Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Bersiap untuk Pajak Karbon

A+
A-
6
A+
A-
6
Bersiap untuk Pajak Karbon

Ilustrasi. (Foto: energyindustryreview.com)

31 tahun lalu, Finlandia menerapkan pajak karbon untuk kali pertama di dunia sejak diperkenalkan pada 1973. Sekarang, 17 dari 27 negara anggota Uni Eropa dan Inggris telah mengikutinya, dengan tarif mulai dari yang terendah €0,09 per metrik ton di Polandia hingga lebih dari €100 di Swedia.

Di Asia Tenggara, Singapura adalah negara pertama yang mengenakan pajak karbon. Tarifnya Sin$5 per metrik ton. Proposal ini disetujui parlemen pada 20 Maret 2018 dan efektif mulai 1 Januari 2019. Sementara itu, Filipina dan Indonesia baru berencana mengenakan pajak karbon.

Memang, di tahun kedua pandemi Covid-19 ini wacana penerapan pajak karbon kembali pasang. Maklum, pandemi telah memberikan tekanan besar pada sisi penerimaan pajak bagi hampir seluruh negara di dunia. Harus ada basis dan jenis pajak baru untuk memulihkan tekanan tersebut.

Baca Juga: Negara Ini Siap Pungut Pajak Karbon pada Sektor Pertanian Mulai 2030

Akhir Januari lalu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis laporan bertajuk Taxing Energy Use for Sustainable Development. Laporan riset ini berisi hasil survei 15 negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Dalam riset tersebut, OECD menilai negara berkembang dapat meningkatkan penerimaan melalui pajak atas pemanfaatan bahan bakar fosil dan pemangkasan subsidi energi. Pengenaan pajak karbon misalnya, juga dinilai mampu memangkas keluaran emisi dan polusi.

OECD mencatat penerimaan pajak karbon bisa mencapai 1% dari produk domestik bruto. “Dari 15 negara, ditemukan skema pengenaan pajak karbon yang baik ternyata mampu memperkuat potensi dan mobilisasi penerimaan domestik,” tulis OECD, Selasa (26/1/2021).

Baca Juga: Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Lalu akhir Maret, terbit riset sejenis dari International Monetary Fund (IMF). Judulnya Fiscal Policies to Address Climate Change in Asia and the Pacific. Riset ini menganalisis bagaimana kebijakan fiskal dapat mengatasi tantangan perubahan iklim di Asia dan Pasifik.

Dalam riset ini, para peneliti IMF menguraikan bagaimana pembuat kebijakan dapat mendorong mitigasi, adaptasi, dan transisi ke ekonomi rendah karbon, dengan menekankan implikasi ekonomi dan sosial dari reformasi, potensi trade-off kebijakan, dan keadaan negara.

Pada saat yang hampir bersamaan, muncul rencana Uni Eropa menerapkan carbon border adjustment mechanism Juli nanti. Mekanisme ini meminta mitra Uni Eropa memangkas emisi karbon sebelum menjual barang. Rencana ini membuat China, Brazil, India, dan Afrika Selatan keberatan.

Baca Juga: Adopsi Pajak Hijau, Apa Saja Faktor Penentu dan Tantangan Politiknya?

Dari Washington, Gedung Putih ingin mengenakan tambahan biaya impor dari negara yang tidak mengenakan pajak lingkungan. “Kami ingin semua negara menurunkan emisi karbon dan membayar biaya dalam memitigasi krisis iklim global,” kata Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim John Kerry.

Terlihat, dengan belum berakhirnya pandemi Covid-19 yang menggerus ekonomi dan penerimaan negara, muncul semacam kesadaran baru pengenaan pajak karbon. Di satu pihak, pajak karbon menambah penerimaan, tetapi di lain pihak juga memperbaiki kualitas lingkungan.

Kita di Indonesia masih menunggu draf legal UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang salah satu unsur baru di dalamnya pengenaan pajak karbon. Tentu, ada hal yang perlu diperhatikan, misalnya objek pajak karbon dan tingkat earmarking tax untuk pengurangan polusi.

Baca Juga: Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

Di Filipina, objek pajak karbon menjadi polemik karena regulator bidang listrik menolaknya dengan alasan belum siap mengingat pajak karbon berpotensi menyebabkan usaha kelistrikan Filipina menjadi tidak kompetitif. Apalagi, kebutuhan pemenuhan listrik di Filipina masih sangat tinggi.

Belajar dari situasi itu, ada baiknya pemerintah tidak perlu tergesa-gesa, terutama dalam menetapkan tarif pajak karbon. Pemerintah bisa memetakan terlebih dahulu sektor sasaran, lalu skema pemungutan, basis pajak atau dasar pengenaan pajak, dan terakhir baru membahas tarif. Mari kita tunggu.

Baca Juga: Menimbang Akseptabilitas Publik dalam Implementasi Pajak Karbon

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : tajuk pajak, pajak karbon

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

muhammad arul prasetio

Rabu, 26 Mei 2021 | 21:37 WIB
pajak karbon merupakan alternatif potensial bagi indonesia untuk memperoleh penerimaan. mengingat pula, saat ini indonesia sedang bangkit dari masa-masa sulit karena pandemi. disamping itu, pajak yang berorientasi pada mitigasi perubahaan iklim, menjadi instrumen untuk melindungi keberlangsungan lin ... Baca lebih lanjut

Henry Dharmawan

Rabu, 26 Mei 2021 | 18:54 WIB
Penerapan kebijakan pajak karbon di Indonesia memang dibutuhkan riset lebih lanjut bagaimana implementasinya di negara lain seperti kawasan Eropa. Kemudian dikaji bagaimana implementasi yang sekiranya dapat diadaptasi di Indonesia.
1

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 03 November 2023 | 17:37 WIB
PAJAK KARBON

Apa Pengaruh Pajak Terhadap Harga Unit Karbon di Bursa? Ini Kata OJK

Jum'at, 03 November 2023 | 17:31 WIB
PAJAK KARBON

Telat Setahun, Pemerintah Masih Susun RPP Peta Jalan Pajak Karbon

Jum'at, 03 November 2023 | 11:02 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Perlunya Indonesia Dorong Pembentukan Carbon Pricing Framework Asean

Kamis, 02 November 2023 | 12:55 WIB
PAJAK KARBON

Pajak Karbon Bisa Jadikan Bursa Karbon Lebih Menarik, Ini Alasannya

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:00 WIB
APBN 2024

DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:47 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN BLORA

Pemkab Siapkan Hadiah untuk Pengusaha dan Konsumen yang Patuh Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Masih Lesu Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, TAM Disebut Punya 4 Manfaat Ini bagi Wajib Pajak