NIK Jadi NPWP, Ini Pesan DJP untuk WP

Minggu, 23 Juni 2024 | 18:00 WIB
KEP-103/BC/2024

DJBC Bolehkan Jamaah Haji Sampaikan Pemberitahuan Pabean secara Lisan

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Masih Lesu Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, TAM Disebut Punya 4 Manfaat Ini bagi Wajib Pajak

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PKP Lupa Passphrase Sertifikat Elektronik e-Faktur, Ini Solusinya

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:30 WIB
PROVINSI DKI JAKARTA

Semester I/2024, Pemprov DKI Jakarta Kumpulkan Pajak Rp16,8 Triliun

Selasa, 02 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Begini Ketentuannya